"Kok kamu bisa bawa Nilam?" tanya Mama saat di jalan menuju ke rumah. "Aku lagi di kafe Dani habis menemui Jelita. Jelita akan tetap bertahan dengan suaminya ma, meski aku menawarkan untuk melunasi semua hutang Budi itu.""Apa? Kamu akan mengambil dia gitu?" tanya Mama tampak terkejut. "Ma, aku sudah lelah. Aku lelah mencari wanita untuk bisa kujadikan sandaran ketika aku lelah dengan pekerjaan dengan kehidupan ini, aku sudah semakin tua Mama juga kita butuh seseorang untuk melewati masa-masa ini. Aku butuh istri, Ma." "Lalu kamu berharap Jelita bisa jadi istri yang baik untuk kamu," ucap Mama. "Setidaknya, perempuan yang terakhir aku cintai dan masih bisa aku perjuangkan hanya Jelita." "Kamu ini, sekarang repot cari istri dulu sudah punya istri baik dan cantik kamu abaikan begitu saja." "Ma," lirih Aksan. Mama tak berucap lagi, begitupun dengan Aksan yang memilih diam. Ucapan mamanya mungkin kena ke dalam hatinya. Apa yang dikatakan sang Mama betul adanya. Dulu Aksan beruntung
"Assalamualaikum, Ma.""Waalaikumsalam, ah akhirnya anak mama menelpon juga. Gimana kabar kamu, nak?" "Baik, Ma. Mama gimana?" "Alhamdulillah, baik."Percakapan antara anak lelaki dan seorang ibu yang terpisah jarak dan waktu itu selalu terjadi setiap waktu dengan waktu yang berbeda. Ya, akhirnya Aksan memutuskan untuk pergi, menyetujui dengan saran sang Mama untuk meraih kebahagiaan, melupakan semua peristiwa yang terjadi di tanah air dalam hidupnya. Aksan mengambil keputusan yang tepat setelah melakukan perenungan yang cukup panjang. Sebulan dari ucapan sang Mama, Aksan baru berani memutuskan setelah memastikan semua urusan di tempat tinggalnya selesai. Mendengar keputusan sang buah hati tentu Mama Aksan sangat bahagia kala itu, tak ada yang menjadi penghalang kebahagiaannya selain kebahagiaan anak semata wayangnya. Satu-satunya anggota keluarga yang masih dimiliki Mama Aksan. "Baik-baik kamu disana, ya nak." "Iya Bu, ibu juga. Bi, tolong kabari soal Mama apapun itu," ucap Aks
Perjalanan panjang setiap manusia yang bernapas di dunia sejatinya hanyalah sementara, seberapa lama dan panjang pun perjalanan itu tentu akan memiliki akhir yang sama yaitu kematian. Setiap yang bernyawa akan mati, itu janji Tuhan dalam kitab suci. Apa yang kita lakukan selama menempuh perjalanan di dunia, akan diminta pertanggungjawaban di alam akhirat nanti. Jika baik maka akan berbuah baik, jika buruk maka itupun yang akan kita terima. Dan semua manusia akan berharap kebaikanlah yang akan mereka terima. Aksan, sudah merasakan perjalanan hidup yang beragam. Mulai dia yang tergoda mendua hingga dia sendiri yang diduakan, mulai merasakan jatuh cinta, dicintai lalu jatuh cinta lagi dan terluka lagi. Seolah semua yang dilakukannya sudah dibayar lunas oleh takdir yang menyapanya. Genap dua tahun Aksan meninggalkan Negara ini dengan segala cerita yang sudah pernah terjadi, cerita yang membuat kehidupannya beragam dan begitu kompleks. Aksan menikmati setiap kehidupan yang diamanahkan p
Nilam menghentikan sapu yang dipegangnya, ia menempelkan telinga di dinding dekat ia sedang menyapu teras samping rumahnya."Benar deh, ada yang nangis di sini? Siapa ya?" Nilam terus mendengarkan dengan seksama, rintihan tangisan itu terdengar pilu. Dengan segera Nilam menyimpan sapu dan bergegas menuju ruang kerja suaminya. Ya, dinding tadi adalah ruang kerja suaminya-Aksan."Mas ... Mas ... Kamu di dalam?" tanya Nilam sambil mengetuk pintu ruang kerja suaminya.Tak ada jawaban di dalam sana, Nilam memegang gagang pintu dan membukanya, tak ia dapati suaminya, Nilam masuk dengan perasaan tak menentu, detak jantungnya tiba-tiba merasa berdebar, Nilam mencari suaminya di setiap sudut ruangan itu, toilet yang ada di ruangan itu pun di buka tapi tak ada suaminya, suara tangisan itu tak terdengar lagi, Nilam mengendap-endap mencari apa yang membuatnya penasaran tadi."Non ...""Astagfirullah ...."Nilam terperanjat ketika mendengar Bi Jum memanggil namanya, Bi Jum menyembul dari pintu.
