Share

2. Berurusan dengan Juna

Saat jabatan menjadikan seseorang berkuasa tanpa pandang bulu. -Laura

🍁🍁🍁

Saat bel istirahat, Juna gunakan waktu 15 menit ini sebaik mungkin agar Laura sama-sama merasakan derita hukuman bagi para murid yang terlamabat.

Juna memasuki kelas 11 Ips 1. Seluruh penghuni kelas itu tak jadi keluar karena kehadiran Juna yang tiba-tiba.

"Disini yang namanya Laura, maju di hadapan saya," ucap Juna tegas dan menusuk. Semuanya terdiam, tatapan mereka tertuju pada Laura yang tengah ketakutan.

Laura di dorong maju, hingga ia terjatuh. Tak siap untuk melangkah. "Ini kak, Lauranya," kata sang ketua kelas, Bram.

Laura berusaha berdiri. Kakinya sakit, terkilir.

Juna membantu Laura berdiri. "Ikut saya," ia menyeret Laura meskipun cewek itu terseok jalannya. Namun, hukuman terlambat tetaplah berlaku.

Laura berusaha melepaskan jeratan tangan Juna sekuat, namun gagal.

"Mau kabur? Gak bisa, Laura. Bu Setyaningrum menunggu di depan gerbang sekolah," desis Juna tajam. Sebagai ketua OSIS, seluruh murid harus merasakan hukuman apapun dari sekolah se-adil mungkin.

"Tapi kan, tadi aku di panggil bu Rika," sanggah Laura, memangnya hukuman itu bisa di lanjutkan kembali?

Saat sampai di depan gerbang sekolah dan para murid yang berkeliaran mulai dari membeli jajan, antri, duduk lesehan dan ada yang camping dadakan dengan membawa bekal berukuran besar.

Bu Setyaningrum tersenyum. Juna memang tak pernah main-main. "Kamu berdiri disini sampai bel istirahat selesai,"

Juna melongo, tak terima. "Gak bisa gitu bu. Harusnya sampai pulang sekolah," tegas Juna menyuarakan pendapatnya, Laura tidak perlu di kasihani.

Juna menatap Laura. "Liat aja bu, pura-pura sedih dan polos biar di belas kasihan semua orang," Juna menunjuk Laura, semua siswa SMA Permata itu berani memikul tanggung jawab atas kesalahan yang sudah di perbuat selama masa jabatan osisnya, meskipun 6 bulanlagi ia lengser.

"Sudah-sudah. Laura, seperti yang ibu katakan tadi pagi, angkat satu kakimu dan tangan menyilang pegang telinga," kata bu Setyaningrum lembut, bukan berarti pilih kasih, Laura adalah murid spesial bagi semua guru SMA Permata atas prestasi, ketekunan, dan saling menolong.

"Baik bu," Laura melakukannya. Juna, ia tau kalau cowok itu ketos yang paling tegas, pemarah, cuek, dan sadia akan ucapannya. Juna sekaligus ketua geng terbesar di Jakarta, Meteor.

Juna tersenyum. "Awasin dia bu," ia tak ingin Laura di berikan keringanan seperti ke UKS alasan pusing, dan pingsan karena lupa sarapan.

Juna berlalu, menuju kantin. Keenam temannya duduk melingkar di pojok sambil berdendang, nyanyi, dan duet yang di lakukan oleh Sam dan Alvaro.

"Sesange sori jilelo I Love You. Neol saranghandago. Nae yo jaga dweyo dailego. Nun busyo always you're my star. Naega neol jikyeo jutke," nyanyi keduanya kompak, suara pas-pasan. Namun Radit dan Adit tetap meringi keduanya debgan meja sebagai gendangnya.

Jaka dan Satya tak berminat, keduanya berekspresi seakan bosan hidup dengan tingkah Sam dan Alvaro tiada tandingnya dengan banci kelang.

Saat Juna duduk, Sam, Alvaro, Radit dan Adit menghentikan aksi konsernya. Suasana kantin yang tadinya ramai bak pasar menjadi sunyi sepi seperti kuburan. Aura mencekam dari Juna membuat siapapun akan mati kutu, ketakutan, gemetar dan lari terbirit-birit.

"Eh, bos Juna. Pagi," sapa Sam nyengir, malu jika Juna mendengarkan nyanyiannya yang sumbang tadi.

"Bu Yam! Mie ayamnya satu!"teriak Juna, bu Yam mengangguk. Stan mie ayam berada di sebelah kanan tepat lokasinya duduk saat ini.

Juna menatap keenamnya dengan wajah tegang, tengil untuk Sam dan Alvaro. "Kenapa? Kalian menyembunyikan sesuatu dari saya?"baku, mungkin karena ia menjabat ketos sekaligus ketua geng Meteor.

"Tadi bos nyeret Laura?" Sam mendengar desas-desus ini, seantero sekolah langsung heboh saat Juna pertama kalinya berurusan dengan seorang cewek, fenomena alam yang langka sekali.

"Iya," jawab Juna dengan tempo yang sesingkat-singkatnya. 

Alvaro terkejut memegangi dadanya, sesak, sakit tak berdarah. "Oh my godness, lo seriusan Jun? Kasihan, bukan kambing loh," Alvaro memegangi kedua pipinya, syok dengan aksi Juna.

