Ana mengerang saat tubuhnya terguncang dengan keras. Matanya yang masih mengantuk terasa berat untuk dibuka. Dia baru saja tidur siang tadi dan siapa yang berani membangunkannya, mengingat jika hanya dirinya sendiri di rumah ini. Mengingat itu, Ana membuka matanya cepat. Dia berdiri dan menghela nafas lega saat menemukan Davin yang menatapnya aneh.
"Mas!" Ana berdecak kesal dan kembali menghempaskan tubuhnya di kasur.
"Kamu kenapa?" tanya Davin sambil melepaskan kemejanya.
"Aku pikir tadi ada maling." Ana kembali bangkit dan duduk di kasur. Rasa kantuknya sudah hilang sekarang. Dia menatap Davin yang tengah berdiri di depan cermin sambal mengelus dagunya yang mulai lebat akan rambut.
"Kok Mas Davin udah pulang?" Ana bertanya masih memperhatikan Davin yang mulai melepaskan celananya. Pemandangan yang cukup membuatnya panas dingin.
"Males di kantor."
Mata Ana membulat. Dia bertepuk tangan heboh karena rasa tidak percayanya. Dia tidak salah den
Suara dering alarm yang berbunyi membuat pria yang tengah tertidur itu perlahan membuka matanya kesal. Dengan mata yang memerah karena kurang tidur, Davin melihat ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul lima pagi. Dia menggerang pelan sebelum berbalik untuk melihat istrinya yang masih tertidur pulas.Perlahan raut wajah kesal itu berubah ketika melihat wajah polos Ana yang tertidur. Seketika rasa lelah di tubuhnya yang hanya tidur tiga jam langsung sirna. Tangan Davin terangkat dan menekan pipi Ana dengan jari telunjuknya. Wanita itu mengerang dan berbalik membelakangi Davin. Melihat itu, Davin segera mendekatkan tubuhnya dan memeluk istrinya dari belakang. Tangannya terulur mengelus perut Ana yang terlihat membuncit."Bangun, Sayang. Udah pagi," bisik Davin mengelus perut Ana."Ngantuk, Mas!" Ana mendorong tangan Davin yang berada di perutnya."Aku bangunin anak aku, bukan kamu."Ana menatap Davin sengit, "Sama aja, anakmu masih di dalem perutku.
Ana menghela nafas lega begitu telah menyelesaikan naskah FTV untuk salah satu stasiun televisi. Matanya melirik ke arah jam yang sudah menunjukkan pukul 11 malam, tapi suami dan anaknya belum juga kembali ke rumah."Ke mana mereka?" Ana meraih ponselnya untuk menghubungi Davin. Namun belum sempat melakukannya, pintu kamar terbuka dan muncul Davin dengan kantung plastik di tangannya."Kok baru pulang?""Urusan pria," jawab Davin santai dan meletakkan bingkisan makanan di meja Ana.Mata Ana menyipit melihat itu, "Apa ini?""Kata David itu sogokan buat kamu, biar nggak marah lagi."Ana berdecak, tapi tak urung juga membuka makanan itu
Suasana ramai di dalam sebuah gedung membuat Davin mengeratkan pelukannya pada pinggang Ana. Dengan warna pakaian yang senada, Ana dan Davin mulai masuk lebih dalam ke gedung pernikahan Alex.Ya, setelah bertahun-tahun bertarung dan berjuang dengan penyakitnya, akhirnya pria itu bisa hidup normal. Terima kasih pada Ana yang ikut memberikan semangat pada Alex selama ini.Sudah tiga tahun Alex dinyatakan sembuh dan selama itu pula dia mulai menata kembali hidupnya yang sempat berantakan karena masa lalu yang kelam. Namun semuanya berubah sekarang, keadaannya sudah kembali normal. Alex tidak terlalu memikirkan kondisi kakaknya di penjara, toh kesalahan Allen memang sudah sangat keterlaluan."Mas, jangan gini, ah. Susah gerak tau." Ana berucap kesal sambil berusaha menahan tubuh Daniel di
Tahun 2009Ana terbangun dari tidurnya saat mendengar suara jeritan di sekitarnya. Matanya mengedar berusaha untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Jeritan itu masih terdengar pilu di telinganya. Ana tidak tahu berada di mana saat ini, tapi ingatan terakhir akan seseorang yang menariknya masuk ke dalam mobil membuatnya tersadar. Perlahan mata indah itu mulai mengeluarkan air mata. Ana tidak bodoh, diusianya yang ke-9 ini dia tahu jika sedang berada di dalam pesawat saat ini. Gambaran awan putih dari jendela seolah mebuktikan itu semua.
Sepuluh tahun kemudian.Terik matahari tidak menghalangi Ana untuk datang ke kampus. Hari ini adalah hari Jumat yang berarti seharusnya ia tidak ada kelas. Namun, entah kenapa dosen mendadak mengadakan kuis yang membuat para mahasiswa mengeluh tidak suka.Jakarta adalah kota yang dipilih Ana untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Terlalu beresiko mengingat begitu cerobohnya dia selama ini. Namun dengan tekad dan kemauan,
Ana menatap ponsel di tangannya dengan tatapan menerawang. Ibu jarinya menekan tombol menu, kemudian kembali, lalu ke menu lagi dan begitu seterusnya. Sudah seminggu berlalu setelah peristiwa di tempat parkir dan sudah seminggu pula Ana harus bertahan dengan ponsel jadul milik Ally, ponsel keluaran lama yang hanya bisa dia gunakan untuk telepon dan mengirim pesan.Ana tidak memberitahu orang tuanya tentang kejadian seminggu yang lalu. Lagi pula dia tidak apa-apa, tidak ada luka di tubuhnya. Hanya rasa terkejut, itu saja. Ana meletakkan ponselnya dan mengeluarkan kartu nama milik Davin dari tasnya. Dia masih bingung, apa dia harus menghubungi pria itu terlebih dahulu? Ana merebahkan tubuhnya di atas kasur saat tidak mene
Kini Ana sudah siap dengan kemeja putih, jeanshitam, dan sepatuconverseabu-abu andalannya, tapi kali ini sepatu yang dipakainya sudah dicuci dengan bersih. Di saat seperti ini Ana sedikit kecewa dengan gaya berpakaiannya yang sulit berbaur dengan suasana kantor. Baru satu langkah keluar dari kosnya, Ana mengingat sesuatu. Dia belum menghubungi Davin terlebih dahulu. Ana tidak ingin kejadian kemarin terulang kembali. Dengan cepat dia mengambil ponsel sakti milik Ally dan kartu nama Davin yang berada di tasnya. Ibu jarinya bergerak dengan lincah mengetikkan pesan untuk pria itu.
Ana menatap lekat wajah pria di hadapannya dengan bingung. Setelah adegan tarik-menarik yang mengundang banyak pasang mata untuk melirik, akhirnya Ana memilih untuk menyerah. Dia pasrah dengan apa yang dilakukan Davin. Protes pun percuma karena sepertinya pria itu terlihat tidak ingin mencabut ucapannya untuk memecat satpam kantor. Davin memilih diam dan terus menggosok rambut Ana yang basah dengan handuk. Banyak pertanyaan yang berkumpul di otak Ana saat ini. Belum selesai dengan tragedi pemecatan tadi, sekarang Davin kembali melakukan hal yang di luar dugaan. Ana bisa menggosok rambutnya sendiri. Davin tidak perlu melakukan ini untuknya. Jas milik pria itu juga masih membungkus tubuhnya dengan rapi."Ganti pakaianmu,"