Share

Pertemuan Tak Disengaja

Niko mulai gelisah saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sebentar lagi acara akan di mulai dan papanya sudah mulai mengirim pesan padanya.

“Mbak, apa masih lama lagi?” tanya Niko pada salah satu pegawai salon. Pegawai tersebut tersenyum melihat Niko yang gelisah.

“Mas tenang aja, sebentar lagi selesai. Oh iya, pacarnya cantik banget. Masnya cocok sama mbaknya.” Entah harus tertawa apa bahagia, Niko rasa pegawainya terlalu berlebihan.

“Teman saja mbak, bukan pacar,” koreksi Niko.

“Ha? Masih teman? Entar nyesal loh mas kalau ketikung,” kekeh pegawai tersebut.

“Gimana mau ketikung orangnya aja jarang dekat sama cowok.”

“Saya doakan yang terbaik aja deh, saya pamit dulu ya mas.”

Seperginya pegawai tersebut Niko kembali menunggu Nea sambil bermain ponsel. Lelaki itu mulai larut dengan ponselnya hingga tidak menyadari Nea yang sudah berhadapan dengannya. Saat sebuah suara memanggil namanya barulah Niko mengangkat kepala menatap orang yang memangilnya.

“Niko, gimana?” tanya Nea sambil mengembangkan dress putih miliknya.

“Mbak, kayaknya salah orang deh. Ini bukan teman saya,” teriak Niko pada pegawai yang mengobrol padanya tadi. Pegawai tersebut hanya tertawa melihat reaksi lucu Niko.

Nea berdecak kesal. “Aku tanya, gimana penampilanku, Niko!”

“Baru kali ini kamu cantik.”

Percuma bertanya pada Niko, Nea akan semakin kesal karenanya. “Ayo, kamu udah telat kan?”

Niko baru menyadari acara sudah mulai. Ia langsung mengulurkan tangan memberi kode pada Nea agar merangkul lengannya.

“Dih, sok romantis,” cibir Nea tetapi gadis itu dengan malu-malu merangkul tangan Niko. Mereka berjalan menuju parkiran sambil tertawa geli.

“Kamu harus terbiasa kayak gini, biar kesannya nyata kita berdua pacaran, Ne.”

Nea menghela napas. “Kalau bukan karena wawancara kerja, aku sih ogah.”

Tujuan mereka selanjutnya adalah hotel yang menjadi tempat diselenggarakannya acara tersebut. Nea menggenggam erat tangan Niko hingga sang pemilik tangan menoleh ke arahnya.

“Kamu takut?” ledek Niko.

“Iyalah, Kamu kira Aku bisa santai di tengah orang-orang terpandang. Gimana kalau Aku salah sikap, gimana kalau mereka tahu latar belakang aku.”

Niko tersenyum. Ia memegang kedua pundak Nea, menggeser gadis itu hingga langsung berhadapan dengannya. “Lihat Aku, Nea hanya perlu bersikap seperti biasa. Jadi diri sendiri. Aku yakin orang lain malah akan terpesona sama Kamu.”

Entah mengapa kata-kata Niko cukup membuat Nea sedikit tenang. Mereka berdua memasuki aula.

Atmosfer di aula sangatlah berbeda. Kalau kata Nea ini adalah aura mahal, yang mana hanya ada orang-orang penting saja.

“Wow, ramai juga,” gumam Nea.

“Hooh, kalau Aku sendiri bisa-bisa jadi kambing cengo. Setidaknya ada Putri Gemini  yang bisa di ajak ngobrol.”

Nea mengedarkan pandangannya hingga matanya terpaku pada seseorang. Entah mengapa Nea tidak bisa memalingkan wajah. Seorang pria yang memakai jas berwarna hitam yang dipadukan kemeja putih tengah mengobrol dengan pria lainnya yang usianya lebih tua.

“Ne, ayo!” Suara Niko menyadarkannya.

“Nemuin bokap  dulu, dia udah nungguin.”

Nea mengangguk, sesekali gadis itu mencuri pandang pada pria tersebut.

“Setiap kali di acara ini, selalu ditanya mengenai hal yang aku nggak paham. Kamu tahu kan, Aku cuma tertarik di bidang fotografi dan sekarang dipaksa ngurus perusahaan bokap.”

“Kamu bersyukur, bisa dapat kerja. Aku harus berjuang dulu supaya bisa dapat kerja. Sekali dapat kerja malah ditipu.”

Niko mengelus kepala Nea. “Yang sabar ya!”

“Niko!”

“Papa.” Niko bergegas menarik tangan Nea.

