“Gauri! Gauri! Gauri!” sorak-sorak dari beberapa teman yang ada di sekitar koridor memberikan dukungan saat Gauri melewati mereka.Gauri menghela napas saat melangkah masuk ke aula. Aura hangat yang Gauri rasakan mendadak digantikan dengan dingin.Beberapa pasang mata juri menatap para peserta yang berasal dari universitas seluruh Indonesia, termasuk Gauri.Setelah mendengarkan beberapa sambutan, peserta diarahkan ke bilik tertutup dengan satu orang pengawas untuk mempelajari kasus yang diberikan.Tahap kedua kompetisi dimulai ketika satu per satu juri masuk ke dalam bilik peserta untuk mewawancarai mereka secara langsung.Walaupun tidak bisa mengontrol debaran jantungnya, ternyata Gauri cukup mampu mengabaikan beberapa hal yang terjadi dalam hidupnya selama persiapan kompetisi.Gauri mampu melewati semua tahapan kompetisi dengan percaya diri. Hingga waktu menunjukkan pukul 12 siang dan para peserta dipersilakan untuk beristirahat.Sementara para juri mulai menilai hasil dari studi ka
“Pak Ezra bicara apa?” tanya Helen saat Gauri kembali ke aula.Walaupun tidak mengikuti kompetisi, Helen ada di sana untuk mendukung Gauri. Gadis itu memastikan Gauri tidak kekurangan suatu apa pun, sekadar air putih atau camilan.Mereka duduk di salah satu kursi yang menghadap ke panggung utama. Panggung utama itu dihias dengan elegan dan di tengahnya terdapat layar besar yang sedang menampilkan profil beberapa perusahaan yang menjadi sponsor IBI Competition.Gauri menghela napas dan terdiam beberapa saat. Helen dengan sabar menunggunya.‘Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya kan?’ batin Gauri masih memilih kata yang tepat.“Jangan buat aku terkejut lagi seperti di Harraz Mall. Apa Pak Ezra tahu kalau kamu adalah istri Pak Adam Harraz?” Helen bertanya lagi.Gauri mengangguk pelan. “Helen, sebenarnya aku sudah mengenal Pak Ezra sebelum masuk ke universitas ini. Kami kebetulan sama-sama tinggal di JCrown Tower, itu sebabnya kami terlihat dekat.”“Tetap saja aku tidak bisa membia
“Saya akan mengajukan keberatan untuk syarat ini,” ucap Ezra tegas setelah IBI Competition selesai.Ezra sengaja mengundang para juri, panitia, dan juga Gauri ke ruangannya untuk mendiskusikan hal yang baru saja terjadi. Ada pula beberapa dosen yang ikut hadir.“Gauri Bentlee adalah mahasiswa berprestasi. Apakah Ibu dan Bapak akan menyia-nyiakan bakat yang dia miliki?” tanya Ezra menatap para dosen Universitas Pelita Bangsa.Sementara Gauri hanya diam memperhatikan Ezra mati-matian membelanya. Sebenarnya Gauri berbeda pendapat dengan Ezra.Wanita itu tidak keberatan jika harus mengundurkan diri sebagai mahasiswa di sini. Asalkan, apa yang Gauri perjuangkan sepenuh hati tetap didapatkannya, yaitu Juara Utama IBI Competition.Berbagai macam rencana sudah memenuhi isi kepala Gauri. Setelah keluar dari kampus ini, Gauri ingin melanjutkan studi di luar negeri.Gauri bisa menjauh dari hal-hal yang menyakitkan dirinya di sini. Tentang siapa yang merekam video itu, Gauri tidak bisa memikirkan
