Satu bulan telah berlalu, pukul sebelas malam Alya terbangun dari tidurnya, tangan kanannya meraba sebelahnya yang kosong. Detik itu juga, kelopak mata Alya terbuka sempurna, wanita hamil itu bangkit dan menelisik sudut kamarnya mencari sosok suaminya.
"Mas, Mas, Mas Reyhan!" teriak Alya. Lalu bangkit dari tempat tidur.
"Mas." Alya kembali berteriak.
"Iya, Sayang sebentar!" teriak Reyhan dari ruang kerjanya.
Selang lima menit Reyhan masuk ke dalam kamar, terlihat jika istrinya tengah mondar-mandir tak jelas. Reyhan berjalan menghampiri istrinya, seketika Alya memeluk tubuh suaminya. Reyhan merasa jika ada sesuatu yang sang istri inginkan.
"Ada apa, hem?" tanya Reyhan.
"Mas, aku pengen makan martabak telor," jawab Alya. Seketika Reyhan menghela napas, sudah diduga.
"Sayang ini .... "
"Aku pengennya sekarang, Mas. Kalau nolak nanti anak kamu ileran, mau." Alya memotong ucapan suaminya.&nb
Waktu terus bergulir, setelah melewati hari demi hari, hingga bulan demi bulan. Kini penantian Alya dan Reyhan telah terbayar, tepat pukul tujuh pagi Alya melahirkan seorang putri yang sangat cantik. Wajahnya sangat mirip dengan Alya, tetapi hidung dan matanya mewarisi ayahnya."Lihat, Sayang. Wajahnya mirip banget sama kamu, cantik." Reyhan menggendong putrinya dan duduk di sebelah istrinya."Tapi hidung sama mata mirip sama kamu," ucap Alya seraya memandangi wajah putrinya."Iya lah, kan papanya tampan," sahut Reyhan dengan penuh percaya diri."Ish, biasa aja kok," balas Alya. Seketika Reyhan mencubit gemas hidung istrinya."Ih, sakit tahu." Alya memegangi hidungnya, dengan bibir cemberut."Nggak usah cemberut, jelek tahu." Reyhan mengacak-acak rambut panjang istrinya.Selang beberapa menit, pintu ruangan terbuka terlihat Yulia dan Widya masuk ke dalam. Kedua wanita itu segera menghampiri cu
"Alhamdulillah, akhirnya positif. Mas Gibran pasti senang mendengar kabar ini. Ah, rasanya aku tidak sabar ingin memberitahu tentang kehamilanku ini," ucap Alya. Wanita dengan dress berwarna merah tersenyum, penantiannya tidak sia-sia, setelah satu tahun menikah, kini ia telah diberi kepercayaan."Lebih baik aku telepon, mas Gibran saja." Alya mengambil ponselnya, dan bergegas menghubungi nomor suaminya.[Assalamu'alaikum, Mas][Wa'alaikumsalam, Sayang ada apa? Tumben tiba-tiba nelpon][Nanti sore, Mas jadi pulang kan][Insya Allah jadi, udah kangen ya][Iya udah kangen banget, aku juga punya kejutan untuk kamu][Kejutan apa? Jadi penasaran nih][Makanya, Mas buruan pulang][Iya, Sayang. Ya sudah aku lanjut kerja lagi ya][Iya, Mas. Jangan lupa makan, assalamu'alaikum][Iya, Sayang. Kamu juga, wa'alaikumsalam]Setelah itu Alya menutup sambungan teleponnya, ia kembali meletakkan pons
Pagi harinya, pukul enam Alya baru terbangun, ia mendapati suaminya sudah tidur di sampingnya. Entah pulang kapan, Alya tidak mendengarnya, ia mengamati wajah sang suami yang terlihat begitu lelah, dan kelihatannya Gibran memiliki beban pikiran yang cukup berat."Sebenarnya apa yang kamu sembunyiin dari aku, Mas." Alya mengusap wajah tampan Gibran.Alya melirik jam di atas nakas, setelah itu ia turun dan beranjak masuk ke dalam kamar mandi. Sementara itu, Gibran mulai mengerjapkan matanya, cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar, membuatnya merasa terganggu. Gibran meraba samping kanan yang ternyata sudah kosong."Alya, kok nggak ada." Gibran bangkit dan terduduk. Selang beberapa menit Alya keluar dari kamar mandi."Mas udah bangun." Alya berjalan menghampiri suaminya."Sudah, Sayang, maaf ya untuk yang semalam." Gibran bangkit dan berjalan menghampiri sang istri."Iya, Mas. Kalau boleh tahu, semal
Alya menatap mata suaminya, berharap jika semua yang ibu mertuanya itu katakan tidak benar. Rasanya persendian Alya patah mendengar hinaan seperti itu, andai mereka tahu jika Alya tengah hamil. Apa hinaan itu akan berubah menjadi kasih sayang.Setelah mengetahui hal ini, Alya rasanya tidak perlu memberitahu bahwa dirinya tengah hamil. Alya akan melihat kedepannya akan seperti apa, ia yakin ibu mertuanya itu pasti akan lebih sayang pada menantu keduanya, dibandingkan dengan Alya."Apa benar jika Safira itu istri kedua kamu, Mas?" tanya Alya."Heh, kamu tidak dengar tadi. Safira itu .... ""Aku tanya sama, Mas Gibran bukan sama, Mama," potong Alya. Ibu mertuanya itu memang sekali-kali harus diberi pelajaran."Alya, kamu .... ""Sekarang jawab pertanyaanku, Mas. Apa benar jika Safira itu istri kamu." Alya memotong ucapan suaminya. Dadanya naik turun menahan amarah.Gibran bungkam dan menundukkan kepalanya, p
