Bab 6Apa-apaan Mas Hamdan. Membuat janji dengan keluarganya, menghinaku kemarin sekarang mau pakai mobil."Jangan hiraukan dia, kita pergi sekarang," aku menggandeng Nisa dan mengajak ibu beserta adikku untuk tetap pergi malam itu juga. Aku tak mau lagi di perlakuan semena-mena. Sekarang aku punya, kesempatan untuk menyenangkan keluarga dan anakku."Apa kamu tuli!" Mas Hamdan semakin meninggikan suaranya."Aku tak peduli dengan urusanmu, kalian bisa naik kendaraan lain atau pinjam mobil pada mertua Mbak Hana," ucapku. Mertua Mbak Hana mempunyai mobil, tapi keluaran lama. Yang kutahu Mbak Hana saja gengsi naik mobil itu."Istri pembangkang!" Mas Hamdan mendekat dan ingin menamparku.Tapi tangan Mas Hamdan di tahan oleh Anwar. "Jangan sakitin Mbak Nasna, Mas!" hardik Anwar."Kamu gak usah ikut campur, berikan kunci itu padaku!" Mas Hamdan justru membentak Anwar.Tapi kami tak menghiraukannya. Anwar menuju mobil."Nasna, hentikan langkahmu!" Mas Hamdan terus berteriak seperti tak malu
Bab 7Jarak tempuh dari Mall ke rumah, ada 1 jam. Aku pulang ke rumah, mobil di bawa oleh Anwar. Besok keluargaku pindah ke rumah baru duluan.Selain rumah baru, aku juga mau menyewa ruko untuk buka usaha. Membuka toko sembako, cita-citaku ingin mempunyai minimarket, sekarang toko sembako dulu tak apa secara bertahap. Rumah terkunci, untuk aku bawa kunci serap. Sepertinya mas Hamdan jadi pergi, bersama keluarganya. Nisa tertidur, kuusap lembut wajah putri kecilku. Kenapa Mas Hamdan pada Nisa saja tak perhatian, padahal Nisa putri kandungnya. Soal makanan saja ia tak mau mengalah pada anak sendiri.Banyak spam chat dari Mbak Hana dan aku memilih untuk menghapus tanpa membacanya. Aku membuka blokir Mas Hamdan. Aku melihat nominal yang aku dapatkan dari afiliate. Alhamdulillah bulan ini tembus puluhan juta, untuk promosi aku menggunakan akun kedua yang tidak berteman dengan orang-orang di dunia nyata termasuk saudara Mas Hamdan. Aku lebih nyaman seperti itu, untuk promosi juga aku sud
Bab 8Aku mengambil uang cash di dalam tas. Mata Mbak Hana terus memperhatikan, begitu juga temannya yang bernama Erly masih tetangga kami yang menemani dia. "Fix, cuma ju*l diri sih yang bisa menghasilkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat!" celetuk Erly dengan suara cukup kencang."Biar, aku adukan dia pada Hamdan!" Mbak Hana mengeluarkan ponselnya dan ingin memfotoku mungkin."Apa yang kamu lakukan?" tegurku mendekati Mbak Hana usai membayar emas untuk Ibu."Mengadukan kamu pada Hamdan," jawabnya sinis."Apa yang kamu adukan!""Aku katakan jika kamu ju*l diri, untuk membeli emas!" ucapnya lantang. "Plakk...!" aku menampar Mbak Hana karena mulutnya ini tak bisa di maafkan, sampai kapan ia menuduhku demi mentutupi kedengkiannya."Kamu!" Mbak Hana mengangkat tangannya, ingin membalas. Kutahan tangan Mbak Hana dan memelintirnya."Yang kamu katakan adalah fitnah, mau ku laporkan polisi atas pencemaran nama baik!" ancamku."Kamu pikir aku takut akan ancamanmu, polisi tak akan mengu
PoV HamdanNasna belum pulang juga. Usai mandi aku mengambil ponsel untuk menelponnya, semenjak ada uang istriku itu semakin bertingkah! Bahkan tak lalai akan tanggung jawabnya sebagai istri, melawan dan menjawab perkataan. Biasanya Nasna manut dan patuh, sekarang dia berbeda.Ibu lagi dan Mbak Hana yang mengirim pesan, aku membuka sebelum menelpon Nasna.[Ham, kamu nanti kesini abis maghrib ya. Bonusmu berapa semuanya? Ibu gak sabar pakai perhiasan baru.] pesan dari Ibu. Aku scroll pesan sebelumnya tidak jauh dari membahas uang dan minta beli emas karena Nasna membelikan Ibunya emas sampai 22 juta. Mbak Hana yang bilang tadi.Pusing aku memikirkan sumber uang Nasna. Apa yang dia kerjakan? Istriku itu hanya ibu rumah tangga, yang tamat SMA. Selama ini dia tak punya uang jika tak kuberi nafkah, apa benar Nasna gelap hati dan pesugihan jadi kaya mendadak. Tapi dia tak pernah melakukan hal yang mencurigakan, selama ini hanya di rumah saja. Ibu bilang saat itu mematai-matai Nasna. Untuk