“Pak Ezra mengabarkan kalau para dekan sedang berunding mengenai banding yang kita lakukan,” bisik Fajar, pengacara Gauri saat mereka sedang menunggu hakim masuk ke ruang sidang.Setelah melihat betapa terintimidasinya Riana di hadapan Adam, Gauri langsung menggantinya dengan Fajar. Pria berusia 40 tahun itu lebih profesional dan tahu harus memihak kepada siapa.Karena keprofesionalannya itu, Gauri juga mempercayakan Fajar untuk mengurus skandal di kampus. Dalam waktu sekejap, surat banding Gauri diterima oleh para dekan.Kini Gauri mengandalkan Fajar untuk melancarkan sidang perceraiannya. Gauri sangat ingin menyelesaikan semua yang terjadi dalam hidupnya satu per satu.“Beri saya kabar jika sudah ada keputusan,” sahut Gauri tanpa menoleh pada Fajar.Tatapan Gauri terus mengarah pada Adam yang pagi itu hanya mengenakan kemeja tanpa jasnya. Sementara tangan Gauri terus memainkan kotak perhiasan kecil berwarna merah.“Hadirin dimohon berdiri,” perintah seseorang.Saat Gauri mengalihkan
“Kamu bilang dia temanmu, tapi apa dia juga menganggap kamu sebagai teman?” tanya Adam dengan nada yang dingin.Satu hal yang Adam ingat dari sosok rekan kerja Gauri di XLaundry itu adalah tikus kecil pengkhianat.Adam tidak pernah menghubungi Revi sebelumnya. Namun demi uang, gadis yang sudah meninggal itu rela mencari nomor telepon Adam untuk membocorkan tempat tinggal Gauri yang baru padanya.“Apa maksudmu?!” tanya Gauri dengan mata yang semakin memerah.“Revi mengkhianatimu,” jawab Adam. “Dia memberitahuku di mana kamu tinggal setelah keluar dari rumahku.”“Jangan sebut Revi seperti itu! Kamu pasti mengancamnya!” seru Gauri menunjukkan Adam tepat di depan dada pria itu dengan jari telunjuknya yang lentik.Adam melirik tangan Gauri, lalu dia kembali menatap mata wanita cantik itu.“Setelah menjadi pembunuh, sekarang aku juga pelaku ancaman, Gauri?” Adam tersenyum sinis. “Dengar, terserah kamu percaya atau tidak, tapi aku tidak pernah menghubungi Revi lebih dulu dan aku tidak melaku
“Apakah satu-satunya solusi untuk seorang perempuan yang sedang tersandung batu adalah menikah?” tanya Gauri sinis.Gauri lelah dengan semua omong kosong ini. Matanya menatap nanar Thomas dan Ezra bergantian.“Aku tidak bisa! Jika memang aku harus menikah lagi, itu harus menjadi pernikahan terakhirku dengan pria yang benar-benar aku cintai.” Gauri menambahkan sambil menggeleng.“Pernikahanmu yang sekarang akan menjadi pernikahan terakhirmu, Gauri,” sahut Thomas keras kepala. Dia menatap tajam Gauri.“Gauri,” panggil Ezra. “Saya mencintai kamu dan saya yakin bisa membuat kamu merasakan hal yang sama pada saya.”Gauri terkekeh sinis. Dia mendesah lelah dengan dramatis sambil menyibakkan rambutnya.“Saya sedang membuka jalan supaya kamu bisa berlari cepat, Gauri. Kecerdasan dan kemampuan kamu sangat kuat biasa, kamu juga punya penghargaan dari IBI Competition. Tetap berkuliah di Universitas Pelita Bangsa dengan dosen-dosen terbaik di Indonesia dapat membuat portofoliomu di hadapan dewan
“Mas Adam, aku ingin bicara!” tukas Gauri tajam. Namun, Adam berpura-pura tidak mendengar Gauri dan terus berjalan.“Mas!” panggil Gauri lebih keras sambil menarik bagian lengan kemeja hitam Adam.Adam berhenti. Pria itu menarik napasnya sebelum memutar tubuh menghadap Gauri.“Aku buru-buru,” sahut Adam tidak kalah tajam. Pria itu melirik jam tangan mahalnya.Al Azhar Memorial Garden ada di Karawang. Adam membutuhkan waktu dua jam atau mungkin lebih untuk kembali ke Jakarta.Beberapa menit lalu, Amora sudah mengiriminya pesan supaya Adam tidak terlambat ke wedding gallery untuk memilih gaun pernikahan mereka. Hal yang sebenarnya enggan Adam lakukan, tetapi pria itu sudah lelah dengan rengekan calon istrinya itu.“Berapa banyak uang yang kamu berikan pada keluarga Revi untuk menggagalkan autopsi?!” Gauri menatap tajam Adam. “100 juta? 200 juta? Atau, satu miliar?!”Adam menyeringai melihat mantan istrinya semakin bersikap berani padanya. “Aku memberikan berkali-kali lipat dari itu, Gau
