"Kamu mau bareng aja gak sama aku, sayang?" Randi tengah mengunyah roti dengan selai nanas membuka obrolan di meja makan pukul 6 pagi.
"Ya jangan. Entar kalo ada yang lihat dia gimana..." Celetuk Airin.
"Iya jangan deh, mending kamu pakai taksi online aja.." Tambah Roger.
Aku seolah tidak perlu lagi menjawab atas pertanyaan Randi, karena sudah diwakilkan oleh mertuaku yang sangat ingin menutupi identitasku sebagai menantunya.
"Are you ok, baby?" Randi mengangkat daguku yang sedari tadi tidak berani menatap wajahnya atau bahkan sekitar.
Mataku membalas dengan menatapnya.
"I.. iya gak apa-apa sayang. Lebih baik gitu aja..." Tambahku. Lalu, aku melanjutkan menu sarapan yang sudah ada di depan mataku.
"Ingat ya, hari ini ada arisan. Kamu pulangnya jangan lebih dari jam 6 deh. Kalo ternyata lebih dari jam 6, mending kamu nginep di hotel aja. Paham?"
Tinggal dengan keluarga Randi yang baru dua hari saja sudah penuh tekanan lahir batin, gak kebayang bagaimana jadinya jika aku harus hidup dan tinggal selamanya dengan mereka di rumah ini.
"Paham gak? Di tanya orang tua kok malah diam aja. Jawab dong, punya mulut kan?" Teriak Airin yang begitu murkanya karena aku tidak memberikan respon atas ungkapannya.
"Paham, paham Ma... Maaf..." Balasku pelan.
***
"Bro, si Claire sudah lama kerja sama lo ya?"
"Sudah, dari awal karir dia kan langsung kerja di tempat gue. Kenapa emangnya?" Randi yang merasa berhak tau akan istrinya ini jelas saja langsung mencecar arah dari pertanyaan Arsy.
"Gue udah kenal lama sama Claire hahaha. Gak nyangka aja bisa ketemu lagi sama dia dan spesialnya lagi di kantor lo..." Ia menorehkan wajah bahagia dengan senyuman tipis disudut bibirnya sembari menandatangani beberapa dokumen yang sedang tersusun di hadapan mereka.
"Lo kenal Claire? Maksudnya gimana?" Randi sedikit meninggikan nada bicaranya,.
"Hahaha ya artinya dia temen sekolah gue dong. Bingung banget menyimpulkannya, Bro.." Balas Arsy sembari tertawa.
Randi sedikit lega dengan jawaban dari Arsy kalo ternyata di masa lalunya mereka hanya sebatas teman atau mungkin kenal aja.
"Dia udah punya suami belum, Sob?"
Randi yang tengah minum jelas saja langsung tersedak...
"Uhuk... uhuk..."
"Eh eh lo kenapa. Santai santai....." Arsy langsung sigap merebut dan meminggirkan dokumen yang tengah ia tandatangan.
"Eh, ada yang ketumpahan gak?" Randi yang mulai bisa mengendalikan dirinya cukup khawatir dengan dokumen yang sedang ditandatangani oleh Arsy. Sebab jika dokumen tersebut ketumpahan, maka mereka berdua harus menandatanganinya lagi dari awal, dan itu punya hampir seratus halaman...
"Untungnya aman. Kan lo tau gue tangkas banget anaknya dari jaman dulu hahaha..." Jail Arsy.
"Di, by the way, tadi lo belum jawab pertanyaan gue tentang Claire...." Lagi, Arsy memang sedang menunggu jawaban dari Randi.
"Kenapa lo nanya gue? Gak bisa tanya langsung aja ke orangnya. Katanya lo teman sekolah dia..." Randi langsung menyerocos seolah gak senang ada pria lain yang menanyakan Claire, istri simpanannya.
"Ya gak enak dong, masa iya gue tiba-tiba langsung bilang. Lagian kan lo bosnya, gak mungkin lo gak tau dong kalo dia udah atau belum punya suami..." Kekeh Arsy.
"Belum sih. Kenapa emangnya?"
"Astaga hahahaha. Cuma jawab belum doang lo muter-muter dulu ya Sob hahaha...." Arsy terbahak-bahak.
Randi cukup terlihat salah tingkah, ya sebagai lelaki, ia sudah jelas tau apa arah obrolan dari sahabatnya ini. Namun, ia juga tidak berdaya untuk mengungkapkan identitas asli Claire di luar keluarga intinya dan keluarga inti Claire.
"But, thank you sudah dikasih tau hahaha. Bisa nih masih punya kesempatan!" Serunya seolah menyemangati diri sendiri. Randi yang tidak bisa apa-apa lantas hanya meliriknya dengan sinis.