"Al, awakmu persis karo makku lek ndelok sinetron," Jaka akhirnya bersuara setelah sekian lamanya. (Al, lo mirip dengan makku kalau liat sinetron)

Alvaro cemberut, mak Suketi teriak heboh, tak sabaran. "Ya gak sama lah Jak. Wajah gue sama mak lo beda, gak ada mirip-miripnya," Alvaro melencengkan pembahasan, harus ekstra sabar jika berhadapan dengannya.

Jaka terdiam seribu bahasa, Alvaro belum kembali ke Bumi rupanya. 'Untung lo temen gue Al, yang lucu di antara keempat kutub es,'

Bu Yam membawakan mie ayam pesanan Arjuna ke tempat cowok itu duduk. "Dua tiga makan tomyam. Silahkan makan mie ayam," pantun bu Yam, siapapun bisa belajar dengannya, gratis tanpa di pungut biaya apapun.

Sam tertawa, Juna tidak suka pantun. Sensi. "Bu Yam, ekspresi Juna langsung kayak keset welcome tuh," tunjuk Sam dengan dagunya.

"Punya anak namanya Asraf. Eh, saya minta maaf," bu Yam berpantun lagi. 

Alvaro bertepuk tangan. "Bu Yam, pantunnya semoga go internasional ya," Alvaro mendoakan.

"Aaamiin. Oh baginda ambilkan selasih. Saya ucapkan terima kasih," bu Yam semakin jago dalam pantunnya.

Juna tak peduli, lebih baik fokus makan. Dalam lubuk hatinya, Juna merasa bersalah saat membawa Laura secara paksa ke bu Setyaningrum demi hukuman lanjutan. Apakah ini berlebihan?

Juna menggeleng, menepis rasa iba yang datang tiba-tiba. 'Gak-gak, Laura memang seharusnya di hukum. Gue sendiri juga berdiri sampai bel istirahat,'

Sam menatap Juna heran. "Pusing pala barbie Jun?"

"Pusing pala barbie. Pala barbie. Ooow. Pusing pala bar-" nyanyian Alvaro terputus saat Satya menyumbat mulutnya dengan tisu. "Emm," Alvaro teriak tak jelas. 

Bu Yam terhibur dengan tingkah Sam dan Alvaro, memberikan warna bagi keempat kanebo kering SMA Permata yang selalu monoton tanpa gurauan. "Dua tiga punya cucu. Kalian mah lucu," bu yam ingin mengangkut Sam dan Alvaro ke rumahnya agar ramai.

Sam tertawa, Jaka tersenyum tipis, yang lain senyum pepsodent. Kata siapa geng Meteor yang berjumlah tujuh manusia itu galak? Tidak, jika tertawa itu bebas, maka geng Meteor akan tersenyum ala pepsodent.

Seisi kantin terutama kaum hawa menahan pekik, memotret sunggingan senyum indah dari geng Meteor. 

"Seriusan mereka senyum?"

"Gak papa deh. Kalau gak ketawa, asal senyum pepsodentnnya ituloh bikin hati neng meleleh,"

Juna beralih menatap kelima temannya. "Kalian sudah makan?"meskipun Juna itu singa dan buaya, tapi perhatiannya itu tulus dari lubuk hati yang terdalam.

"Sudah bos," jawab mereka kompak, Sam dan Alvaro kembali serius.

Sedangkan Laura berjalan menuju ke kantin, ia lapar. Bu Setyaningrum memberikan wejangan serta keringanan hukuman, hanya 10 menit berdiri. 

Laura menuju stan mak Ton yang menjual berbagai camilan dari ciki hingga roti. Tentunya melewati tempat singgahsana geng Meteor. Namun Laura sebisa mungkin tak melirik Juna.

"Bu, rotinya berapa?" Laura mengambil satu buah sari roti, maklum ia tak pernah merasakan rasanya.

Mak Ton menoleh. "Empat ribu lima ratus neng. Mau beli?"

Laura menghela nafasnya kecewa, uangnya tak cukup. Hanya tersisa dua ribu itulah satu-satunya uang jajan dari celengan ayamnya. 

Laura menggeleng. "Gak jadi bu,"

Mak Ton mengernyit. "Loh kenapa? Mahal ya?" ia melirik Laura yang menatap uang duaribu itu sendu.

"Iya mak," Laura sungkan jika hutang pada mak Ton hanya karena sebuah roti.

Uang goceng di letakkan di atas toples permen. Sebuah tangan kekar itu membuat Laura menoleh ke belakang takut-takut jika itu Juna.

"Saya beli mak," tukas Juna seenaknya, padahal roti itu tersisa satu saja. 

Laura tak bisa membantahnya, tadinya ia ingin menyicil pembayarannya pada mak Ton. 'Bisa gak sih gak usah main ambil giu aja? Gak tau apa kalau lagi lapar banget,' batin Laura protes, sekarang ia tau sifat aslinya Juna, semena-mena.

"Iya mas. Silahkan," mak Ton mengambil uang goceng itu. 

Juna berlalu, tanpa melirik Laura.

Laura meringis memegangi perut bagian kirinya, posisi lambung. "Aww, apa asam lambungnya naik ya?" mengenai tadi pagi ia tak sarapan.

🍁🍁🍁


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status