Bab 7
Jarak tempuh dari Mall ke rumah, ada 1 jam. Aku pulang ke rumah, mobil di bawa oleh Anwar. Besok keluargaku pindah ke rumah baru duluan.Selain rumah baru, aku juga mau menyewa ruko untuk buka usaha. Membuka toko sembako, cita-citaku ingin mempunyai minimarket, sekarang toko sembako dulu tak apa secara bertahap. Rumah terkunci, untuk aku bawa kunci serap. Sepertinya mas Hamdan jadi pergi, bersama keluarganya. Nisa tertidur, kuusap lembut wajah putri kecilku. Kenapa Mas Hamdan pada Nisa saja tak perhatian, padahal Nisa putri kandungnya. Soal makanan saja ia tak mau mengalah pada anak sendiri.Banyak spam chat dari Mbak Hana dan aku memilih untuk menghapus tanpa membacanya. Aku membuka blokir Mas Hamdan. Aku melihat nominal yang aku dapatkan dari afiliate. Alhamdulillah bulan ini tembus puluhan juta, untuk promosi aku menggunakan akun kedua yang tidak berteman dengan orang-orang di dunia nyata termasuk saudara Mas Hamdan. Aku lebih nyaman seperti itu, untuk promosi juga aku sudah mempunyai grup di telegr*m sekali share link, pasti ramai dan partnerku dalam team juga mendapatkan hasil yang banyak, hampir sama denganku. Member di grup fesbuk juga semakin bertambah. Bersyukur usahaku bisa mewujudkan keinginanku satu persatu, bulir bening hangat mengalir, jika mengingat usahaku dari yang selalu di hina dan sekarang bisa seperti sekarang membuatku menangis. Siapa sangka wanita yang tidak kuliah ini, bisa menghasilkan uang sebanyak ini setiap bulan, mungkin dulu bagiku itu hanya mimpi. Karena itu aku membantu biaya kuliah Riri. Aku ingin adikku berpendidikan tinggi.Aku membuka mata, tubuhku merasa di guncang."Kenapa kamu pulang, masih ingin kembali padaku!" Mas Hamdan mengguncang tubuhku, dan langsung memarahiku.Aku masih merasa pusing, karena sedang tidur di bangunkan. Aku melihat jam dinding, masih pukul 01.00 dini hari. "Di mana mobilmu Nasna, kenapa tak ada di depan rumah?" tanya Mas Hamdan."Tidak penting kamu tahu!" jawabku sambil menutup mulut karena menguap, aku masih sangat mengantuk."Apa di bawa sama adikmu?""Jika iya, kenapa!" sahutku ketus."Besok akan kujemput mobil itu, bisa kugunakan untuk berangkat kerja!" "Tidak boleh!" aku tidak akan mengizinkan Mas Hamdan menggunakannya."Itu kan juga mobilku, gak ada hak kamu melarangku. Jika tuduhan Mbak Hana salah, pasti kamu membelinya dengan uangku yang kamu kumpulkan selama ini kan!" "Hahaha... Mas kamu tengah malam begini malah melawak sih!" aku tertawa dengan ucapan Mas Hamdan."Kenapa kamu ketawa, gak ada yang lucu! Jangan meledekku, Nas!" Mas Hamdan kesal tampak jelas dari raut wajahnya, karena aku menertawakan tuduhannya yang memang tak masuk akal."Nafkah 30 ribu, kamu pikir aku bisa menabung berapa dari uang segitu, Mas, hah?! Kamu pikir yang kamu berikan itu puluhan juta, sampai aku punya uang simpanan dari uangmu. Boro-boro simpanan uang, pas-pasan dan nahan lapar baru benar!" Mas Hamdan mengusap wajahnya. "Terus, apa usahamu bisa punya uang banyak! Serahkan ponselmu, aku ingin lihat!" ia meminta ponselku."Jika kamu ingin periksa ponselku, aku juga ingin lihat ponselmu!" pintaku."Kenapa, gak ada yang aku sembunyikan!" Mas Hamdan menolak permintaanku."Aku dengar dari Mbak Misni, tempo hari dia lihat kamu lagi makan bakso sama Mega. Apa kamu ada hubungan dengan dia, dan makan siang bersama saat jam istirahat?" sebenarnya aku tahu jika Mas Hamdan seperti nya sudah tak setia."Aku juga punya fotomu!" ucapku kembali."Kamu jangan mengada, kami cuma ada kerja sama," Mas Hamdan menggaruk kepalanya."Jika tak ada hubungan apapun, sini