Share

Bab 6

Tn. Anggara memandang tajam ke arah dua wanita yang duduk didepannya. Mereka hanya bisa menghela nafas. Tn. Anggara mendesah.

            “Apa yang akan kalian jelaskan padaku? Setelah anak itu lari dari acara pertunangan dan aku mendapatkan kabar yang tidak mengenakkan. Bagaimana bisa dia bersama dengan putri dari Rama Handoko...”

            “Ayah... sepertinya mungkin itu hanya kesalahpahaman.” Renita mencoba menenangkan ayahnya.

            “Kesalahpahaman seperti apa?”

            “Sayang, tenang lah. Aksa tidak mungkin melakukan hal itu?”

            “Melakukan apa?” Tn. Anggara memandang istrinya lekat.

            “Mungkin saja mereka hanya kebetulan bertemu?” Renita menjawab.

            Tn. Anggara kembali mendesah. “Kamu harus bisa menemukan adikmu, jangan sampai Rama Handoko melakukan sesuatu padanya. Dia sudah mengancamku, kalau adikmu menyentuh sehelai rambut putrinya. Dia tidak akan tinggal diam.”

            Renita dan Ny. Ratna terkejut mendengarnya, namun mereka tetap tenang. Ini lah yang mereka khawatirkan. Kejadian seperti ini, kenapa Aksa bisa bertemu dengan Karina. Ini sesuatu yang sulit, bagaimana kalau mereka jatuh cinta. Apa yang akan terjadi pada keduanya. Rama Handoko sangat membenci keluarga mereka. Itu sudah sejak lama, Rama membenci Tn. Anggara karena suatu alasan. Ia tidak bisa menerima kematian adiknya yang diakibatkan Tn. Anggara dimasa lalu.

            “Sampai kapan dia akan memendam dendam seperti ini?” tanya Ny. Ratna tidak mengerti. Sudah hampir dua puluh lima tahun berlalu. Tapi Rama Handoko masih mengibarkan bendera perang dengan keluarga mereka. Kebencian Rama pada keluarga mereka sepertinya sudah mendarah daging.

            “Entahlah... kamu harus bisa membawa kembali anak tengik itu, aku akan membuat pernikahan yang cepat untuknya. Agar kita bisa hidup dengan tenang,” Tn. Anggara berucap dengan penuh tekanan. Ia beranjak dari sofa dan berjalan menuju ruang kerjanya. Renita memandang ibunya.  

            “Apa yang akan kita lakukan Bu?”

            “Telephone Hans, cari keberadaan Aksa sekarang. Kita harus berjaga-jaga, jangan sampai terjadi sesuatu yang tidak kita inginkan,” ucap Ny. Ratna yang mendapatkan anggukan setuju dari Renita. Ny. Ratna memandang foto keluarga yang terpajang manis di ruang keluarga. Ia termenung menatap foto itu.

***

             

            Karina sedang menelphone temannya menggunakan telphone rumah Handi. Seperti rumahnya sendiri, Karina duduk di sofa dengan santainya menelphone. “Bagaimana dengan berita itu? Apa ayah memang dalang dari semua ini?”

            Sena tampak ragu menjawab, “itu, sebenarnya... memang ayahmu yang melakukan itu. Dia bahkan mendaftarkan pernikahanmu secara sah dimata negara. Kamu sekarang istrinya Ferro,”

            “Apa?? Aku bisa gila, apa yang kamu katakan? Apa itu benar terjadi? Bagaimana bisa?”

            “Tentu saja bisa, walaupun kamu tidak menikah resmi secara agama. Tapi pernikahan itu sudah tercatat di pemerintaan. Kamu bukan single lagi sekarang, melainkan sudah menjadi istrinya Ferro.”

            “Hah... kenapa ayah melakukan itu. Jadi aku sudah menjadi seorang istri sekarang.”

            “Ya begitulah, kalau kamu ingin membatalkannya. Kamu harus mengurusnya sendiri ke kantor pencatatan sipil. Aku tidak mau terlibat perseteruan dengan ayahmu karena masalah ini,” Sena angkat tangan. Ia juga sudah lelah menghadapi masalah sahabatnya. Walaupun agak kasihan juga sama Karina harus menanggung ini sendirian.

            “Jadi aku harus pulang,”

            “Terserah padamu, kalau mau mengurus semuanya. Kamu memang harus pulang.”

            “Aku tidak mungkin pulang dengan mengatakan ingin membatalkan pernikahan, itu tidak mungkin.”

            “Kalau begitu menikahlah, katakan kamu ingin membatalkan pernikahan karena kamu sudah menikah.”

            “Sena... bagaimana bisa kamu mengatakan itu, pernikahan bukan main-main.”

            “Lalu, bagaimana kamu menghadapi ayahmu.”

            Karina termenung. “Aku akan memikirkannya nanti.”

            “Pikirkan sekarang sebelum anak buah ayahmu menemukanmu,”

            Karina mendesah pelan, “kenapa hidupku begitu menyedihkan.”

            “Kalau kamu tidak kabur, kamu bisa hidup tenang sekarang.”

            “Benar, hidup tenang. Tapi hatiku yang tersiksa.”

            “Pemikiran bodoh yang mengatakan kamu harus menikah dengan orang yang kamu cintai, kamu pasti bisa mencintai suamimu nanti.”

            “Hentikan berdebat masalah cinta denganku. Apa kamu mau menikah dengan pria yang tidak kamu cintai, misalnya kamu dijodohkan dan bukan kak Nando yang akan menikah denganmu. Apa kamu mau menerima suamimu?”

            Sena menyeringai, “ceritaku berbeda denganmu.”

