“Kau lama sekali, Cia.” Ucap seorang pria dengan pakaian serba hitam dengan topi di kepalanya dan masker di wajahnya.
“Aku punya tanggung jawab sekarang. Apa yang kau butuhkan saat ini?” Tanya Lucia dengan serius pada pria itu.
Mereka saat ini berada di salah satu restoran mewah yang tertutup karena memang restoran tersebut hanya sebuah kedok, di dalamnya banyak orang yang memiliki kepentingan khusus tanpa diketahui oleh banyak orang umum.
"Aku membutuhkan ini." Ucap Zidan dengan memberikan sebuah kertas yang dilipat kecil dihadapan Lucia.
Lucia yang melihat itu langsung mengambilnya dan membacanya.
"Cukup sulit." Ucapnya setelah membaca apa yang tertulis di sana.
"Mereka berani membayar hingga tiga juta dollar jika kau menerimanya." Ucap Zidan dengan serius.
Lucia yang mendengar itu langsung terdiam, tiga juta dollar cukup besar untuk dirinya bisa hidup bergelimang harta tanpa bekerja selama lima tahun.
"Beri aku waktu, aku butuh waktu untuk memikirkannya." Ucap Lucia pada akhirnya, dia belum bisa memberikan jawaban pasti saat ini.
"Itu hanyalah pil sederhana yang bisa kau buat satu hari." Ucap Zidan yang tak puas dengan jawaban yang diberikan oleh Lucia.
"Bahan untuk membuatnya membutuhkan teknik khusus untuk membuatnya, saat ini aku belum bisa melakukan pekerjaan selama satu Minggu kedepan." Ucap Lucia dengan tenang sambil menyesap teh hijau miliknya.
"Sebenarnya kenapa kau tiba-tiba kau cuti, ku dengar adik tirimu yang menikah tapi kau seperti yang telah menikah." Ucap Zidan tatapan menyelidik.
Lucia berusaha untuk tetap tenang dengan tatapan Zidan yang seakan ingin mengulitinya dan ingin mengetahui apa yang ada di dalamnya. Namun Lucia sangat pandai menyembunyikan perasaan di hatinya.
"Kenapa kau ingin mencampuri urusanku, Zi? Aku akan mengerjakan itu tapi tidak di Minggu ini. Apa yang salah dengan hal itu?" Ucap Lucia dengan tenang.
"Mereka menginginkan pil itu secepatnya, karena anak mereka terkena penyakit yang belum ada obatnya dan hanya kau yang bisa mengobatinya dengan pil ciptaanmu itu."
"Pilku bukan untuk menyembuhkannya secara total, tapi membuatnya bisa bertahan hidup minimal sampai umur enam puluh tahun." Ucap Lucia dengan serius.
"Ya pokoknya itu, mereka membutuhkannya segera." Ucap Zidan.
Lucia menghela nafasnya dengan pelan.
"Aku akan menolaknya." Ucap Lucia dengan datar.
Zidan yang melihatnya sedikit panik, dia tahu jika Lucia adalah wanita yang sulit jika keputusannya sudah bulat.
"Baiklah baiklah, berarti bulan ini kan? Aku akan memberikan mereka pengertian." Ucap Zidan segera sebelum Lucia semakin tidak berminat dengan ini.
"Oke." Ucap Lucia dengan tenang.
Dia sebenarnya juga membutuhkan uang ini untuk membeli beberapa tanaman herbal langka untuk Dariel agar pria itu cepat sembuh dan mereka bisa segera berpisah. Karena tanaman-tanaman yang dia gunakan membutuhkan biaya hingga puluhan sampai ratusan juta untuk bahannya saja.
Mengingat Dariel, Lucia melupakan jika dia harus memesan makan siang untuk pria itu makan nantinya.
"Kau kenapa?" Tanya Zidan karena melihat raut wajah Lucia yang terlihat sedikit gelisah.
"Aku melupakan sesuatu." Ucap Lucia dengan segera dan membuka ponselnya untuk memesan makan siang untuk Dariel saat itu juga.
