Terik matahari menyilaukan mata Farissa yang baru saja terbangun dari tidurnya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Setelah matanya terbuka sempurna, ia melihat Aurin sedang mengikat gorden."Bangun, Nak. Sudah pagi," ucap Aurin.Farissa meregangkan otot-ototnya yang kaku. Ia menguap lalu mendudukkan dirinya."Mandi lalu sarapan. Tadi Roy sudah telfon Mama, dia bilang kalau bakal jemput kamu jam sembilan. Tadi Roy udah nelfon kamu tapi tidak diangkat. Gimana mau ngangkat kalau kamunya aja masih tidur," ujar Aurin.Mandi? Itu adalah kegiatan yang dilakukan Farissa sebulan yang lalu. Iya, dia sudah tidak mandi selama sebulanan lebih.Farissa hanya terdiam sambil memperhatikan Aurin yang keluar kamar. Farissa bengong, tadi malam adalah pertama kalinya ia tertidur nyenyak setelah sekian lama.Farissa beranjak dari kasur. Dia berjalan menuju lemari besar milik Marissa. Ia membuka lemari itu dan tampaklah ratusan pakaian milik Marissa. Farissa tercengang melihatnya.Itu sangat berbanding
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya Roy dan Farissa sampai di mall. Farissa turun dari motor dengan hati-hati. Ia lalu hanya terdiam melihat Roy turun dari motor dan membuka helm.Roy mengernyit melihat Farissa hanya diam seperti patung. "Kenapa gak dicopot helmnya?" tanyanya.Farissa menggeleng. "Gak bisa."Roy tambah bingung dengan pengakuan Farissa. "Kamu pasti cuma alasan aja 'kan biar aku bukain? Biasanya juga nyopot helm sendiri."Farissa hanya diam dan menunduk karena tak tahu harus menjawab apa. Roy hanya geleng-geleng kepala lalu menautkan jarinya dengan jari Farissa. Roy pun melangkah memasuki mall diikuti Farissa.Lagi dan lagi, rasa tersebut muncul kembali. Jantung Farissa pun berdegup kencang ketika Roy menggenggam tangannya. Perasaan apa ini?Mereka berjalan memasuki area bioskop. Mereka memesan popcorn dan soda terlebih dahulu. Farissa memandang popcorn yang ada di tangannya dengan bingung. Lalu ia mengambil satu biji popcorn dan mencobanya. Matanya berbinar, te
Farissa nampak bingung dengan makanan di depannya. Ia terus memandanginya tanpa memakannya."Kenapa gak dimakan?" Roy bertanya."Aku… gak tahu cara makannya," ungkap Farissa.Roy mengernyit bingung. "Bukannya kamu suka makan sushi?"Farissa meremas tangannya. Ia lupa bahwa kini ia sedang berperan sebagai Marissa. Farissa akui bahwa dirinya memang sangat polos dan rada bodoh."Eh, iya. Cuma aku pusing aja jadi gak nafsu makan," ujar Farissa."Kamu pusing? Kenapa gak bilang dari tadi?""Aku kira tadi pusingnya bakal hilang tapi ternyata enggak.""Ya itu dimakan walau sesuap aja. Nanti aku habisin.""Oh, oke."Farissa pun mengambil sepotong sushi dan melahapnya. Raut wajah Farissa menampilkan raut wajah tak suka. Ternyata sushi tidak cocok dengan lidahnya. Namun ia tetap menelan sushi yang telah ia kunyah.Ia mengambil dua potong sushi lagi dan langsung melahapnya. Lalu ia mendorong piring sushinya kedepan sambil berucap, "Aku sudah.""Oke." Roy mengambil sepiring sushi milik Farissa dan
Marissa melihat-lihat galeri ponselnya. Terdapat beberapa foto Farissa. Marissa tertawa, ternyata Farissa pandai ber-selfie."Farissa… siapa kamu sebenarnya?" gumam Marissa.Marissa merasa bosan bermain ponsel. Ia menaruh ponselnya di atas nakas. Lalu ia merebahkan dirinya sambil menatap langit-langit kamar.Tiba-tiba, rasa penasarannya kepada buku diary milik Aurin kembali mencuat. Ia mengambil buku diary tersebut dari dalam laci. Marissa pun duduk bersandar sambil membaca buku diary tersebut.Kemarin, ia sudah membaca buku diary tersebut sampai halaman dua. Ia pun membuka halaman tiga untuk ia baca. Isi halaman tersebut adalah:7 September 2005Hari ini, tepatnya malam bulan purnamaAkhirnya apa yang kami nanti-nanti telah tibaHadir dua malaikat kecil di dalam perutkuAku tidak rela berpisah dengan merekaSemoga ada jalan keluarMarissa terpaku. Dua malaikat kecil? Itu artinya dulu Aurin hamil anak kembar. Marissa termenung. Benarkah orang tuanya membuat perjanjian dengan Azalah?Ma
