Sang Jenderal kini duduk tegak di kursinya sambil menatap tajam ke arah Vivian yang berdiri tegak di hadapannya. Di atas meja makan, terlihat sepiring pancake bermotif Hello Kitty yang baru saja diletakkan oleh Vivian di depan sang jenderal. "Tuan, ke-kenapa tidak makan? Walau ini adalah pancake, tapi bahannya berbeda dari yang saya buat siang tadi," ujar Vivian dengan nada ragu, menyadari bahwa pancake yang ia buat mungkin tidak sesuai dengan selera majikannya. Jenderal mengernyitkan dahinya, mencoba menahan amarah yang mulai membara di dalam dadanya. "Apakah selain motif bodoh ini, masih ada motif lain?" tanyanya dengan suara yang terdengar dingin dan tajam. Vivian menelan ludah, merasa ketakutan dengan tatapan jenderal yang menusuk. "Masih, Tuan. Motif Pokemon, Pikachu, Dragon Ball, dan Donald Duck," jawabnya dengan terus terang, berusaha menjelaskan bahwa ia memiliki banyak pilihan motif yang mungkin lebih disukai oleh jenderal. "Ternyata kamu bisa semuanya, Kalau begitu kerjak
Saat itu, Celine yang menyamar sebagai supir taksi menjemput Vivian di terminal dengan hati berdebar. Dia tahu betul resiko yang diambilnya, namun demi perusahaan ini, dia rela melakukannya. "Melihat gadis malang itu aku malah merindukan putriku," lanjut Celine dengan suara bergetar, menahan emosi. Matanya terlihat berkaca-kaca, namun dia berusaha tegar dan menahan air mata. Cindy hanya bisa mengangguk, Merasakan kesedihan yang dialami Direktur Celine. Dia tahu betul betapa berat beban yang diemban Celine, dan dia bersyukur memiliki seorang pemimpin yang begitu berdedikasi. "Semoga semuanya berakhir dengan baik, Direktur," ujar Cindy dengan penuh harap.Mansion Salveston."Ha ha ha ha...," suara tertawa Kane dan istrinya. Mereka sangat bahagia dengan pernikahan yang akan dilangsungkan tidak lama lagi."Kian, Mony, Kalian harus berbahagia. Pernikahan ini adalah hal yang paling membahagiakanku. Kian, kamu sangat pintar memilih pasangan. Memang jauh lebih cantik dan hebat Mony dari pa
Liza yang telah membaca koran tentang pernikahan Kian dan Mony, Raut wajahnya langsung berubah dan merobek koran tersebut."Pria sia,lan, Mencampakan aku dan menikahi seorang artis. Jangan pernah bermimpi pernikahan kalian bisa lancar," ketus Liza."Kian Salveston, Aku telah dibohongi olehmu. Sehingga begitu bodoh aku menyerahkan tubuhku. Aku mengagalkan pernikahanmu dengan Vivian. dan sekarang aku dicampakkan setelah aku menghadapi masalah," gumam Liza.Kediaman Jenderal."Jenderal, Pak Menteri berharap Anda datang malam ini," ucap Stone, pria yang merupakan asisten Perdana Menteri, dengan hormat saat berdiri di depan pintu kediaman Jenderal Charlie. Jenderal Charlie yang sedang menyeduh teh panas di cangkir mini, terkejut mendengar kabar tersebut. "Ada acara penting apa, sehingga aku harus hadir?" tanyanya dengan nada heran. Stone menelan ludah sebelum menjawab, "Beliau ingin membahas tentang pertunangan Anda dan nona Anita Fernandez, Putri Duta Besar." Mendengar nama Anita Ferna
"Tapi, ini adalah urusan tuan, Bukan kita," kata Koki."Aku bisa membuatnya diusir, Tidak perlu menunggu sebulan," jawab Elena dengan yakin."Dengan cara membiarkan dia masuk kamar tuan, Apakah kamu yakin tuan tidak akan menyalahkanmu?""Tuan tidak akan menyalahkanku, Selama ini aku yang mengawasi semua pekerja di sini. Tuan tidak akan curiga denganku," jawab Elena dengan yakin.Vivian menuju ke kamar Charlie dan mengetuk pintunya.Tuk...tuk..."Tuan, sudah waktunya makan siang!" seru Vivian dengan sopan."Seharusnya tuan ada di sini, dia tidak berada di ruangan lain. Mungkin saja belum bangun juga," ucap Vivian.Tuk...tuk..Vivian berulang kali mengetuk pintu dan tidak ada yang menyahut sama sekali."Sudah pukul satu siang, Tidak mungkin masih tidur," gumam Vivian.Vivian menghela napas sebelum membuka pintu kamar Jenderal yang megah dan luas. Begitu masuk, ia terpesona dengan keindahan dan kemewahan kamar tersebut. Dinding-dindingnya dilapisi dengan wallpaper bermotif elegan, langit
