"Shen?"Panggilan Lara memecah sejenak hening yang tercipta setelah Shenina bertanya, 'Papa kenapa menangis' kepada Alex yang ada di kamar.Lara berlari ke dalam, memasuki kamar dan menemukan Shenina yang berdiri di sebelah Alex."Shen jangan masuk ke kamar orang sembarangan, Sayang!" tegur Lara pada Shenina. Tidak enak karena anak gadisnya itu masuk ke kamar Alex dan lepas dari pengawasan Lara yang tadi sedang mengantar Neo pergi ke kamar yang akan mereka gunakan untuk tidur."Shen cuma mau ketemu papa, Mama."Dia menjawab Lara dengan menahan tangis karena merasa Lara sedang memarahinya di depan Alex."Tidak apa-apa, Lara. Shenina baru saja membantuku mengambilkan salep lukaku yang jatuh kok. Jangan memarahinya!" ucap Alex seraya menunjukkan salep yang ada dia bawa."Dia juga mau membantuku. Tidak ada hal yang buruk yang dia lakukan."Pembelaan Alex membuat Lara menyesal kenapa dia bicara sedikit lantang pada Shenina. Bahkan bisa dibilang membentaknya.Anak gadisnya itu meradang, di
Atas permintaan dari Shenina, mereka pindah ke rumah Alex. Tadinya Lara menolak karena Neo tidak sebegitu senangnya.Tapi, saudara perempuan kembarnya yang lahir hanya jeda lima menit itu berhasil membujuknya dengan mengatakan jika mereka akan diajak pergi jalan-jalan besok oleh paman Ibra.Entah apa yang dijanjikan Alex pada Shenina. Tapi sepertinya dia sedang bekerja keras mengambil hati Neo.Sampai sekarang, Neo masih belum mau memanggil Alex sebagai 'papa' melainkan dengan 'paman.'Lara juga tidak akan memaksanya mengubah cara panggilnya terhadap Alex.Karena Lara tidak punya hak untuk memaksa.Neo bisa menilainya sendiri. Atau memperkirakan kapan dia mau memanggil Alex sebagai 'papa' karena memang selama ini Alex tidak berperan menjadi papa.Alex lah yang harus meyakinkan Neo bahwa dia bisa menjadi papa yang baik.Dan pagi ini, Lara sudah bersiap untuk pergi bekerja. Bersama dengan Neo dan Shenina yang sekalian berangkat sekolah dengannya.Kepergian mereka dilihat oleh Alex yang a
"Kenapa Dokter Karel lakukan itu?"Lara tentu saja terkejut mendengar yang dikatakan oleh Karel.Dia menolak perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya? Untuk bersama dengan Lara?Padahal Lara tahu betul jika wanita yang dijodohkan dengan Karel itu adalah putri seorang bisnisman yang terpandang.Karel penah bercerita sesekali tentangnya. Siapa dia, dari mana asalnya, pendidikannya yang baik dan keluarganya yang tak bisa dipandang sebelah mata.Dan dia menolaknya? Demi agar Lara menerima lamarannya?Lara yang bukan siapa-siapa ini?"Kenapa memangnya, Lara?"Mata Lara terpejam dengan tak berdaya. Saat memandang Karel, lelaki itu masihlah lelaki yang sama yang matanya damai dalam teguh.Dia adalah lelaki yang bisa Lara percaya. Namun ....Tidak untuk mereka yang menikah.Tidak untuk menerima lamarannya "Dokter Karel sadar dengan apa yang kamu lakukan ini?""Iya, tentu saja. Dan berhentilah memanggilku terlalu formal dengan 'dokter Karel' seperti itu. Sudah lebih dari lima tahun tapi
Tatapan mata Alex jelas tidak terima saat Lara menyebutnya sebagai 'bayi besar.'"Lalu apa memangnya kalau bukan bayi besar?"Lara mendorong kursi roda Alex menjauhi dapur. Membawanya ke ruang tengah di mana ada mainan Neo dan Shenina yang ada di sana sedangkan dua anak kembar Lara itu sedang dia minta untuk menyiapkan buku yang akan mereka bawa ke sekolah besok. "Apa tidak ada perumpamaan lain yang bisa kamu katakan?"Alex memutar kepalanya menghadap pada Lara yang berjalan di belakangnya."Tidak ada. Bayi besar itu sudah perumpamaan yang paling benar.""Kenapa?""Kamu tidak mau mengaku?""Apa?""Kamu ke mana-mana dibantu, 'kan? Ke kamar mandi, berjalan, duduk, makan, semuanya perlu bantuan orang lain. Apa lagi memangnya panggilan yang benar selain bayi besar?""Jadi bagimu aku ini bayi besar?""Iya. Merepotkan orang.""Bayi itu merepotkan?""Iya. Mereka membutuhkan bantuan orang dewasa ke mana-mana. Persis kamu. Tunggu, kamu tidak tahu kalau bayi itu merepotkan? Jelas, karena kamu t
