“Kemarilah, ikut aku!”Elea menggeret tangan Hugo dengan paksa. Dia kemudian membawa pria itu menuju ke luar ruangan supaya anak-anaknya tidak melihat hal yang tidak seharusnya mereka lihat. Sesampainya di tempat yang aman dan cukup sepi, barulah Elea meledakkan seluruh emosinya yang sempat tertahan. “Kenapa bisa aku sampai tertangkap oleh paparazi begitu?! Apa kau tidak memerintahkan pengawalmu dengan benar?!” berang Elea. Namun, kening Hugo malah mengernyit. Dia tidak tahu, kenapa wanita itu protes seperti tak terima begini? “Memang apa salahnya? Kau istriku,” balas Hugo singkat. Mendengar itu, emosi Elea semakin bertambah besar. Dia bahkan memukul lengan Hugo dengan keras tanpa sadar. Ya, meski itu tidak akan memberi efek apa pun padanya. “Aku bukanlah istrimu! Aku hanyalah wanita yang menjadi tawananmu!” sergah Elea. Lantas, wanita itu maju selangkah dan mengatakan sesuatu kembali, tepat di depan wajah Hugo. “Jikalau kau tidak mengancam dengan menggunakan anak-anakku, maka ak
“Ayo, pulang. Ini sudah larut malam.”Hugo mengajak Elea dan Axel untuk meninggalkan rumah sakit dan pergi ke mansion. Kebetulan, Angel juga sudah tidur. Namun, Elea malah pergi ke sofa sambil menggendong Axel. Dia tidak menghiraukan ucapan Hugo barusan. Hal ini membuat mood pria itu semakin bertambah buruk. “El …” panggil Hugo pelan. Namun, sang empunya yang dipanggil masih tidak menjawab. “Jika kau tidak mau pulang, terserah! Tapi, biarkan aku membawa Axel untuk pu–“ ucapan Hugo terpotong karena Elea tiba-tiba menatapnya dengan tajam. Wanita itu menaruh sebentar Axel yang sudah pulas ke atas sofa. Setelah itu, dia berjalan mendekat ke arah Hugo dengan langkah tegas. “Kenapa kau yang malah jadi sibuk sendiri dengan anak-anakku? Aku ibunya! Jangan berlagak sok jadi ayah ketika kau sendiri sebenarnya tidak mau menerima putra dan putriku!” sembur Elea. “Hentikan sandiwaramu sekarang juga!” imbuhnya lagi. Mendengar hal tersebut, rahang Hugo pun mengeras. Dia mengepalkan tangannya e
“Halo, bagaimana? Apa Elea sudah di mansion sekarang?” Hugo bertanya pada seseorang yang ada di seberang telepon. “Sudah, Tuan. Saya sudah menyuruh Tores untuk menjemput mereka tadi,” jawab Jay.Setelah mengatakan itu, tanpa aba-aba Hugo langsung menutup panggilannya. Pria tersebut lantas menyandarkan punggungnya ke kursi seraya menghela napas kasar. Sebenarnya, dia tadi ingin sekali menjemput Elea dan kedua anaknya. Hugo merasa rindu dengan mereka. Namun, ego dan dirinya sudah menyatu layaknya batang dengan akar. Sangat susah untuk terpisah. Di tengah kekalutannya, tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu ruangan. Hugo langsung mengatur posisi menjadi siap sambil berkata, “Masuk!”Akhirnya, pintu pun terbuka dan menampilkan sosok Beatrice Migelda–sekretaris Hugo. Wanita itu mulai melangkahkan kaki jenjangnya untuk memasuki ruangan. Pakaian yang dikenakannya hari ini sangatlah tidak menunjukkan kesopanan sama sekali. Bagaimana bisa dia pergi ke kantor dengan mengenakan mini dres
“Di mana Elea?” Hugo berjalan mendekat ke arah Aria yang hendak pergi ke dapur. Kemudian, wanita itu memberi salam dan membungkuk dengan hormat pada tuannya. “Nyonya Elea sedang berada di kamar bersama anak-anak. Tadi saya sudah mengatakan bahwa beliau akan berada di satu kamar bersama Anda. Namun, nyonya menolaknya,” jelas Aria. Mendengar itu, Hugo hanya mengangguk pelan. Lalu, dia pun berlalu dari hadapan sang pelayan tanpa mengatakan apa pun. Baginya, hal tersebut tidaklah penting dan buang-buang waktu. Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya Hugo sampai di depan kamar anak-anak Elea. Tanpa berpikir panjang, pria itu langsung menyelonong masuk. Elea yang sedang menata barang pun sontak terlonjak. Mata ambernya seketika menatap tajam ke arah Hugo. “Apa kau tidak bisa mengetuk pintu terlebih dahulu?” tanya Elea dengan kesal. Namun, Hugo tak menjawab pertanyaan tersebut. Dia malah balik bertanya. “Kenapa kau tidak mau tidur denganku?” serobotnya. Mulut Elea seketika menganga s