aku lihat ponselmu, dan kamu lihat ponselku biar adil!" "Bilang saja kamu yang menyembunyikan sesuatu, dan ingin menjebakku!" Mas Hamdan justru keluar kamar tak berani bicara lagi. Dia bilang menjebak, justru ia yang terjebak. Awas kamu Mas! Sebentar lagi aku akan menggugat cerai. Sudah medit tak setia lagi, sama sekali bukan tipe suami yang harus di pertahankan. Aku paling tak bisa memaafkan sebuah penghianat an.Mas Hamdan kerja di sebuah Bank, aku tak paham posisinya di sana. Tapi yang pernah kudengar Ibu menyebutkan gaji Mas Hamdan sampai di atas 10 juta. Suamiku selama ini tertutup, dan tak ingin menceritakan pekerjaannya padaku. Dia kerja di Bank sudah 3 tahun ini, sebelumnya kerja pada sebuah perusahaan. Jika ada acara atau undangan tak pernah Mas Hamdan mengajakku. Aku mengirim pesan pada Anwar untuk membawa mobil itu ke rumah baru, di sana ada garasi. Malas sekali jika nanti Mas Hamdan datang dan membuat ribut di rumah Ibu hanya karena mobil.Aku juga kemarin tak kepikiran, untuk membeli mobil itu atas nama Ibu. Jika nanti kami bercerai dan Mas Hamdan minta gono gini, karena tahu aku punya bisa jadi masalah. Aku harus sabar, setelah BPKB mobil itu keluar, aku akan balik nama terlebih dahulu. Aku tahu seperti ini, karena kemarin membaca cerbung pada sebuah aplikasi. Menceritakan istrinya di tuntut gono gini, ini yang membuatku menjadi lebih luas wawasan. "Aku cari Anwar, tapi rumah Ibumu kosong. Kemana mereka?" tanya Mas Hamdan yang baru kembali, ternyata ia dari rumah Ibuku. Benar dugaanku. "Tidak tahu, Mas," jawabku sambil menyiapkan sarapan untuk Nisa."Nanti bilang pada Anwar, antarkan mobil itu. Aku berangkat kerja dulu." Mas Hamdan pergi begitu saja.Aku mencebik mendengar ucapannya, siapa dia bisa mengatur, suami menyebalkan.Ibu kuminta untuk memilih 2 cincin dan gelang."Satu saja cincinnya, Nas," "Dua Bu, kan bisa jadi untuk tabungan juga," usai mengantarkan Nisa. Aku mengajak Ibu ke toko emas.Begitulah Ibuku kadang pada anaknya sendiri tak enakan."Mau jual, cincin Bang," ucap seorang wanita yang suaranya tak asing bagiku.Keadaan toko emas juga sedang ramai, itu Mbak Hana dia mau jual cincin. Mbak Hana menatapku sepertinya baru menyadari keberadaan kami. "Semuanya 22 juta, Bu," ucap seorang pegawai toko emas yang melayani kami usai menghitung emas yang kubelikan untuk Ibu.Mbak Hana seperti melongo mendengar nominal yang di sebutkan.Aku mengambil uang cash di dalam tas. Mata Mbak Hana terus memperhatikan, begitu juga temannya yang bernama Erly masih tetangga kami yang menemani dia. "Fix, cuma ju*l diri sih yang bisa menghasilkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat!" celetuk Erly dengan suara cukup kencang.Bab 8Aku mengambil uang cash di dalam tas. Mata Mbak Hana terus memperhatikan, begitu juga temannya yang bernama Erly masih tetangga kami yang menemani dia. "Fix, cuma ju*l diri sih yang bisa menghasilkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat!" celetuk Erly dengan suara cukup kencang."Biar, aku adukan dia pada Hamdan!" Mbak Hana mengeluarkan ponselnya dan ingin memfotoku mungkin."Apa yang kamu lakukan?" tegurku mendekati Mbak Hana usai membayar emas untuk Ibu."Mengadukan kamu pada Hamdan," jawabnya sinis."Apa yang kamu adukan!""Aku katakan jika kamu ju*l diri, untuk membeli emas!" ucapnya lantang. "Plakk...!" aku menampar Mbak Hana karena mulutnya ini tak bisa di maafkan, sampai kapan ia menuduhku demi mentutupi kedengkiannya."Kamu!" Mbak Hana mengangkat tangannya, ingin membalas. Kutahan tangan Mbak Hana dan memelintirnya."Yang kamu katakan adalah fitnah, mau ku laporkan polisi atas pencemaran nama baik!" ancamku."Kamu pikir aku takut akan ancamanmu, polisi tak akan mengu