Alya menyeka wajahnya yang basah karena kopi, ibu mertuanya memang sudah sangat keterlaluan. Sementara, Gibran yang sebagai suaminya hanya diam, suami macam apa. Melihat istrinya diperlukan buruk hanya menonton."Kamu mau bunuh anak saya, iya." Ratna menjambak rambut panjang Alya."Ma, sudah mungkin Alya .... ""Diam kamu, istri seperti dia tidak perlu kamu bela. Sudah mandul, tidak tahu diri, seharusnya kamu berterima kasih karena Gibran masih mempertahankan kamu. Coba kalau Gibran menceraikanmu, siapa yang mau sama wanita mandul sepertimu!" bentak Ratna, lalu melepas jambakannya dengan kasar."Sekarang kamu selesaikan masakanmu, kami sudah lapar," titah Ratna."Suruh saja menantu kesayangannya, Mama untuk masak, aku bukan pembantu." Alya melenggang pergi meninggalkan ruang makan. Hatinya terlanjur sakit mendengar ucapan demi ucapan pedas ibu mertuanya itu."Alya, berani kamu ... Alya mau kemana kamu, Alya!" te
Safira tersenyum saat melihat siapa yang datang, begitu juga dengan Ratna. Sementara Alya masih diam, ia berusaha untuk bersikap tenang. Gibran berjalan menghampiri mereka Alya dengan tatapan mata yang tajam."Jadi ini yang kamu lakukan di belakang aku iya?" tanya Gibran penuh dengan penekanan.Alya terdiam sejenak. "Memangnya kenapa? Mereka pantas mendapatkan ini. Aku bukan wanita lemah yang seenaknya diinjak-injak begitu saja."Plak, satu tamparan mendarat di pipi mulus Alya. "Sekarang kamu berubah, di mana Alya yang dulu."Alya mengusap pipinya yang terasa panas. "Aku berubah juga gara-gara kamu, dan sepertinya bukan aku saja yang berubah, tapi kamu juga. Setelah kamu menikahi sahabat tidak tahu diri itu, kamu berubah."Gibran kembali mengangkat tangannya kembali, dan hendak menampar pipi Alya kembali. Namun niatnya terhenti saat melihat sorot mata istrinya yang terlihat seperti menahan rasa sakit. Gibran sadar, jika keputusannya unt
Dengan cepat Alya mengambil amplop tersebut, ia tidak ingin Gibran tahu jika dirinya tengah hamil. Sementara itu, Gibran menatap istrinya dengan penuh selidik, ada rasa curiga jika sang istri menyembunyikan sesuatu darinya."Amplop apa itu?" tanya Gibran."Ini bukan punyaku, tapi punya Linda. Kemarin dia nitip," jawab Alya. Ia sengaja berbohong agar Gibran tidak mencurigainya.Gibran hanya mengangguk, setelah itu ia beranjak meninggalkan kamar istrinya. Sementara itu, Alya bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Hari ini Alya akan pergi ke rumah orang tuanya untuk mengurus masalah yang kini menimpanya.Dua puluh menit kemudian, Alya sudah siap untuk pergi. Wanita berambut panjang itu beranjak keluar dari kamar, ia melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Setibanya di bawah terlihat Ratna dan Safira tengah ribut di dapur, sementara Gibran sudah berangkat ke kantor."Heh mau kemana kamu?" tanya Rat
Penyesalan memang selalu datang terlambat, karena jika diawal itu namanya pendaftaran. Kini Gibran hanya bisa meratapi nasibnya, istri pergi, saham yang sudah kurang lebih satu tahun ia kelola kini diambil kembali. Rasanya Gibran ingin menangis, mungkin jika hanya saham yang diambil, ia masih bisa terima. Namun, Alya juga ikut pergi, terlebih sang istri dalam keadaan hamil.Selama setahun menantikan buah hati, setelah terwujud, justru Gibran tidak bisa memilikinya, karena sang istri memilih untuk pergi. Andai ia tidak menuruti keinginan ibunya, mungkin kejadiannya tidak akan seperti sekarang ini. Mungkin saat ini Gibran tengah berbahagia karena kehamilan Alya."Gibran, sekarang apa yang akan kamu lakukan?" tanya Ratna.Gibran menggelengkan kepalanya. "Nggak tahu, Ma. Alya sudah pergi ninggalin aku."Ratna menghembuskan napasnya. "Untuk apa kamu memikirkan dia, biarkan saja dia pergi. Yang perlu kamu pikirkan adalah, bagaimana caranya kit