"Sial, sepertinya dia suka Claire lagi..." Gerutu Randi di dalam hati.
***
[Siang Claire. Ini Arsy, sibuk gak?] 13.00
Tepat setelah jam makan siang aku melihat ketikan ini lagi dari pria yang sama namun di waktu dan situasi yang berbeda. Ya meskipun aku juga tidak bisa lagi meladeninya bahkan sebagai teman sekalipun, namun karena tugas kantor ini, tetap saja aku harus sebijaksana dan seprofesional mungkin menghadapinya.
[Enggak nih. Mau kirim dokumen ke kantor kah, Pak?] 13.01
Selang dua menit kemudian ia membalas lagi pesanku.
[Claire, gue chat lo di nomor pribadi kan bukan nomor bisnis. Jadi stop sebut gue Bapak, karena gue mantan lo bukan Bapak lo hahaha..] 13.03
Jelas saja membaca pesannya ini sudah membuatku tertawa.
Tiba-tiba ponselku berdering, dan terlihat nama yang mengubungiku adalah "Arsy".
Gila ini orang memang sibuk banget, sangking gak mau buang waktunya ya dia lebih memilih untuk langsung telfon. Bagus deh, karena aku pun merasa bersalah jika harus berhubungan lagi dengan Arsy, terlebih saat ini statusku sudah menjadi istri sah dari Randi.
"Ya, siang. Kenapa?" Aku langsung ke poinnya saja.
"Dinner yuk!"
"Wah, gak pakek salam dulu langsung aja lo ngajak dinner. Sopan santun lo udah gak ada sekarang?" Kagetnya aku ini langsung bisa mengomeli tindakannya dia.
"Hahaha kamu lagi shock ya makanya jadi ngomel...." Iya dia masih hapal apa yang terjadi saatku panik.
"E---engg... enggak..."
"jangan bohong, aku tau kamu melebihi siapapun, Claire.." Suara lembutnya ini masih tetap sama.
"I.. iya deh yaudah iya sedikit aja.." Aku menyerah karena tidak ingin debat lebih panjang lagi dengannya.
"Mau gak dinner malam ini? Hmmm atau gue revisi deh jadi bisa gak malam ini dinner, Princess? Hahaha." Ia menertawakanku dari seberang sana.
"Gak bisa gue Ar. Mungkin next time ya..." Balasku karena aku ingat sore ini aku tidak boleh pulang melebihi pukul 6 sore.
"Kenapa gak bisa?"
"Gue lagi ada urusan, Ar. Mungkin nanti aja kita coba agendakan lagi. Malam ini dan malam-malam lainnya gue memang gak bisa.."
"Sebentar, malam-malam lainnya? Maksud lo, lo udah gak pernah pulang malam lagi?" Jawabanku ternyata justru menambah penasaran Arsy.
"Iya, gue udah gak bisa kena angin malam sih. Jadi sekarang ya lebih milih untuk pulang sore daripada malam.." Terangku berharap ia tidak menanyakan lebih detail lagi.
"Gue anterin lo sampai di depan rumah, gue yang bakal pastiin lo gak kena angin malam, Claire..." Pria ini masih kekeh dengan keinginannya. Padahal semua keinginannya juga tidak bisa dengan mudah memaksaku, kan?
"Ar, kita baru ketemu lagi loh ini, jangan buat gue marah lagi ya..." Aku menarik nafas dan menghembuskan nafas yang cukup panjang untuk mengontrol emosiku. Bagaimanapun aku masih seperti diriku yang dulu, benci sekali diatur-atur pria ini.
"Oke maafin gue Claire. Pokoknya kapan pun itu mau sarapan, mau makan siang, just let me know aja ya. Gue pasti bisa kapan aja, asalkan lo jangan benci gue lagi..." Akhirnya ia menyerah dengan argumennya dan menutup kembali ponselnya.
***
Siang berjalan sangat cepat, bahkan tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Dengan sigap, aku langsung membereskan semua perlengkapanku untuk pulang, lalu memasuki ruangan Randi untuk mengecek hal-hal yang krusial di mejanya. Lalu diakhiri dengan pemesanan taksi.
"Waduh ini tinggal 10 menit lagi, keburu gak ya. Ini macet bangettttt........" Aku sudah menggerutu dengan cukup kuat, tapi sang sopir taksi juga seolah tidak punya pilihan dengan posisi mobil terjebak seperti ini.
"Kamu beneran gak mau pulang nih?"