PoV HamdanNasna belum pulang juga. Usai mandi aku mengambil ponsel untuk menelponnya, semenjak ada uang istriku itu semakin bertingkah! Bahkan tak lalai akan tanggung jawabnya sebagai istri, melawan dan menjawab perkataan. Biasanya Nasna manut dan patuh, sekarang dia berbeda.Ibu lagi dan Mbak Hana yang mengirim pesan, aku membuka sebelum menelpon Nasna.[Ham, kamu nanti kesini abis maghrib ya. Bonusmu berapa semuanya? Ibu gak sabar pakai perhiasan baru.] pesan dari Ibu. Aku scroll pesan sebelumnya tidak jauh dari membahas uang dan minta beli emas karena Nasna membelikan Ibunya emas sampai 22 juta. Mbak Hana yang bilang tadi.Pusing aku memikirkan sumber uang Nasna. Apa yang dia kerjakan? Istriku itu hanya ibu rumah tangga, yang tamat SMA. Selama ini dia tak punya uang jika tak kuberi nafkah, apa benar Nasna gelap hati dan pesugihan jadi kaya mendadak. Tapi dia tak pernah melakukan hal yang mencurigakan, selama ini hanya di rumah saja. Ibu bilang saat itu mematai-matai Nasna. Untuk
PoV NasnaMas Hamdan mengira uangnya hilang, padahal uang itu ada padaku. Beruntung aku cepat ke rumah Ibu membawa uang ini, lebih baik uang ini aku gunakan untuk ke salon dan perawatan. Separuhnya aku tabung untuk Nisa. Anggap saja ini adalah nafkah Mas Hamdan untuk kami yang tertahan selama ini, tapi ini juga kurang jika dia memberikan gajinya padaku. Aku tidak tahu pasti berapa gaji Mas Hamdan perbulan, setidaknya dia memberiku 3 juta perbulan itu sudah cukup untuk kami. Aku tak menuntut hidup mewah, hanya ingin di cukupi untuk sehari-hari dan tidak kekurangan. Sedangkan ia rutin memberi uang pada Ibu dan saudaranya dalam jumlah jutaan. Karena itu aku tak merasa bersalah mencari penghasilan sendiri, aku tidak sanggup lagi. Pernikahan kami sudah 9 tahun dan aku sudah lama bertahan, mengorbankan mental dan perasaanku. Dulu mungkin aku hanya menangis berusaha sabar, tapi kini aku tak akan menangisi lagi nasibku. **Ponselku berdering, tertera nama Mas Hamdan. Pasti dia sedang menca
PoV NasnaDiam-diam aku merekam mereka, menyalakan kamera dan mulai merekam. Bahkan Mas Dion mengecup pipi wanita hamil itu, sambil mengelus perutnya. Wanita itu semakin terlihat manja, dengan suara yang di buat-buat seperti anak kecil yang merengek. Mas Dion tak menyadari keberadaanku. Karena terhalang sekat-sekat baju yang di pajang. Toko ini juga cukup ramai. Tapi aku tak langsung mengirimkan video ini pada Mbak Hana. Jika dia tahu suaminya selingkuh, pasti akan jadi perang dunia di rumah tangga mereka. Apalagi semua harta milik Mas Dion. Jika suaminya memilih wanita itu, bisa-bisa Mbak Hana di depak tak mempunyai apapun. **Sampai malam hari aku masih di rumah Ibu. Rasanya enggan balik ke rumah kontrakan itu, apalagi untuk bertemu Mas Hamdan. Pasti hanya keributan, dan bahas uang lagi. Lebih baik aku menghilang dulu tanpa kabar, sedangkan balik nama BPKB mobil masih butuh waktu 2 bulan lagi. "Mbak, ini Anggi marah-marah chat aku. Dia nanya Mbak ada di mana sekarang," ujar Ririn
