Ternyata benar kata pepatah, jika kita kaya saudara kita akan banyak. Semenjak aku jadi janda yang kaya raya, hampir tiap hari selalu saja ada tamu yang datang, bahkan sepupu jauh yang selama ini tidak pernah bertemu tiba-tiba datang mengaku saudara. Tentu saja aku sambut dengan baik.Erianto, mantan suamiku itu jadi dilema tersendiri bagiku. Di satu sisi aku tak ingin dekat-dekat dengannya lagi. Seperti kata pepatah buanglah mantan pada tempatnya. Akan tetapi dia selalu datang. Tak pernah lagi minta duit memang. Tapi dia selalu baik kepada anak-anak. Yang memang anaknya.Seperti hari itu ada jadwal panen di kebun, aku yang sudah tiga minggu setelah melahirkan, coba berjalan keluar rumah, melihat-lihat orang yang panen. Ternyata ada Irianto. Aku melihat dia lagi melangsir sawit yang sudah selesai dipanen. Kasihan juga melihatnya, kebun ini dulu dibukanya semenjak dari lahan gambut, sampai jadi lahan
Pengacara itu menatapku dengan tetapan tajam, mungkin dia tidak menyangka aku bisa bicara seperti ini. Untuk beberapa saat dia masih terdiam."Bagaimana, katakan saja begitu pada Helen," kataku lagi."Kamu memang pintar-pintar bodoh, jika dia mengaku tentu saja dia di penjara, bisa saja di penjara seumur hidup dengan tuduhan pembunuhan berencana, Untuk Apa lagi harta yang banyak jika di penjara seumur hidup," kata pengacara tersebut."Kamu tahu juga rupanya," kataku kemudian.Pria itu kembali bicara melalui HP, sepertinya bicara dengan Helen yang entah di mana. Beberapa Saat kemudian."Ini tawaran terakhir dari Helen, seluruh harta yang tersisa dibagi dua, setengah untukmu setengah untuk klien saya, ini orang terakhir, kita tak perlu lagi ke pengadilan cukup seluruh harta di
Pengacara itu menatapku dengan tetapan tajam, mungkin dia tidak menyangka aku bisa bicara seperti ini. Untuk beberapa saat dia masih terdiam."Bagaimana, katakan saja begitu pada Helen," kataku lagi."Kamu memang pintar-pintar bodoh, jika dia mengaku tentu saja dia di penjara, bisa saja di penjara seumur hidup dengan tuduhan pembunuhan berencana, Untuk Apa lagi harta yang banyak jika di penjara seumur hidup," kata pengacara tersebut."Kamu tahu juga rupanya," kataku kemudian.Pria itu kembali bicara melalui HP, sepertinya bicara dengan Helen yang entah di mana. Beberapa Saat kemudian."Ini tawaran terakhir dari Helen, seluruh harta yang tersisa dibagi dua, setengah untukmu setengah untuk klien saya, ini orang terakhir, kita tak perlu lagi ke pengadilan cukup seluruh harta di
Sebagai janda kaya raya dengan tiga anak, usia yang masih 30-an tahun, banyak juga yang coba menggoda dan melamarku. Mulai dari yang masih brondong sampai yang sudah tua sudah pernah mencoba untuk mendekatiku. Akan tetapi aku selalu menolak. Padahal jujur dalam hati, aku masih butuh laki-laki.Aku mau menikah jika ada yang lebih baik dari Pak Ardiansyah, atau minimal sebaik Pak Ardiansyah. Sampai hari ini belum ada, 3 tahun lebih sudah aku menjanda.Ternyata sendiri itu lelah juga, biarpun banyak harta biarpun aku bisa menyuruh siapa saja, akan tetapi jika malam tiba aku tetap kesepian. Aku butuh tempat curhat. Suatu hari aku lagi sibuk di depan rumah mengurus taman bunga, depan rumahku memang ku sulap jadi taman bunga. Terdengar suara salam di pintu pagar. Seorang asisten Rumah tanggaku langsung berlari kecil membuka pintu tersebut."Siapa, Bu?" Aku berteriak be