“Apa aku salah menilai Mas Adam atau ini bagian dari akal busuknya lagi?” tanya Gauri saat melangkah masuk ke lobi JCrown Tower bersama Amelia.Amelia melirik bosnya beberapa saat, tetapi tetap menutup mulut. Dia tidak berhak memberi komentar tentang Gauri atau pun Adam.“Apa yang bisa Mas Adam dapatkan dengan melakukan itu?” Gauri masih bertanya-tanya.Kali ini Gauri berhenti melangkah dan menoleh pada Amelia, menuntut wanita itu untuk setidaknya mengucapkan satu atau dua kata.Amelia tersentak. Namun, dia dengan pandai menguasai keadaan lagi.“CCTV di lokasi kejadian sudah diterima oleh polisi, Nona. Mereka akan segera mengusut tuntas kasus ini,” jawab Amelia.Identitas Revi sempat tidak dikenali oleh polisi selama beberapa minggu. Polisi juga belum bergerak untuk mencari pelaku tabrakan itu hingga Amelia turun tangan atas perintah Gauri.Gauri mengangguk walaupun belum puas dengan jawaban Amelia. Lalu, wanita itu kembali melangkah menuju lift pribadi, yang terletak di sisi belakang
“Sudah selesai?” tanya Adam, berdiri di tepi kebun mawar yang membentang indah di belakang kediaman Thomas. Matahari mulai tenggelam, memberikan semburat jingga yang memukau.Gauri melangkah mendekat, gaun berwarna krem lembut yang memeluk tubuhnya berkibar tertiup angin sore. Di tangannya ada buket bunga mawar putih kecil yang baru saja wanita itu atur bersama Amelia.“Sudah,” jawab Gauri tersenyum tipis. “Kebun ini terlalu cantik jika tidak dipakai sebagai latar pesta kita.”Adam memandangnya dengan intens, mata gelap pria itu mengamati setiap detail wajah Gauri yang diterangi cahaya lampu sekitar. “Kamu lebih cantik.”“Mas Adam, jangan mulai lagi atau kamu ingin melihat pipiku semerah tomat.” Gauri mendesah kecil sambil menggeleng. “Orang-orang sudah berdatangan, kita harus segera bergabung.”Adam mengulurkan tangan, menarik Gauri mendekat hingga wanita itu berdiri hanya beberapa sentimeter darinya.“Kalau aku bilang kamu cantik, kamu terima saja,” tukas Adam.Gauri tertawa kecil,
“Mama ingin sesuatu dari laci itu?” tanya Gauri lagi, memastikan bahwa dia tidak salah mengerti.Arum mengangguk pelan, matanya tidak lepas dari laci kecil di samping ranjang. Gauri mengerutkan kening sejenak, merasa sedikit ragu, tetapi akhirnya dia mendekat ke laci itu.Gauri membuka laci kecil tersebut dengan perlahan. Di dalamnya, terdapat sebuah kotak perhiasan kecil berwarna merah marun dengan ukiran emas di bagian atasnya. Gauri mengangkat kotak itu, lalu menoleh ke arah Arum.“Ini, Ma?” tanya Gauri sambil mengangkat kotak itu.Arum mengangguk lagi, kali ini lebih mantap. Gauri membawa kotak itu ke hadapan Arum, tetapi wanita paruh baya itu membuat gerakan tangan seolah meminta Gauri membuka kotak tersebut.Dengan hati-hati, Gauri membuka kotak kecil itu. Di dalamnya, terdapat sebuah cincin mewah dengan desain yang klasik dan elegan. Kilauan berlian di tengah cincin itu tampak memikat di bawah cahaya lampu kamar.Gauri memandang cincin itu dengan kagum.“Cincinnya sangat indah,