“Mommy! Mommy!”Angel berteriak sambil menangis karena tak melihat keberadaan Elea sama sekali di kamar. Teriakannya tersebut berhasil membuat Axel ikut terbangun. “Hei, ada apa denganmu?” tanya Axel yang masih mencoba mengumpulkan kesadarannya. Angel mengusap air matanya kasar. “Mom–Mommy tidak ada, Kak. Apa Mommy meninggalkanku?” balasnya, tapi malah balik bertanya.Axel pun berdecak pelan dan turun dari ranjang. Anak tersebut mencoba untuk mencari keberadaan Elea di luar. “Tunggu di sini dan jangan ke mana-mana! Aku akan segera kembali,” pinta Axel pada sang adik. Lantas, Angel pun membalasnya dengan anggukan kecil. Axel membuka pintu dengan perlahan dan mulai keluar dari kamar. Dia kemudian celingak-celinguk seperti orang kebingungan. Ya, bagaimana tidak kebingungan, kalau di sekitar kamar mereka ada 7 pintu lain yang tertutup rapat. “Ck, ini rumah atau hotel sebenarnya? Kenapa pintu kamarnya banyak sekali?” gerutu Axel dalam hati. Namun, anak laki-laki tersebut tetap melanj
"Ku–kumohon, jangan sentuh aku! Biarkan aku pergi dari sini!" teriak Elea.Gadis itu mencoba mendorong Hugo yang sedang menciumi bibir dan lekuk lehernya. Namun sayang, pria tersebut malah semakin merapatkan tubuhnya pada Elea. Celah untuk kabur pun tampaknya hanyalah angan belaka.Aktivitas Elea yang tadinya tenang tanpa gangguan, sekarang malah berubah menjadi petaka. Hal tersebut dikarenakan ada seorang pria–yang tak lain adalah suami Elea sendiri–Damian Hugo d'Cornelius masuk ke kamarnya. Parahnya lagi, pria itu masuk dalam keadaan mabuk."Chloe...," racau Hugo tak jelas.Mendengar sang suami menyebut nama istri pertamanya, mata Elea pun langsung membelalak. Kemudian, dia mulai memukuli bahu pria itu. "Tidak, tidak! Aku bukan Chloe! Aku Elea, orang yang kau benci!" sergah Elea.Sayangnya, Hugo malah menulikan telinganya. Tangan besarnya pun terangkat dan mengelus pelan setiap inci wajah Elea. Rasa geli sekaligus takut langsung menggerayangi tubuh gadis itu.Namun, Elea segera memb
Tiga minggu pun telah berlalu sejak kejadian kelam itu terjadi. Banyak sekali perubahan yang signifikan. Tubuh Elea sudah tidak sekuat sebelumnya. Akhir-akhir ini, wajahnya sangat pucat dan juga mudah lelah. Hal tersebut membuat rasa curiga dari Chloe sangatlah besar.Pagi ini, wanita itu berinisiatif untuk memeriksa keadaan Elea sambil membawa sebuah kantong plastik. Saat melangkah masuk ke kamar Elea, telinga Chloe dapat mendengar jelas suara orang muntah-muntah di kamar mandi. Dengan cepat, dia pun berjalan ke arah sana dan membuka pintunya paksa.Saat pintu kamar mandi sudah terbuka lebar, netra cokelat Chloe melempar tatapan tajam ke arah Elea yang terduduk di lantai. Tangannya pun mengepal kuat ketika melihat keadaan wanita itu. "Jangan coba-coba untuk bersandiwara di depanku dengan berpura-pura sakit! Asalkan kau tahu, tidak akan ada yang bersimpati denganmu di sini. Wanita kotor sepertimu seharusnya tidak pantas berada di tempat ini!" cerca Chloe seraya melempar kantong plast
Sebuah mobil Rolls Royce memasuki pekarangan mansion Hugo. Ternyata itu adalah mobil George dan Melda–orang tua Hugo. Mereka datang berkunjung karena ada urusan yang cukup penting.Setelah memarkirkan mobil, George dan Melda berjalan masuk ke dalam mansion. Namun, perjalanan mereka berhenti di ruang tengah. Di sana, sudah terlihat Hugo duduk di sofa bersama Chloe."Ada urusan apa kau memanggil kami berdua ke sini, Nak? Dan di mana Elea?" tanya Melda beruntun. Pertanyaannya barusan membuat wajah Hugo dan Chloe mendadak muram."Cepat panggilkan Elea!" perintah Chloe pada seorang pelayan. Sesaat setelah itu, tidak ada yang membuka pembicaraan lagi. Sampai akhirnya, pelayan yang diutus oleh Chloe tadi kembali.Wajah pelayan itu terlihat sangat pucat. "Nona Elea tidak ada di kamarnya, Nyonya. Saya sudah mencari ke seluruh ruangan, tapi saya tidak menemukan apa pun," ujarnya sambil mengatur napas. Semua orang yang ada di ruang tengah pun langsung terlonjak. "Ke mana dia pergi? Oh, atau jan