“Eh ada Nea, gimana kabar kamu?” tanya papa Niko pada Nea.

“Baik, om. Om gimana? Kemaren kata Niko om sempat sakit, maafin Nea ya om nggak sempat jenguk.”

Papa Niko tersenyum sembari mengelus kepala Nea lembut. “Tidak apa, Niko bilang kamu lagi sibuk. Oh ya, om pinjam Niko sebentar ya.”

Nea mengangguk. “Iya om.”

Niko menatap Nea. “Kamu tunggu sini, aku sebentar doang. Kalau bosen keliling aja.”

Gadis itu mengangguk kecil sambil tersenyum. Seperginya Niko, Nea mulai berkeliling. Aula ini dipenuhi dengan orang-orang penting yang sedang bercengkrama.

“Kapan aku bisa jadi salah satu dari mereka,” gumam Nea melihat aura para pengusaha dan pejabat di sini. Gadis itu terus berjalan hingga tidak menyadari bahwa dirinya semakin jauh dari tempat ia dan Niko berdiri tadi.

Pandangan mata yang berkelana entah ke mana membuat Nea tidak fokus pada jalanan di depan.

Bruk!

Nea menabrak dada bidang milik seseorang sehingga dirinya hampir saja jatuh tetapi orang yang ditabrak Nea dengan sigap menangkapnya.

“Terima kasih,” ucap Nea saat menyadari tubuhnya tidak jadi terjatuh. Mata mereka berdua saling bertatapan. Nea menyadari orang yang di tatapnya saat ini adalah orang yang Nea lihat saat pertama kali datang.

“Wah, sepertinya saya datang di saat yang salah.”

Nea langsung tersadar dan berdiri tegak sambil membenarkan dressnya.

“Pak Broto, senang bertemu dengan anda di sini.” Pria yang menangkap Nea saat terjatuh tadi tampak senang dengan kehadiran pria paruh baya tersebut.

“Suatu kehormatan bisa menyapa pemilik dari Adelard Construction. Saya mau mengucapkan selamat karena sudah memenangkan proyek yang di Kalimantan. Anda memang hebat, pak Aciel Cale.”

Ya, pria itu bernama Aciel Cale. Seorang CEO muda yang mampu menggemparkan dunia konstruksi. Siapa sangka, pria muda itu mampu memenangkan beberapa proyek besar pada pembangunan ibu kota baru.

“Ini semua berkat semangat dari Pak Broto.”

Pak Broto tersenyum sambil menepuk pundak Aciel. Ia baru menyadari kehadiran gadis yang sejak tadi tampak gelisah.

“Pak El, apakah dia pacar bapak?” tanya Pak Broto melihat ke arah Nea yang menunduk gelisah.

Mendengar kata pacar tentu mereka berdua langsung menatap tak terima. Saat mata Nea terangkat dan melihat pak Broto, ia langsung terkejut tidak menyangka.

“Nea, ya ampun kamu Nea, kan?” ujar pak Broto bahagia.

Nea mengangguk sambil tersenyum. “Om, udah lama banget Nea nggak ketemu, om.”

Senyum hangat menyambut Nea yang memeluk Pak Broto. Nea sangat bahagia hingga spontan memeluk pria tersebut.

“Sekarang kamu sudah besar, kemaren masih kecil banget,” kekeh Pak Broto.

“Gimana kabarnya, om?” Nea melepas pelukannya.

“Baik, udah berapa lama hubungan kalian?” tanya Pak Broto melihat ke arah Nea dan Aciel.

Mereka berdua saling berpandang sesaat lalu menatap pak Broto.

“Maaf pak, sepertinya ada ke—“

“Untuk apa minta maaf, saya dukung hubungan kalian. Malahan saya berharap hubungan kalian menjadi lebih serius lagi.”

Aciel memalingkan wajahnya. Keadaan semakin rumit. Siapa wanita ini yang mengacaukan keadaan, jika seperti ini akan menjadi buruk saat Aciel katakan bahwa dirinya tidak memiliki hubungan dengan wanita di sebelahnya ini.

“Pak El, apakah anda tahu Nea adalah anak yang pintar, dulu saat sekolah setiap tahun selalu mendapatkan juara.”

Nea bingung harus berkata apa. Ia menunggu Aciel berbicara, tetapi sepertinya pria itu memilih bungkam.

“Oke begini saja, saya menyerahkan proyek pembangunan Mall dan Apartemen pada Adelard Construction, jika kalian berdua menikah,” ucap Pak Broto dengan yakin.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status