Zidan yang melihatnya hanya diam dan mengamati.
"Kau sedikit berubah." Ucap Zidan dengan wajah yang serius.
"Kau terlalu banyak mengamati dan berpikir hingga otakmu selalu berpikiran buruk." Ucap Lucia dengan datar.
Zidan terkekeh, mereka melanjutkan obrolan mereka dengan topik yang lain karena mereka merupakan rekan kerja lama yang saat ini memiliki kesibukan masing-masing karena perbedaan pekerjaan yang diberikan oleh organisasi mereka.
************"
"Permisi! XFood! Permisi!" Suara dari luar Villa membuat Dariel mendorong kursi rodanya menuju ke pintu masuk Villa.
Saat membuka pintu dia melihat pria dengan menggunakan Helm merah dan jaket merah sedang membawa kantong yang berisi makanan disana.
"Atas nama tuan Dariel Filbert?" Tanya pria itu pada Dariel.
Dariel hanya mengangguk singkat.
"Ini pesanan anda, terima kasih telah mengorder di XFood. Ditunggu orderan selanjutnya." Ucap pria itu dengan ramah lalu pergi dari hadapan Dariel untuk menuju ke motornya.
Dariel menatap ke arah makanan tersebut dengan tatapan dalam lalu menutup pintu dan masuk ke dalam Villa.
Hingga di pukul tiga sore, suara pintu mobil yang tertutup terdengar di telinga Dariel yang sedang duduk tenang di kursi rodanya dengan menatap ke arah pemandangan sore di jendela kamarnya.
"Aku pulang!" Ucap wanita itu yang baru pulang ke Villa ini.
Dariel yang mendengarnya langsung keluar dari kamarnya, dia masih bisa melihat wajah lelah wanita itu yang tengah beristirahat di sofa.
Dariel hanya diam saja, karena dia tak ingin mencampuri urusan wanita itu.
"Untukmu." Ucap Dariel sambil menyerahkan kartu kredit untuk Lucia.
Lucia yang sebelumnya memejamkan matanya sambil menyandar di sofa langsung membuka matanya dan melihat ke arah kartu kredit yang dipegang oleh Dariel.
"Untuk apa?" Tanya Lucia dengan bingung.
"Untuk kebutuhan sehari-hari." Ucap Dariel dengan dingin.
"Tak perlu, kau lebih membutuhkannya. Simpan saja untukmu, aku tahu kau lebih membutuhkan dariku." Tolak Lucia dengan halus namun hal itu ternyata membuat Dariel tersinggung.
"Aku memang lumpuh tapi bukan berarti aku lepas tanggung jawab menafkahi mu secara lahir." Ucap Dariel dengan dingin lalu menaruh kartu kredit itu ke meja dengan kasar lalu pergi dari sana dan masuk ke dalam kamarnya lagi.
Lucia yang melihat itu hanya menghela nafasnya dan melihat ke arah kartu kredit berwarna hitam tersebut.
"Bagaimana dia bisa mendapatkan kartu kredit unlimited ini? Bukankah dia tidak bekerja dan dikucilkan keluarganya sendiri?" Gumam Lucia dengan terus menatap ke arah pintu kamar yang tertutup tersebut.
Karena tak ingin berpikiran macam-macam dan mereka sudah berjanji untuk tak mengurusi hal privasi masing-masing, Lucia memilih untuk menerimanya saja.
"Aku harus memasak untuk makan malam nanti." Gumam Lucia ketika melihat jam sudah cukup sore.
Dengan segera dia langsung masuk ke kamarnya untuk mengganti baju dan memasak makanan untuk mereka berdua santap di makan malam nanti.
**************
Sebuah mansion mewah yang berisi anggota keluarga inti Filbert tengah disibukkan dengan acara yang akan mereka gelar sebentar lagi.
Acara ulang tahun tuan Abert Filbert akan digelar besok lusa untuk merayakan ulang tahunnya yang ke delapan puluh tahun.