            “Apanya yang beda...” kesal Karina.

            “Ehem...” suara deheman dari belakang membuat Karina spontan menoleh dan melihat Aksa berdiri di sana.

            “Sena, nanti aku akan menelphonemu lagi.” Karina menutup telphonenya.

            “Kenapa kamu senang sekali menelphone. Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk membayar telphone. Ingat kamu disini hanya menumpang.”

            “Aku tahu, aku tidak perlu kamu nasehati. Pemilik rumah ini saja tidak keberatan aku memakai telphonenya. Kenapa kamu yang protes,” Karina melenggang pergi meninggalkan Aksa yang berdecak kesal.

            “Aku hanya mengingatkan kalau kamu disini menumpang, jangan selalu menyusahkan temanku.”

            “Tidak perlu kamu nasehati aku juga sudah tahu,” Karina menjawab dengan setengah berteriak. Suasana hatinya sedang tidak baik, ia masuk ke dalam kamar. Aksa menggelengkan kapala, dia mendudukan diri di sofa dan menyalakan menonton berita. Handi yang baru saja selesai mandi ikut menjatuhkan diri di sofa dan menonton televisi.

            “Mau sampai kapan dia disini?” tanya Handi tanpa menatap ke arah Aksa.

            “Apa?” Aksa balik bertanya dengan tatapan bingung.

            “Dia tidak bisa disini selamanya kan, apalagi dia sudah menikah,” bisik Handi pada Aksa.

            “Aku nggak tahu, aku tidak mungkin mengusirnya. Katanya dia tidak memiliki tempat tinggal. Kalau mau kamu saja yang mengusirnya, ini kan rumahmu,” Aksa berbicara dengan santai. Handi mendecih, bagaimana dia tega mengusir seorang wanita. Saat keduanya sedang asik menonton berita, tiba-tiba ada berita seorang model cantik menghiasi layar. Aksa menatapnya tajam, Handi yang juga melihatnya melirik ke arah Aksa. Beberapa berita selebritis membahas tentang pernikahannya dengan seorang pengusaha.

            “Amanda akan menikah...” pekik Handi terkejut, ia menatap tidak percaya kearah layar televisi. Aksa menatapnya terdiam, menatap lama wajah cantik yang menghiasi layar.

            ‘Amanda Horland dikabarkan telah memiliki pacar di Inggris dan akan segera menikah. Berita terpanas saat ini, ternyata pacar dari model cantik Amanda Horland adalah Randi Sanjaya, pengusaha mudah sukses di indonesia yang begitu disukai para gadis. Mereka dikabarkan memiliki kencan rahasia selama di Inggris. Keduanya menjadi dekat dan menjalin hubungan lebih dari satu tahun. Amanda Horland juga dikabarkan akan segera menikah dengan aktor Randi Sanjaya. Kita tunggu saja konfirmasi dari model cantik Amanda Horland setelah kepulangannya ke Indonesia hari ini,’

            Karina yang berada di kamar, ke luar karena merasa haus dan ingin minum. Saat akan ke dapur dan melewati kedua orang yang focus melihat televisi mengerutkan kening, dia mendengar berita selebritis yang sedang membasah model cantik Amanda Horland dan Randi Sanjaya yang akan menikah. Amanda...gumam Karina dalam hati merasa familiar dengan nama itu.  

“Aku sudah tahu sifatnya, dia tidak mungkin bisa bertunangan dengan gadis lain karena dihatinya masih ada Amanda.” 

                       

            Karina teringat Anita pernah menyebut nama itu. Seketika ia melihat kearah Aksa yang focus melihat berita itu. Handi juga terdiam disampingnya, suasana mendadak hening. Aksa beranjak dari sofa dan berbalik mendapati Karina berdiri disana. Keduanya saling berpandangan. Sesaat Aksa memalingkan wajah dan berjalan keluar dari rumah. Karina mendekati Handi yang masih duduk di sofa, memindahkan chanel televisi.

            “Apa Amanda Horland itu mantan pacarnya Aksa?” tanya Karina tiba-tiba membuat Handi menoleh kearahnya. Dia menatap wanita itu yang memandangnya penasaran. “Amanda akan menikah, dia pasti sangat sedih,” gumam Karina merasa kasihan padanya. Aksa kabur dari acara pertunangannya mungkin karena dia masih mencintai wanita itu dan menunggunya kembali. Mendengar kabar itu, melihat wanita yang ditunggunya akan segera menikah dengan pria lain. Jelas Aksa kecewa dan sedih. Terlihat dari raut wajahnya tadi.

            “Aksa itu pria bodoh, aku sudah mengatakan padanya. Amanda tidak pernah benar-benar mencintainya, wanita itu hanya mempermainkan perasaannya. Liatlah, setelah dia pergi meninggalkan Aksa. Dalam satu tahun, dia sudah menemukan pria yang lebih kaya dari Aksa dan akan menikah. Aku tidak menyukai wanita itu,” Handi mengeluarkan keresahannya dan ketidak setujuannya kalau Aksa terus mengingat wanita yang tidak seharusnya dia pertahankan. Karina terdiam, dia melihat ke arah pintu rumah di mana Aksa keluar entah ke mana.

Sementara di luar Aksa sedang merenung, beberapa kali menghela nafas. Dirinya masuk ke dalam mobil dan melaju meninggalkan rumah Handi untuk menenangkan pikirannya terlebih rasa kecewanya karena Amanda yang selalu ditunggunya ternyata sudah melupakannya bahkan sudah menemukan pria yang lebih baik darinya. Aksa tersenyum sinis. Dirinya memang sangat menyedihkan. 

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status