Berjam-jam Marissa dan Farissa habiskan untuk perawatan. Kini, mereka melakukan perawatan yang terakhir yaitu manicure pedicure.Farissa menatap takjub kepada kukunya yang sudah diwarnai. Ia merasa seluruh badannya sangat segar. Semua keluhannya hilang semua, mulai dari rasa gerah, rambut gatal, kulit gatal, kuku yang panjang hingga menusuk kulit dan menimbulkan sakit. Marissa yang duduk di sebelah Farissa tersenyum puas. "Gimana? Udah enakan 'kan?""Iya, aku merasa sangat nyaman dengan tubuhku yang sekarang," jawab Farissa."Setelah ini, aku ajak kamu ke mall," ujar Marissa."Mall?" Tiba-tiba pikiran Farissa menerawang ke masa lalu dimana ia pergi ke mall bersama Roy.Pikiran Farissa tidak bisa berhenti. Ia terus kepikiran tentang Roy saat membawanya ke mall seperti kaset lama yang terputar. Farissa baru tersadar ketika Marissa menepuk bahunya."Malah bengong." Marissa mengomel. "Udah ayo kita pergi dari sini!"•••Farissa mengernyit bingung ketika Marissa memberhentikan mobilnya di
Marissa menatap pantulan dirinya di cermin. Tubuhnya yang body goals itu terbalut celana jeans dan sweater oversize. Rambutnya yang diwarnai coklat tersebut tergulung dengan rapi dan aesthetic. Dan wajah cantiknya dibubuhi make up tipis yang kelihatan natural.Marissa berinisiatif melakukan mirror selfie. Ia pun mengambil ponselnya di tas selempang lalu mulai memotret dirinya dengan berbagai macam gaya.Setelah selesai, ia mengirimkan beberapa fotonya kepada Roy sekalian pamit ingin pergi konser. Sembari menunggu jawaban dari Roy, ia melihat-lihat fotonya.Dirinya terpaku ketika melihat bayangan hitam yang menyerupai sesosok manusia berdiri di belakangnya. Tiba-tiba bulu kuduknya berdiri. Marissa menunduk, tak berani menatap pantulan cermin apa lagi menghadap ke belakang.Marissa merasa ada sesuatu yang sedang mengawasinya. Marissa pun terus menunduk dan berjalan keluar kamar. Marissa menarik nafas lega ketika berhasil keluar kamar.Ia pun bergegas menuruni tangga. Di lantai bawah, sud
Setelah bersih-bersih diri, Marissa duduk di kursi belajarnya sambil membuka paper bag yang diberikan Roy. Betapa terkejutnya ia ketika melihat sebuah dress selutut berwarna putih di dalam paper bag tersebut. Itu adalah dress yang diincar Marissa selama beberapa hari terakhir.Ia pun beranjak dan berdiri di depan cermin. Ia menempelkan dress tersebut ke badannya sambil bercermin. Betapa bahagianya ia melihat dress tersebut sangat pas dan cocok di tubuhnya.Namun kebahagiaannya harus sirna tergantikan rasa terkejut ketika mendengar suara pecahan kaca. Marissa refleks menoleh ke asal suara. Rupanya suara pecahan kaca tersebut berasal dari jendela kamarnya.Marissa memundurkan langkahnya. Tapi ia malah terpeleset karena kakinya tidak sengaja menginjak sebuah batu. Marissa meringis ketika merasakan pinggangnya sangat sakit karena menghantam lantai.Ia mengambil batu tersebut yang ternyata terbungkus sebuah kertas. Marissa pun membuka kertas tersebut. Ternyata ada tulisan yang ditulis meng
Marissa membuka matanya. Pandangannya yang semula mengabur berangsur-angsur jelas. Hal pertama yang pertama kali dilihat Marissa adalah langit-langit sebuah ruangan berwarna putih.Marissa melebarkan pandangannya. Rupanya ia berada di rumah sakit. Di pergelangan tangan kirinya terdapat selang infus yang menempel.Di sebelah kanannya ada orang-orang terdekatnya yang setia menemani Marissa. Ada Aurin, Abraham, Roy, dan, Nia."Tante, Om, Roy! Marissa sudah sadar," seru Nia yang kebetulan duduk di samping kanan Marissa.Aurin dan Abraham yang semula duduk di sofa pun bergegas menghampiri Marissa. Begitu pula dengan Roy yang semula berdiri di dekat pintu."Puji Tuhan, akhirnya kamu sadar juga sayang," ucap Aurin sambil menangis."Kenapa aku bisa ada di sini?" Marissa bertanya dan suara lirih dan patah-patah."Kamu tadi pingsan, Nak," sahut Abraham."Pingsan?" Marissa mencoba mengingat-ingat.Tapi kepala Marissa malah semakin sakit saat mencoba mengingat-ingat."Jangan dipaksa, yang penting