Tepat pukul 17.58 aku sampai di depan gerbang rumah mewah konglomerat yang kini sudah menjadi rumahku juga."Non, cepat masuk ya, daritadi ibu sudah ngomel-ngomel...." Ucap satpam yang masih belum kuketahui juga namanya karena di rumah ini beneran interaksiku sangat dibatasi."I...iya Pak, terima kasih..." Aku langsung bergegas lari agar bisa cepat masuk ke dalam rumah."Assalamualaikum...." Aku perlahan membuka pintu kayu dengan ornamen ukiran kayu sebagai penghiasnya."Mepet banget ya, untung gak sampai terlambat. Sana naik ke atas kamu!" Mama mertuaku sudah mengenakan setelan blouse biru dengan rok setengah lututnya. Sementara Roger mengenakan setelan kemeja batik yang sudah jelas dari kelihatannya saja terlihat mahal."Aku perlu bantu-bantu, Ma?" "Gak perlu. Masuk aja ke dalam kamar, gak usah keluar-keluar. Paham?" Perintahnya.Aku mengangguk pelan, dan berjalan melintasi satu per satu anak tangga hingga sampai di depan kamarku."Huft cukup lega sudah sampai sini...." Batinku yan
"Pokoknya hal begini jangan sampai terulang lagi. Didik tuh istri kamu, dibilang sama orang tua tuh susah banget....." Cela Airin di pagi hari yang masih awal untuk sekedar berinteraksi namun ia telah mengomeliku di depan Roger, Randi, dan asisten rumah tangganya."Memang Claire kenapa Ma?" Randi lantas bingung dengan serangan fajar ini. Aku pun sama sekali tidak menceritakan ke suamiku perihal masalah tadi malam."Tuhkan bahkan hal yang krusial aja, dia bisa gak cerita sama suaminya. Istri seperti apa sih kamu?" Nadanya lebih tinggi lagi.Aku menunduk kala air mataku sudah tidak bisa ku bendung lagi. Dengan sigap, telapak tanganku mengusap pipiku, memastikan Airin tidak melihat jatuhnya air mataku.Randi sontak menarik tanganku, membawaku ke area taman belakang. Duduk di tepi kolam renang mungkin untuk sekedar menanyakan peristiwa apa yang ia lewati kemarin."Kenapa kamu gak cerita apa-apa?" Ia nada bicaranya lebih tinggi daripada bias
"Kenapa sih Claire kelihatannya canggung banget...." Tegur Arsy yang kini sudah berada dihadapanku tengah melihat buku menu."E..enggak kok. Sudah pesan?" Balasku."Udah tau mau pesan apa. Nih, kamu mau pesan apa?" Ia menyodorkan buku menunya kepadaku."Pasti sih vanilla milkshake ya...." Celetuknya dengan tertawa.Ia masih begitu jelas mengingat menu minuman favoritku ketika dinner bersammanya."Bener gak gue, Claire?" Ia memastikan, dan memang pria ini tipikal yang butuh validasi."Iya benar kok. Ya udah aku pesan vanilla milkshake sama spaghetti aja.." Aku mengembalikan buku menu tersebut kepada sang pelayan yang sedari tadi sudah berada di tengah kami."Saya ulangi ya Bu menu pesanannya. Ada milkshake vanilla dua, spaghetti satu, dan nasi goreng satu." Ucap pelayan memastikan apa yang kami order telah sesuai.Setelah aku dan Arsy kompak mengangguk pelan, wanita tersebut pamit untuk menyiapkan pesanan kami.
