Landcruser memasuki pekarangan rumah yang cukup besar terletak di kawasan pemukiman mewah di bilangan Jakarta Timur. Sam mengajak Widya lekas turun ketika ia mematikan mesin Landcruser di muka garasi. Waktu menjelang sore saat mereka tiba setelah menempuh perjalanan jauh. "Aku akan bertemu ibumu, Sam?" Tanya Widya merasa kurang percaya diri harus bertemu dengan orangtua Sam. "Mungkinkah kamu bisa menghindarkan diri dari ibuku jika kamu tinggal sementara di rumahku?" "Aku..." "Ibuku tidak akan membuatmu tak betah sebagai tamuku. Ayolah!" "Itukah ibumu, Sam?" Mata Widya tertuju ke pintu utama rumah yang terbuka dan muncul perempuan paruh baya dengan tampilan sederhana namun nampak berkulit bersih serta wajah ceria menebar aura keramahan. Sam menoleh mengikuti arah pandang Widya, didapatinya ibunya menghampiri melintasi teras rumah yang luas menyambut kedatangan anaknya. "Sam, bersama siapa itu?" Sapa ibu Sam yang oleh tetangga dikenal ibu Sri. "Calon mantu ibu." Sahut Sam sekena
Saat menikmati cerutu ditengah pikirannya mencari-cari siasat apa yang harus dilakukannya ketika berhadapan dengan Sam, Dance dikejutkan oleh ketukan dari balik pintu ruangan pribadinya. "Siapa!?" Hardik Dance. "Aku, Tyo." "Ada apa lagi, Tyo!? Suara Dance meninggi. "Ibunya Widya mulai membuat kita repot, Bos." "Masuk!" Tyo masuk dengan tongkatnya yang setia. "Bikin repot bagaimana?" Tanya Dance sebelum Tyo duduk di hadapannya. "Terus-terusan menanyakan anaknya." jawab Tyo setelah duduk. "Menjawab orang dalam gangguan jiwa-pun kamu tak becus mengatasinya, Tyo?" "Justeru karena bukan orang normal, aku sulit memberinya pengertian, berbagai alasan sudah aku sampaikan bahwa anaknya akan segera datang menemuinya." "Kalau kamu bisa membujuknya membawa dia dari tempatnya dirawat, mustinya kamu bisa atasi ini semua, Tyo. Kamu sendirikan yang mengusulkan rencana ini? Demi keinginanmu bertemu Widya?" "Ya. Aku kira tidak bakal serepot ini ibunya rewel karena anaknya tak kunjung datang
Hotel JWM Internasional, pukul 04:15, di kamar presdential suite lantai 2, Widya terusik lelapnya oleh bunyi panggilan pada ponselnya. Berbalut pakaian tidur berbahan tipis, Widya menyambar ponselnya di meja kecil sebelah pembaringan dan tanpa memeriksa nomor siapa yang muncul di layar ponselnya, Widya menerima panggilan. "Maaf, saya lupa, seharusnya saya menonaktivkan ponsel sebelum tidur, karena saya tidak pernah menerima pekerjaan saat dini hari seperti ini!" sapa Widya seolah terbiasa ketika menerima panggilan ke nomor khusus itu untuk siapa pun yang memerlukan jasa dirinya. "Maaf, Nona Widya. Aku menghubungimu bukan untuk itu," suara lelaki dengan intonasi berat, menyahut dari ujung telepon. Widya menegakkan duduknya di tepian pembaringan. "Nomor khusus-ku ini hanya diketahui oleh para lelaki hidung belang. Anda tahu nomor saya ini dari siapa?" dahi Widya mengernyit. 