“Jadi, Nona benar-benar akan meninggalkan griya tawang?” tanya Amelia, matanya menatap koper kecil yang ada di sisi Gauri.Gauri mendongak dan memandang griya tawangnya sekali lagi dari tempat parkir JCrown Tower, tempat tinggal yang penuh kenangan, baik manis maupun pahit.“Ya,” jawab Gauri dengan mantap. “Tempat ini terlalu penuh dengan bayangan masa lalu. Kakek benar, saya butuh tempat tinggal baru yang lebih baik.”Amelia tersenyum kecil. “Rona Village memang lebih cocok untuk Nona sekarang. Walaupun kita sudah dewasa, terkadang kembali ke rumah orang tua akan terasa menenangkan.”Gauri hanya tersenyum. Wanita itu mengangguk pelan, mengiakan pendapat Amelia.Beberapa saat kemudian, Gauri melangkah menjauh dari JCrown Tower sambil membawa barang-barang penting dan meninggalkan semua yang tidak lagi ingin wanita itu ingat di griya tawang.Hari-hari berlalu, dan selama Adam berada di Australia, Gauri mengisi waktunya dengan bekerja dan merawat Arum. Setiap malam, setelah menyelesaika
[Bagaimana bisa kamu lebih memilih untuk menghabiskan waktu dengan Mama daripada aku, Gauri?]Gauri membaca pesan itu dengan senyum tipis. Matanya memancarkan kehangatan yang bercampur geli. Adam selalu memiliki cara sendiri untuk mengungkapkan rasa cemburunya.Tanpa berpikir panjang, Gauri mengetik balasan. “Kamu sudah sampai di Australia?”Gauri menekan tombol kirim dan kembali menyandarkan tubuh di jok mobil. Amelia yang duduk di sampingnya sibuk dengan laptop, sementara sopir yang memegang kemudi sesekali melirik ke arah mereka melalui kaca spion.“Pesan dari Tuan Adam?” tanya Amelia dengan senyum menggoda tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptop.“Hmm,” gumam Gauri singkat sambil menyimpan ponsel ke dalam tas. “Mas Adam hanya ingin memastikan saya tidak lupa bahwa dia ingin menjadi prioritas saya.”Amelia terkekeh pelan, menggelengkan kepala. “Saya senang melihat hubungan Nona dan Tuan sudah membaik.”Mobil perlahan memasuki gerbang besar dengan lampu-lampu taman yang menyor
“Jadi, apa semuanya sudah selesai?” tanya Gauri sambil merapikan pakaiannya ke dalam koper kecil. Tangannya sibuk melipat gaun sederhana yang Amelia serahkan padanya.Amelia, yang berdiri di dekat lemari, mengangguk sambil membawa beberapa dokumen yang baru saja dia serahkan.“Ya, evaluasi mingguan Uno Rekayasa Industri berjalan dengan baik. Proyek-proyek besar berjalan lancar, meski ada beberapa kendala teknis kecil yang bisa diatasi dalam waktu dekat.” Amelia menjawab.“Bagus,” sahut Gauri, tersenyum tipis. “Amelia, kamu benar-benar sudah banyak membantu selama saya di sini. Terima kasih.”“Tapi, Nona Gauri … kalau saya lebih berhati-hati saat menyetir, kecelakaan itu tidak akan terjadi. Saya benar-benar minta maaf.” Amelia mendesah pelan, menatap Gauri dengan sorot mata penuh rasa bersalah.Gauri mengangkat wajah, menatap Amelia tajam, tetapi penuh kehangatan.“Saya sudah bilang berkali-kali, Amelia, saya tidak ingin mendengar permintaan maaf itu lagi,” desah Gauri sebal.“Baik, No
"Bagaimana dengan Mama Arum?" tanya Gauri pelan, matanya menatap Adam yang baru saja duduk di kursi di samping ranjangnya.Pagi tadi, Gauri mendengar bahwa Arum dilarikan ke rumah sakit. Dan baru sore ini, dia bisa mengonfirmasi hal itu ke Adam.Adam menghela napas panjang, menatap Gauri dengan tatapan lembut. “Hipertensinya kambuh semalam, dan sekarang Mama dinyatakan mengalami stroke.”Gauri terkejut, matanya membulat. “Stroke?”Adam mengangguk, rahangnya sedikit mengeras. “Semalam setelah aku bilang ingin membatalkan perceraian dan ingin kembali denganmu, Mama sangat marah. Mama belum bisa menerima itu.”“Mas Adam ….” Gauri menggigit bibir, matanya terlihat berkaca-kaca. “Aku ingin menjenguk Mama Arum.”Adam menatap Gauri cukup lama sebelum akhirnya menghela napas dan mengangguk pelan.“Kamu boleh menjenguknya. Tapi ada syarat!” tukas Adam.“Syarat?” Gauri menaikkan alis. “Apa?”“Kamu hanya boleh menjenguk Mama saat kamu sudah sembuh dan mengenakan gaun cantik yang biasa kamu pakai