"Dek, bisa minta tolong ambilkan ponsel mas ketinggalan di kamar." Nilam sebetulnya enggan melakukan itu, entah kenapa perintah suaminya itu hanya akal-akalannya saja, karena gak mungkin ia lupa membawa benda itu."Yakin mas di kamar?" tanya Nilam."Iya dek, ini di saku gak ada. Ya sudah kalau kamu gak mau, biar mas ambil sendiri." Aksan hendak bangkit dari duduknya, tapi dengan segera Nilam berdiri lalu bergegas berjalan menuju lantai dua di mana kamar mereka berada. Saat Nilam sudah dipastika naik ke lantai dua dan masuk ke dalam kamar, segera Aksan masuk ke ruang kerjanya, cukup lama Aksan di dalam sana hingga Nilam datang pun dia belum keluar. Nilam merasa dugaannya tepat, suaminya hanya sedang mengelabuinya. Mata Nilam langsung tertuju pada ruang kerja itu, tanpa ragu ia segera masuk tapi ternyata lagi-lagi usahanya gagal, tak ada siapa pun di sana. Nilam ke luar dengan perasaan penuh tanya, dia mencoba mencari di seisi rumah itu tapi tak ia temukan suaminya. Tetiba terdengar
"Aw ...."Bi Jum terkejut mendengar suara teriakan itu dan bergegas menuju sumber suara."Astagfirullah, non ...."Bi Jum membantu Nilam yang sudah terduduk, Nilam meringis kesakitan."Ya Allah, non kenapa bisa jatuh kayak gini?" tanya Bi Jum."Nggak apa-apa bi, tadi mau bersihin kaca yang di atas itu tapi ternyata gak sampai." "Ya Allah, ada yang luka non?" "Nggak ada bi, tenang aja." Nilam mencoba menahan rasa sakitnya, apa yang dia rasakan belum seberapa dengan rasa penasaran yang menumpuk dalam dirinya. Bi Jum sudah lembali dengan minyak urut dan segelas air minum. Nilam menerima gelas yang diberikan Bi Jum."Terima kasih bi," ujar Nilam."Sama-sama non, sini saya pijit yang sakitnya non.""Nggak usah bi, nanti juga baikan kok."Bi Jum tetap mengangkat kaki Nilam ke atas kursi dan memijat kaki Nilam yang menurut Bi Jum pasti kesakitan, benar saja Nilam sesekali meringis dan menahan sakit. Selama dipijat Bi Jum, Nilam memperhatikan dengan seksama perempuan itu. Dia benar-benar
Deru suara mobil terdengar, Nilam mengurungkan niatnya untuk menemui Bi Jum. Langkahnya ia gerakan menemui tamu yang datang, suara mobilnya tak asing bagi Nilam.Benar saja dugaannya, Nilam bersiap menyambut kedatangan ibu mertuanya itu. Senyum siap ditebar, meski dia tahu selalu tak ada balasan baik darinya, tapi Nilam tak pernah peduli yang penting dia selalu berbuat baik pada siapapun ya sekalipun dia itu bukan ibu kandung Aksan, dia hanya ibu asuh Aksan setidaknya itu yang dia tahu tentang perempuan itu."Hay, ma." Nilam menyapa Mama Indri dan Mama Indri hanya menyunggingkan bibirnya saja. "Ngapain kamu senyum-senyum kayak gitu? Emangnya ada yang lucu?" sinis Mama Indri."Nggak kok, kan seneng ada Mama ke sini."Nilam menyalmi Mama Indri dan mengikutinya dari belakang, kadang Nilam aneh aja ada manusia semacam Mama Indri yang hanya ibu asuh aja belagunya mentang-mentang Papa Aksan itu percaya banget sama dia, ah entahlah kadang Nilam merasa gak ngerti sama keadaan keluarga suami
Aksan mempercepat langkahnya, ia segera memburu ruangan Bi Jum. Hatinya khawatir ketika menerima telepon dari Nilam mengabarkan Bu Jum pingsan. Nilam yang sejak tadi menemani Bi Jum yang sudah sadarkan diri tapi masih lemas."Mas ....""Gimana keadaannya dek? Bi, bibi gak apa-apa kan?"Nilam terkejut, ia seolah dibuat terperangah oleh sikap suaminya yang begitu perhatian pada Bi Jum. Mengetahui terjadi sesuatu pada Bi Jum langsung datang bahkan perhatiannya sangat luar biasa."Tadi Mama Indri datang, aku gak tahu awalnya yang jelas ku dengar Mama seperti marah dan mengancam gitu sama Bi Jum," jelas Nilam."Dasar ... Dia lagi dia lagi, selalu saja menyakiti hati orang. Shit ...." Aksan emosi mendengar hal itu, ia terus memijat kaki Bi Jum sambil terus mencoba berkomunikasi dengan Bi Jum.Nilam pamit pada suaminya, dia merasa keberadaannya hanya mengganggu saja. Melihat perhatian Aksan pada Bi Jum seperti melihat perhatian seorang anak pada ibunya, sebegitu dalam kah perasaan Aksan pad