PoV NasnaSore ini aku akan pergi melihat Ruko yang akan aku sewa, untuk membuka toko sembako. Aku pergi bersama Anwar dan sekalian minta di antar olehnya. Drttt... Sebuah pesan masuk dari Mbak Misni. [Ini loh suamimu, lagi boncengan sama pelakor!] lapor Mbak Misni sambil mengirim video di bawahnya. Di situ terlihat mereka sedang membeli es tebu. Saat motor kembali melaju. Mega merangkul Mas Hamdan dengan erat dari belakang, mereka tak malu bermesraan di depan umum tanpa memikirkan takut ada yang melihatnya. [Makasih ya Mbak, udah ngasih tahu.] balasku pada Misni dan memasukkan ponsel ke dalam dompet yang berukuran cukup besar.Baru saja aku meninggalkannya dua hari ini Mas Hamdan semakin dekat dengan Mega benarkan apa yang kuduga aku akan mempermudah hubungan mereka Tenang saja Mas aku akan meminta bercerai denganmu aku tiba di ruko yang akan disewakan itu tempatnya cukup strategis dan ramai "Kamu kan Nasna?" ujar Mbak Sonya tersenyum ketika melihatku."Iya mbak," dia adalah kak
POV NasnaSebelum itu aku sempatkan merekam video keadaan kamar, yang masih berantakan."Hamdan..!" Mbak Hana membuka pintu kamar, aku sudah bersembunyi di balik lemari plastik. Pintu kembali tertutup, untung ia tak masuk ke dalam."Halo, Ham. Kamu di mana? Apa gak kerja!""Tapi rumahmu gak di kunci," Mbak Hana sepertinya bicara di telpon dengan Mas Hamdan. Aku berjalan perlahan menuju jendela. Lebih baik aku keluar dari jendela ini, dan cukup rendah. Dengan langkah cepat aku meninggalkan rumah kontrakanku. Berjalan melalui jalan belakang rumah agar Mbak Hana tak melihatku. Aku mengatur nafas karena cukup ngos-ngosan berlari. Untuk saat ini aku menghindar dulu dari keluarga mereka, tapi akan kembali ketika Nisa sudah masuk sekolah. Aku harus bisa tahan dulu hingga BPKP mobil itu beralih nama menjadi milik Ibuku. Tak rela jika Mas Hamdan menuntut gono gini jika mengetahui aku memiliki harta sekarang, sedangkan harta miliknya tak ada yang bisa kutuntut. Rumah saja ngontrak, karena ia
PoV HamdanMbak Hana bilang jika pintuku terbuka. Aku yakin, jika Nasna pulang ke rumah ini, tapi apa yang ia cari. Gawat jika dia masuk ke dalam kamar, sedangkan kamar kondisinya berantakan seperti ini karena semalam aku membawa Mega ke rumah. Itu Lingerie milik Mega. Nasna pasti telah melihatnya jika memang dia kemari, Jika Nasna tahu aku ada hubungan dengan Mega bisa gawat. Lagian kenapa Nasna harus diam-diam datang ke rumah. Di rumah kontrakan ini juga tak ada barang berharga, karena aku juga tak membelikannya perhiasan atau barang mahal lain. Saudaraku sudah berusaha untuk menghubunginya. Tapi Nasna hanya membaca pesan yang dikirimkan oleh Anggi begitupun Mbak Hana. Aku juga sudah berusaha untuk menghubungi Nasna menggunakan nomor baru tadi tetap saja tidak diangkat olehnya.Di mana Istriku itu sekarang, aneh juga rumah ibu mertuaku juga kosong mereka seperti menghilang mendadak. Aku mencoba bertanya pada tetangga tapi mereka tidak ada yang tahu. Apakah begini cara Nasna memb
PoV NasnaMas Hamdan terkejut melihat keberadaanku di rumah. Aku terpaksa pulang terlebih dahulu, karena Nisa akan masuk sekolah seperti biasa. Jika aku tak pulang, bisa saja Mas Hamdan mencari Nisa ke sekolahnya. Aku takut dia mengetahui jika keluargaku telah pindah ke rumah baru. BPKB mobil itu butuh waktu 1 bulan lebih lagi untuk balik nama. "Kamu kemana saja, aku hubungi menggunakan nomor baru tetap tak di balas!" ucap Mas Hamdan ketus menatapku. "Aku ikut ibu, ke rumah saudaranya. Ada hajatan," jawabku asal."Bohong, kamu bahkan sempat menyelinap masuk ke rumah saat aku bekerja kan!" hardiknya."Oh itu, ya aku sempat pulang sebentar mengambil sesuatu, dan aku melihat lingerie berwarna merah. Baru saja 2 hari aku tak pulang, kamu sudah bawa perempuan masuk rumah ini, Mas! Beruntung kalian tak di grebek ya!" ujarku membuat Mas Hamdan mendelik dan tertegun."Omong kosong apa yang kamu katakan!" Mas Hamdan berjalan menuju kamar, seperti menghindar dari ucapanku barusan. Dasar suami