"Cle tunggu dulu. Kamu tuh ya kebiasaan suka mood swing gak jelas..." Randi mengejar dan menarik tanganku."Apalagi?" Tanpa sadar suaraku memang cukup tinggi kali ini menghadapinya."Ya kamu main pergi gitu aja. Aku kan cuma nanya..." Ia membela dirinya."Randi, untuk apa sih kita nikah kalo ujung-ujungnya kamu gak pernah kasih rasa percaya itu ke aku?""Maksud kamu? Aku gak mau kita masuk ke dalam rumah masih dengan kondisi marahan gini ya Cle..." Ia lagi-lagi coba mengancamku. Aku sadar pertengkaran kami ini disaksikan juga oleh satpam yang sedari tadi sedikit melirik ke arah kami. Cuma memang aku sudah gak sabar untuk meluapkan emosi.Aku diam, menatap tajam mata Randi lalu jalan perlahan ke arahnya."Ran, tolong kasih aku rasa percaya. Aku bukan lagi pacar kamu, aku sudah jadi istri kamu. Aku butuh kamu untuk percaya sama aku, aku sama Arsy ya cuma sebatas teman SMA aja gak lebih. Jadi tolong berhenti untuk berpikir
"Aku mau ngobrol sama kamu malam ini..." Ia melindungi dirinya."Bukan, bukan masalah kamu baru bilangnya sekarang, tapi kok bisa mama duluan yang tau daripada aku?" Aku menegaskan kembali arah obrolanku yang sama sekali merasa tidak dihargai sebagai istri olehnya."Lah kan gak ada masalahnya juga. Udah deh jangan buat buat keributan yaaa...." Ia membantahku lagi dan beranjak pergi...****"Claire sama Cathrine tolong ke ruangan saya sekarang..." Rasanya semalaman suntuk Randi enggan berbicara kepadaku, entah karena dia badmood aku terus-terusan bermasalah dengan Airin atau memang ada yang sedang ia pikirkan, entahlah. Tiba-tiba pagi hari ini, jam delapan tepatnya ia memintaku dan Catherine untuk ke ruangannya jelas saja aku merasa sedikit awkward untuk menatap matanya."Baik Pak..." Ucap Catherine.Perempuan dengan rok diatas lutusnya itu dengan sigap memasuki ruangan Randi tanpa mengajakku. Ya memang santer kabar yang
"Dengar ya kamu, jangan mentang-memtang suamimu pergi kamu mudah aja keluar masuk kamar seperti ini..."Belum ada 6 jam pasca keberangkatan Randi, ibu mertuaku sudah langsung menyeramahiku perkara aku langsung bergegas masuk kamar."Ada yang bisa aku bantu, Ma?" "Masak sana, bersih-bersih rumah. Pokoknya kamu jangan cuma makan tidur disini!" Ucapnya.Ia membentakku sehingga asisten rumah tangga yang tadi ada di belakang juga turut keluar."Nah ini Bi, coba diajarin cara bersih-bersih rumah." Tunjuk Airin kepadaku pada saat berbicara dengan asisten rumah tangga di sini."Malam ini, biar dia aja yang masak. Mau lihat apa sih yang buat Randi secinta ini sampai melawan orang tuanya..." Sindir Airin."Ma.. Maaaf tapi aku gak bisaa...." Aku menjawab pelan."Gak bisa? Apa? Kata kamu gak bisa?" "E... enggak Ma. Oke Ma, aku izin ke dapur dulu..." Alihku. Jelas saja harga diriku sudah tidak ada di rumah ini. Me
"Gak becus banget. Masak aja gak bisa. Apa sih kelebihan kamu di mata anak saya?" Airin membentak keras dan marah dengan kejamnya dihadapan suami dan Bi Asih selaku asisten rumah tangganya."Maaf ma....." Aku menunduk takut."Nyonya maaf, tadi saya yang lupa untuk ingatin non Claire angkat steaknya. Maaf Nyonya..." Bi Asih memelas iba kepada Airin."Ah sudah, sekarang kamu pesankan saya makan malam. Atau belikan saja langsung keluar sana...." Perintah Airin, entah itu untukku atau untuk Bi Asih dengan dentuman geprakan meja.Namun, dengan sigapnya aja aku langsung mengeluarkan ponselku dari saku rokku, membuka layanan makanan online, dan mencari steak yang mertuaku ini inginkan."Ma, sebentar ya sedang dipesan....." Ucapku pelan.***Setelah kejadian sadis makan malam tadi, aku tidak melanjutkan makan malamku. Ku biarkan Airin dan Roger untuk makan, sementara aku kembali ke kamar. Aku menangis sejadinya, meng
"Claire, kamu dimana?" "Ya di kantor, kenapa?" "Kamu jawabnya ketus banget. Ada apa sih dari tadi malam...." "Ya biasa, aku lagi gak dalam mood yang bagus sekarang. Ada apa?" Jelas saja rasanya aku ingin menuntaskan obrolan dengan Randi kali ini. "Arsy ke kamu?" "Oh iya itu. Dia tadi sempat nelfon aku sih mau ketemu sore ini. Ada apa ya? Katanya besok mau peresmian...." "Kamu sebetulnya ada apa sih dengan dia?" Terang saja ini membuatku bingung ada masalah apa lagi disana sampai aku diikut-ikutan olehnya . "Kenapa kamu bisa bertanya gitu? Aku lagi di kantor. Bisa gak kita ngobrolnya 30 menit lagi pas aku makan siang?" Aku memberikan penawaran terbaik untuk berbincang pribadi di luar jam kantor. Ya meskipun ia adalah atasanku langsung dan menjadi CEO di perusahaanku, tetap saja aku punya pekerjaan lain yang memberiku gaji disini. "Telfon aku 30 menit lagi...." Ia menutup telfonnya. "Ada apa sih ini? Arsy ngajak gue ketemu, dan dia berlagak aneh seperti ini..." **** "Mau i