PoV NasnaMas Hamdan mengira uangnya hilang, padahal uang itu ada padaku. Beruntung aku cepat ke rumah Ibu membawa uang ini, lebih baik uang ini aku gunakan untuk ke salon dan perawatan. Separuhnya aku tabung untuk Nisa. Anggap saja ini adalah nafkah Mas Hamdan untuk kami yang tertahan selama ini, tapi ini juga kurang jika dia memberikan gajinya padaku. Aku tidak tahu pasti berapa gaji Mas Hamdan perbulan, setidaknya dia memberiku 3 juta perbulan itu sudah cukup untuk kami. Aku tak menuntut hidup mewah, hanya ingin di cukupi untuk sehari-hari dan tidak kekurangan. Sedangkan ia rutin memberi uang pada Ibu dan saudaranya dalam jumlah jutaan. Karena itu aku tak merasa bersalah mencari penghasilan sendiri, aku tidak sanggup lagi. Pernikahan kami sudah 9 tahun dan aku sudah lama bertahan, mengorbankan mental dan perasaanku. Dulu mungkin aku hanya menangis berusaha sabar, tapi kini aku tak akan menangisi lagi nasibku. **Ponselku berdering, tertera nama Mas Hamdan. Pasti dia sedang menca
PoV NasnaDiam-diam aku merekam mereka, menyalakan kamera dan mulai merekam. Bahkan Mas Dion mengecup pipi wanita hamil itu, sambil mengelus perutnya. Wanita itu semakin terlihat manja, dengan suara yang di buat-buat seperti anak kecil yang merengek. Mas Dion tak menyadari keberadaanku. Karena terhalang sekat-sekat baju yang di pajang. Toko ini juga cukup ramai. Tapi aku tak langsung mengirimkan video ini pada Mbak Hana. Jika dia tahu suaminya selingkuh, pasti akan jadi perang dunia di rumah tangga mereka. Apalagi semua harta milik Mas Dion. Jika suaminya memilih wanita itu, bisa-bisa Mbak Hana di depak tak mempunyai apapun. **Sampai malam hari aku masih di rumah Ibu. Rasanya enggan balik ke rumah kontrakan itu, apalagi untuk bertemu Mas Hamdan. Pasti hanya keributan, dan bahas uang lagi. Lebih baik aku menghilang dulu tanpa kabar, sedangkan balik nama BPKB mobil masih butuh waktu 2 bulan lagi. "Mbak, ini Anggi marah-marah chat aku. Dia nanya Mbak ada di mana sekarang," ujar Ririn
PoV NasnaSore ini aku akan pergi melihat Ruko yang akan aku sewa, untuk membuka toko sembako. Aku pergi bersama Anwar dan sekalian minta di antar olehnya. Drttt... Sebuah pesan masuk dari Mbak Misni. [Ini loh suamimu, lagi boncengan sama pelakor!] lapor Mbak Misni sambil mengirim video di bawahnya. Di situ terlihat mereka sedang membeli es tebu. Saat motor kembali melaju. Mega merangkul Mas Hamdan dengan erat dari belakang, mereka tak malu bermesraan di depan umum tanpa memikirkan takut ada yang melihatnya. [Makasih ya Mbak, udah ngasih tahu.] balasku pada Misni dan memasukkan ponsel ke dalam dompet yang berukuran cukup besar.Baru saja aku meninggalkannya dua hari ini Mas Hamdan semakin dekat dengan Mega benarkan apa yang kuduga aku akan mempermudah hubungan mereka Tenang saja Mas aku akan meminta bercerai denganmu aku tiba di ruko yang akan disewakan itu tempatnya cukup strategis dan ramai "Kamu kan Nasna?" ujar Mbak Sonya tersenyum ketika melihatku."Iya mbak," dia adalah kak
POV NasnaSebelum itu aku sempatkan merekam video keadaan kamar, yang masih berantakan."Hamdan..!" Mbak Hana membuka pintu kamar, aku sudah bersembunyi di balik lemari plastik. Pintu kembali tertutup, untung ia tak masuk ke dalam."Halo, Ham. Kamu di mana? Apa gak kerja!""Tapi rumahmu gak di kunci," Mbak Hana sepertinya bicara di telpon dengan Mas Hamdan. Aku berjalan perlahan menuju jendela. Lebih baik aku keluar dari jendela ini, dan cukup rendah. Dengan langkah cepat aku meninggalkan rumah kontrakanku. Berjalan melalui jalan belakang rumah agar Mbak Hana tak melihatku. Aku mengatur nafas karena cukup ngos-ngosan berlari. Untuk saat ini aku menghindar dulu dari keluarga mereka, tapi akan kembali ketika Nisa sudah masuk sekolah. Aku harus bisa tahan dulu hingga BPKP mobil itu beralih nama menjadi milik Ibuku. Tak rela jika Mas Hamdan menuntut gono gini jika mengetahui aku memiliki harta sekarang, sedangkan harta miliknya tak ada yang bisa kutuntut. Rumah saja ngontrak, karena ia