“Ini pasti hari spesial, bukan?” tebak Arum sambil memindai ruangan.Suara alunan piano yang lembut mengisi suasana restoran mewah itu. Lampu-lampu kristal menggantung tinggi, memancarkan cahaya hangat yang menciptakan atmosfer elegan.Adam duduk di sebuah meja dekat jendela besar, mengenakan setelan jas hitam sempurna. Di depannya, Arum, terlihat sangat antusias dengan wajah merona yang sulit disembunyikan.“Ini pilihan restoran yang bagus, Adam,” lanjut Arum sambil tersenyum. “Akhirnya, kamu mulai mengerti bahwa wanita-wanita pilihan Mama punya kualitas yang sepadan denganmu.”Adam hanya mengangkat alis sedikit, lalu menyesap air putih dari gelas kristalnya. Senyum kecil muncul di wajah pria itu, meskipun matanya tetap dingin.“Mama sangat yakin malam ini akan menjadi momen besar, ya?” tanya Adam.“Tentu saja!” Arum tertawa kecil sambil merapikan gaunnya yang berkilauan. “Mama tahu kamu keras kepala, Adam, tapi setidaknya sekarang kamu mulai membuka hati untuk pilihan yang tepat. Ja
“Jangan bergerak terlalu banyak, Gauri” pinta Adam sambil mendorong kursi roda Gauri perlahan, membawa wanita itu ke taman rumah sakit. “Dokter bilang kamu masih perlu banyak istirahat. Aku tidak akan mengampuni diriku jika setelah ini terjadi sesuatu pada dirimu lagi.”Gauri tersenyum tipis dengan pipi memerah. Wajah wanita itu jauh lebih cerah dibanding hari-hari sebelumnya.“Aku tidak bergerak sama sekali, Mas Adam. Kamu yang menaruh aku untuk duduk di sini, di kursi roda, bukan?” Gauri tidak ingin kalah.Adam menoleh sejenak ke arah Gauri dengan tatapan yang tenang dan menghangatkan. Ada senyum tipis yang menghiasi bibirnya.“Kalau kamu tidak ingin duduk di sini, aku bisa mengembalikanmu ke ranjang perawatan,” tukas Adam berpura-pura marah, padahal sedang menahan tawa.Gauri tertawa kecil, menyentuh tangan Adam yang berada di pegangan kursi roda. “Tidak usah. Di sini jauh lebih menyenangkan. Terima kasih sudah membawaku keluar.”Angin sore yang sejuk menyapu wajah mereka saat Adam
“Apa yang mereka inginkan dari kerja sama ini?” tanya Adam pada seseorang di seberang telepon sambil memandang cahaya matahari lembut yang masuk melalui jendela, menerangi ruangan perawatan VIP di salah satu rumah sakit terbaik di kota Jakarta.Adam duduk di sofa dengan postur tegap, satu tangan memegang ponsel, sementara tangan lainnya menelusuri dokumen yang tersebar di meja kecil di depannya. Di sekitar sofa, ada laptop terbuka, beberapa map tebal, dan secangkir kopi yang sudah hampir dingin.“Saya paham bahwa Harraz Mall harus menarik perhatian publik dengan langkah ini,” ujar Adam serius. “Tapi brand sebesar itu memerlukan penawaran yang lebih kuat. Saya akan mengatur ulang kontraknya besok.”Sebuah keheningan singkat mengisi ruangan sebelum suara kecil terdengar dari ranjang di belakangnya.“Mas Adam?”Adam langsung tersentak, jantungnya berdebar keras. Suara itu begitu lembut, tetapi cukup untuk menghentikan dunianya sejenak. Dengan gerakan cepat, Adam menoleh, matanya membelal