Basron berdiri sambil memegang senjata mirip pistol, saat dia jadi security di perusahaan, memang bersenjata dengan senjata airsoft gun. Apakah dia masih menyimpannya.Seorang ART-ku lalu keluar dari kamarnya, aku langsung memerintahkan ART-ku tersebut memeriksa anak-anak."Apa yang kau mau, Basron?" Kataku kemudian."Aku hanya menagih hutang," kata Basron."Begini cara kamu nagih hutang?" aku membentak, berharap suaraku didengar sekuriti yang biasanya selalu berjaga-jaga di gerbang."Aku sudah minta baik-baik," kata Basron lagi."Baiklah berapa yang kau minta?" Kataku kemudian."Aku tidak kemaruk, hanya minta modal rp50 juta, biar aku pergi dari sini," kata Basron."Baiklah,
"Pokoknya jangan mau yang sama yang belum disunat, Taing, andaipun dia mau disunat, dia disunat karena apa? Karena Tuhan atau karena kamu?," begitu kata ibukuAku jadi ragu untuk menerima investor dari China tersebut. Perkataan ibuku yang sederhana itu seakan membuka pikiranku. Mereka memang sengaja mengutus seorang pemuda tampan dan memanfaatkan kejandaanku untuk bisa memuluskan kerjasama bisnis ini."Kurasa aku tidak bisa menerima kerjasama itu, Bu," kataku pada Bu Kades. Saat itu kami lagi sarapan bersama di kantin sekolah."Kenapa, Mak Doly?""Aku ragu, Bu,""Padahal di desa lain orang berlomba-lomba menawarkan tanahnya untuk investor, kamu malah menolaknya," kata Bu Kades."Aku merasa ada udang di balik batu, Bu," kataku
Membalas Suami Perhitungan"Bang, Bang Imron dan mamak mau pinjam uang," kataku pada suami, saat itu kami lagi santai di depan TV. "Minjam? berapa, buat apa?" jawab suami."Dua juta, Bang, katanya mau berobat ke Medan, dirujuk dari rumah sakit sini," jawabku kemudian. Mamak sakit mata, penglihatannya kabur, beliau hanya bisa melihat tiga meter ke depan. Sudah berobat di Puskesmas sampai rumah sakit kota, tapi dirujuk ke rumah sakit khusus mata' di kota Medan."Tapi kan mamak pake BPJS?" kata suami lagi."Benar, Bang, tapi kan ongkos ke Medan dan biaya di sana," jawabku kemudian."Kok banyak kali sampai dua juta?""Bang Imron ikut, Bang," jawabku kemudian. Bang Imron adalah abangku yang tertua, "Itulah anak gak berbakti itu, masa Ibunya sakit mata dia gak tanggung jawab " jawaban suami mulai menyakitkan."Ngertilah, Bang, kan Bang Imron lagi susah," jawabku kemudian.Aku benar-benar tak punya uang lagi, selama berobat di sini, Akulah yang tangung semua, tanpa sepengetahuan suami
Suami melongo, dia masih berdiri di depanku, uang sudah berserakan di lantai. Aku benar-benar lepas kendali. Selama ini aku sudah berusaha jadi istri yang penurut dan sabar. Akan tetapi semenjak ibuku sakit, semuanya rasanya berubah. Dua saudaraku seperti tak mampu. Semua mengharap padaku.Uang itu malah tetap berserakan di lantai sampai pagi hari, aku sudah marah, suami pun marah. "Dek, masih warasnya kau?" suami malah seperti mengejek, saat itu aku hendak mengantar anakku sekolah. Sementara uang masih tetap berserakan di lantai."Aku masih waras, Bang, waras kali pun, kalau Abang mau perhitungan, ya itu tadi, hitungan gajiku," kataku kemudian."Udah, sana antar si Doly," jawab suami. Doly adalah anak sulungku yang masih jelas satu SD."Oh ya, berapa ongkos ojek ke sekolah tiap hari? bayar juga itu," kataku lagi."Astaghfirullah, sudah gila kau, Dek?" "Ayolah, Mak, nanti terlambat," kata Doly, aku akhirnya menghidupkan motor matic tua tersebut, akan tetapi aku teringat sesuatu, tak