Mengenakan celana jeans warna hitam berpadu switer warna abu berkerah tegak, bersepatu casual warna putih, rambut panjang hitam tebal diikat alakadarnya, Widya berupaya bersikap tenang berjalan gontai namun tetap saja kentara kesan tergesa-gesa ketika melintasi lobi hotel. Tubuh semampai 172 sentimeter, kulit bersih kuning langsat, wajah mempesona khas Indonesia, cukuplah jadi suplemen pengusir kantuk para karyawan hotel dan petugas keamanan saat Widya lewat di antara mereka. Setiap karyawan hotel nampak sudah terbiasa ketika ada seorang wanita muda menarik seperti Widya keluar hotel di pagi buta. Mereka mafhum: wanita yang keluar hotel di waktu yang ganjil ditengarai wanita penghibur. Komplek perkantoran Mega Kuningan Jakarta merupakan komplek prestiese di mana Hotel JWM angkuh berdiri. Suasana halaman hotel sangat lengang dijelang subuh. Taxi biru bernomor pintu 116 segera meluncur setelah Widya tanpa bertanya pada pengemudinya langsung masuk-duduk di ku
Sam menyukai beragam olahraga yang menantang, yang utama, Sam suka olahraga beladiri. Pencak silat dan karate adalah yang paling dikuasainya. Sam juga seorang pendaki berpengalaman. Menyukai Off Road, juga motocros. Berkat penguasaan ilmu beladirinya, Sam direkomendasikan oleh kawannya seorang Pengusaha Batu Bara kepada Mr. Ben. Sudah empat tahun ini Sam menjadi pengawal pribadi Mr. Ben. Juga karena Sam memiliki pengalaman bekerja sebagai marketing di perusahaan Batu Bara milik kawannya itu, Mr. Ben tak hanya mempercayakan keamanan dirinya ketika sedang berada di Indonesia, melainkan mempercayakan pengawasan seluruh asetnya yang ada di Indonesia kepada Sam. Dari kegemarannya pada olahraga kendaraan ekstrim, Sam nampak terbiasa memacu Landcruser berukutan bongsor itu serupa mengemudikan City Car. Lalu lintas Jakarta di pagi buta memang masih lengang, Sam lebih leluasa mengemudikan Landcruser dengan kecepatan tinggi untuk ukuran kecepata
Widya merasa didera lelah luar biasa, bukan capek secara fisik, melainkan pikiran terbelenggu rasa takut, was-was, serba khawatir, bergulung menyatu memenjarakan kemerdekaan jiwanya. Dari pertama mengetahui kematian Mr. Ben dan memutuskan untuk mempercayai Sam, sejak itu Widya merasa harapan hidupnya hanya masalah waktu masih bisa menghirup udara bebas. Menuruti anjuran Sam agar dirinya istirahat, sedari permulaan Landcruser memasuki jalan Tol, Widya memejamkan mata. Mata Widya terpejam namun pikiran dan jiwanya enggan diajak rehat barang sebentar. Bermenit lamanya sesaat setelah memejamkan mata, Widya justru melihat gambaran segala kemungkinan buruk berderet serupa lukisan panjang menampilkan beragam ekspresi ketakutan dirinya sendiri. Merasa capek sendiri oleh ketakutan yang diciptakan pikirannya, Widya berupaya mengalihkan perhatiannya pada Sam, sekedar menghindari kekacauan pikirannya. Secara sadar Widya membohongi diri sendiri memba
Tyo baru saja memasuki kamar tidurnya ketika pintu rumah diketuk kasar dari luar. Tyo kembali keluar kamar dan langsung membuka pintu rumahnya yang sederhana. "Dimanam Widya!?" Salah seorang dari dua orang lelaki bertubuh tegap menyerobot masuk ketika Tyo membuka pintu. "Hey, kalian? Burhan, Toni! Ada apa ini...!?" Hardik Tyo tak tahu persoalan, seketika ia terpancing emosinya meski Tyo mengenal dua orang tamunya. Tyo mengenal Burhan dan Toni karena mereka sering bertemu di tempat hiburan malam.Burhan si penyerobot itu mendorong Tyo hingga terjerembab duduk di kursi tamu, "Kamu sembunyikan di mana, Widya?" "Kamu ini kenapa, Burhan!?" Tyo benar-benar tak mengerti duduk persoalan."Widya menghilang dari hotel, Tyo," hardik Toni turut masuk. Kini Burhan dan Toni berdiri angkuh di hadapan Tyo yang terduduk dengan wajah kebingungan."Kamu belum tahu beritanya, Tyo? Antara pukul tujuh tadi, pihak hotel mendapati Widya tidak ad
Setelah merasa cukup beristirahat di Race Area Padalarang, Sam kembali memacu Landcrusernya melaju di Jalan Tol arah Cileunyi. Di sebelah Sam, Widya nampak segar setelah mandi dan sarapan, namun begitu keceriaan tak begitu kentara di wajah Widya. Widya kian menyadari dirinya kini sedang dalam pelarian dari praduga pembunuhan meskipun ia bukan pelakunya. Widya tidak tahu sejauh mana Sam akan mampu membantu-melindungi dirinya sedang Sam sendiri besar kemungkinan akan sama seperti dirinya sebagai orang yang paling dicari setelah kematian Mr. Ben diketahui Polisi. "Sam..!" Widya berkata lirih. "Ya?" "Tubuhmu tidak terasa lengket tanpa mandi pagi hari?" "Perjalanan masih jauh. Aku bisa diserang kantuk kalau tubuhku merasa segar setelah mandi." "Ini sudah pukul sembilan. Adakah kemungkinan pihak hotel sudah mengetahui keadaan Mr. Ben?" Alih Widya. "Sep