"Tuan, Aku tidak ingin melihat wajahnya lagi, Apakah ada cara lain untuk menebus kesalahanku?" tanya Vivian dengan suara parau. "Kamu tidak perlu melihat wajahnya kalau tidak mau," jawab Charlie yang menuju ke ruangan ganti baju. Ia membuka pintu lemari berukuran jumbo. Terlihat banyak pakaian mewah serta jam tangan dan dasi. "Mantan suami menikah, mantan istri sebagai salah satu tamu yang hadir. Kedengarannya sangat aneh." Gerutu Vivian sambil melipat kedua tangannya di dada. Charlie tersenyum sinis dan berkata, "Aku tidak peduli alasanmu, Aku akan menyuruh Andrew menyiapkan gaun untukmu. Kamu harus hadir di sana, tidak peduli bagaimana perasaanmu." Mendengar kata-kata Charlie, Vivian merasa tak berdaya dan menundukkan kepalanya. Ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan selain mengikuti perintah Charlie. Namun, hatinya terasa sesak dan berat, seakan-akan seluruh dunia menindihnya."Tuan, aku hanya bekerja di bagian dapur, Kenapa harus aku yang menjadi pasanganmu?" tanya Vivian."Kar
"Baik," jawab Alexa.Micheal menatap Charlie dengan senyum sinis, sambil mengejek keputusannya. "Charlie, jadi apa rencanamu selanjutnya? Setelah kamu merenggut malam pertamanya dan membuatnya mendapatkan cacian dan hinaan, kamu masih belum mau muncul?" tanyanya dengan nada mencemooh. Charlie mengepalkan tangannya, menahan amarah yang membara. "Aku akan membersihkan nama Vivian, Micheal. Setelah acara ini selesai, semua orang akan tahu siapa yang sebenarnya bersalah dan siapa yang menjadi korban dalam kejadian itu," jawabnya dengan tegas. Micheal tertawa kecil, lalu melanjutkan ejekannya. "Vivian Alexander sekarang tinggal di kediamanmu, menjadi pekerja di sana. Jadi, kamu bisa melepaskan rindumu setiap kali melihatnya. Tapi sayang, hanya bisa melihat, tidak bisa menyentuh," ujarnya sambil mengejek. Charlie memandang tajam ke arah Micheal, berusaha menahan emosinya yang bergejolak. "Kita lihat saja nanti, Micheal. Aku tidak akan membiarkan Vivian terus menderita. Aku akan buktikan
Mereka tampak menelan ludah, mengingat posisi Charlie sebagai Jenderal yang berpengaruh. Suasana seketika menjadi hening, para reporter saling pandang, berusaha mencari cara untuk menenangkan kemarahan Charlie. "Aku juga tahu dari mana informasi ini disebarkan, tentu saja aku tidak akan membiarkan dalang utamanya lolos begitu saja," ucap Charlie dengan nada tegas sambil menatap tajam ke arah Kane dan Kian yang berdiri di sudut ruangan, wajah mereka tampak pucat dan ketakutan. "Vivian, mari kita ke sana! Tidak usah perduli dengan orang rendahan seperti mereka!" ajak Charlie, menggandeng erat tangan gadis itu sambil melangkah pergi. Semua hadirin di sana hanya bisa diam, terperangah mendengar ucapan Jenderal itu. Beberapa orang saling berbisik, menggumamkan pendapat mereka tentang situasi yang baru saja terjadi. "Apakah Jenderal sedang mengancam kita?" bisik Gigi dengan wajah cemas, ia melirik ke arah suami dan anaknya yang juga tampak terkejut. Suaminya menarik Gigi mendekat, berbis
Beberapa saat kemudian, Charlie melepaskan ciumannya yang hangat dan penuh gairah dari bibir Vivian. Semua mata di ruangan itu terpaku pada mereka berdua, tak percaya dengan apa yang baru saja mereka saksikan. Kane dan Gigi, yang sebelumnya berdiri dengan percaya diri, kini terdiam tidak berkutik. Amarah dan cemburu membara di dalam dada Kian, ketika dia melihat mantan istrinya, yang dulu pernah dia campakkan, tengah berciuman dengan Jenderal tampan di hadapan semua orang."Apakah kalian sudah percaya?" tanya Charlie dengan nada menantang pada keluarga Salveston, sambil meletakkan tangannya di pinggang Vivian."I-iya, kami percaya," jawab Kane dengan terbata, mencoba menahan rasa malu yang kian memuncak."Vivian, apakah mereka menyakitimu?" tanya Charlie, memandang wanita itu dengan tatapan penuh kepedulian."Tidak!" jawab Vivian cepat, menundukkan kepalanya, merasa malu dengan perhatian yang diarahkan padanya. Dengan situasi yang kian tegang, keluarga Salveston hanya bisa menelan lud