"Bicara apa kamu?"Lara tidak habis pikir dengan yang baru saja dikatakan oleh lelaki ini.Yang malah memasang wajah tanpa dosanya bahkan setelah dia mengatakan agar mereka tidur bersama di depan Ibra dan juga di depan anak-anaknya."Tidur bersama, Lara. Dengan anak-anak juga. Tadi mereka yang bilang biar kita tidur bersama.""Bohong!" tuduh Lara karena bisa saja Alex berbohong.Tidak ada yang menjamin apa yang diminta oleh Neo dan Shenina itu bukan karena pengaruhnya."Iya, Mama. Shen sama kakak Neo yang minta," kata Shenina membantah keraguan Lara.Lara memutar kepalanya pada Alex yang mengangkat sekilas bahunya, seolah jika dia bicara dia akan mengatakan, 'Aku bilang juga apa!'"Mama mau, 'kan?" tanya Shenina dengan kedua matanua yang berbinar.Sedangkan Neo tak terbebani dengan apapun jawaban yang Lara berikan karena satu hal yang dia pikirkan sekarang ini adalah dia dan donat gula."Ini hanya tidur biasa kok, Lara. Memangnya kamu memikirkan tidur yang seperti apa?" tanya Alex deng
Apa yang dikatakan oleh Alex membuat Lara habis hatinya.Menatap Alex yang sedang berlutut di depannya telah mengusik Lara dengan rasa bersalah yang besar karena sampai saat ini, Lara tidak benar-benar memberinya maaf secara tulus."Aku tahu kamu pasti akan pergi dari sini saat keadaanku membaik, 'kan?"Lara tidak tahu dari mana Alex mendapat kesimpulan seperti itu.Tapi yang dia katakan itu bisa jadi benar. Saat Alex sembuh, mungkin Lara akan pergi dari sisinya? Entahlah ... Lara tidak tahu.Dia belum berpikir sampai ke sana.Tapi, jika Alex mengatakan demikian, artinya dia telah mengkhawatirkan masa depan jauh lebih besar daripada Lara.Mengamati tangan Alex yang menggenggamnya, Lara semakin tak karuan rasa hatinya.Kakinya seperti kehilangan keseimbangan dengan ikut berlutut di depan Alex. Mereka sama-sama duduk di atas lantai kamar yang dingin.Yang membuka lebar mata Lara bahwa kehidupan seseorang tidak ada yang tahu akan menjadi seperti apa.Karena di sini dulu, adalah kamar di m
"Berhentilah mengatakan hal seperti ini, Alex! Pergi kamu dari atasku atau aku akan menendangmu sampai barang yang tegak itu tidak akan berfungsi lagi."Ancaman dari Lara membuat Alex dengan cepat menghindari Lara.Dia berguling ke samping kanan dan telentang memandangi langit-langit.Niat menggoda Lara ternyata dia sendiri yang kena serangan mental.Lara bergegas bangun, merapikan rambutnya dan mengambil tas Neo serta milik Shenina lalu berlari pergi meninggalkan kamar Alex.Menyisakan Alex yang memejamkan matanya di sini, di atas ranjang. Dengan kepala yang pusing karena dia tak menemukan cara agar Lara jatuh cinta kembali padanya.Lara yang keluar dari kamar Alex dapat disaksikan oleh Ibra. Kedua alisnya berkerut melihat Lara yang merapikan rambutnya dan berlari seolah kamar Alex adalah tempat yang membuatnya melewati rumah hantu."Apa? Apa yang baru terjadi di dalam sana? Kenapa Lara lari-lari begitu?"Ibra curiga. Tapi seringai terbit di salah satu sudut bibirnya dengan niatan un
Alex memejamkan matanya dan berharap Lara akan mengakhiri kebenciannya dengan benar-brnar berakhir tanpa meninggalkan bekas apapun.Setidaknya ... itu dengan sebuah kecupan yang manis.Tapi tidak!Bukan kecupan yang manis yang mendarat di bibirnya, tapi dia merasakan jemari tangan Lara yang menyentuh wajahnya.Membuat Alex membuka matanya dengan cepat karena dia mendengar Lara mengatakan,"Ambillah tisu setelah makan. Kamu jadi belepotan kayak Neo dan Shenina."Lara menarik wajahnya dari Alex yang berdeham tidak nyaman. Sekaligus malu karena berpikir Lara akan menciumnya."A-ada sisa makanan di pipiku?" tanyanya seraya meraba pipinya."Ya, ada kejunya.""A-akan aku usap dengan tisu kalau selesai makan," tanggapnya simpul, tak ingin membantah Lara.Lalu setelahnya, Alex mendengar derap lari Neo dan Shenina yang menghampiri mereka.Lalu pergilah Lara mengantar anak-anaknya untuk ke sekolah.Di playgroup yang sama, masih belum berubah karena Lara berpikir, perundungan verbal yang diterim