“Apa kakek akan mengundang dia?” Tanya Ernest Filbert, cucu tuan Abert yang menjadi satu-satunya kandidat terkuat untuk menguasai kerajaan bisnis Filbert yang sebelumnya menjadi milik Dariel karena merupakan cucu dari anak pertama tuan Abert.
“Panggil dia kakak, dia juga kakak sepupu mu meskipun begitu.” Ucap tuan Abert dengan dingin.
Ernest yang mendengarnya hanya mengangguk dengan wajah datar dan rasa kebencian yang dia sembunyikan dari kakeknya.
“Dia akan datang dengan istrinya, aku tak sempat melihat pernikahan mereka kemarin.” Ucap tuan Abert dengan tenang.
“Oh yang dari keluarga Moore? Ku dengar dia menerima perjodohan ini karena mereka sedang bangkrut.” Ucap Ernest dengan tenang.
“Jangan mengurusi urusan ini, pergilah. Jangan membuatku tidak menyukaimu.” Ucap tuan Abert dengan dingin lalu mulai berdiri dari duduknya dan pergi ke kamarnya dengan menggunakan tongkat untuk menyangga tubuhnya yang sudah renta.
Ernest yang melihat itu hanya mengepalkan tangannya dengan kuat tatapannya menyiratkan kebencian dan kemudian langsung pergi dari sana.
“Tuan anda akan pergi kemana? sebentar lagi makan malam akan tiba.” Tangan kanan Erenest mencoba mengejar Ernest yang akan pergi dari pekarangan mansion ini.
“Aku akan pergi dan makan di apartment, mood ku sangat buruk.” Ucap Ernest dengan dingin dan kasar lalu mengendarai mobil sport hitamnya dengan kecepatan penuh.
Kalman yang melihat itu hanya menghela nafasnya dan segera melaporkan masalah ini pada kepala pelayan disini lalu mengikuti tuannya yang lebih dulu pergi darinya.
***********
“Makanlah yang banyak, kau terlihat kurus.” Ucap Lucia saat melihat Dariel hanya memakan sedikit makanan yang telah di buat untuk pria itu.
“Aku bukan babi.” Ucap Dariel dengan dingin.
Lucia yang mendengar itu terkekeh pelan karena pria itu sangat mudah tersinggung sekali dengan ucapannya.
“Aku hanya ingin kau cepat bisa berjalan.” Ucap Lucia dengan tenang dan menyendokkan makanan ke dalam mulutnya.
Namun tanpa disadari oleh Lucia, Dariel tengah menatap dirinya dengan tatapan dingin.
Hingga saat mereka sudah selesai dengan makan malam mereka, Lucia mulai membersihkan piring dan alat makan lainnya. Sedangkan Dariel pergi dari area ruang makan dan menuju ke ruang keluarga.
Namun saat Dariel ingin menghidupkan televisi, suara ketukan pintu membuat dirinya mengurungkan niatnya dan menuju ke arah pintu.
“Selamat malam tuan Dariel.” Ucap pria dengan pakaian formal hitam pada Dariel dengan raut wajah datarnya.
“Ada apa?” Tanya Dariel dengan dingin.
“Ada undangan untuk anda, tuan besar mengirimnya langsung kepada anda.” Ucap pria itu.
Dariel hanya menerimanya saja hingga pria itu pergi dari sana. Kemudian dia masuk ke dalam dan di sambut dengan tatapan penasaran dari Lucia.
“Siapa?” Tanya Lucia dan menghampiri Dariel.
“Kakek akan ulang tahun besok lusa.” Ucap Dariel dengan datar lalu pergi ke kamarnya dan mengunci pintu tersebut.
Lucia yang mendengar itu menaikkan alisnya sambil menatap ke arah pintu yang tertutup rapat tersebut.
“Apakah akan ada masalah dengan ini? Kenapa dia terlihat tak senang?” Gumam Lucia dengan penasaran.
Ruangan gelap dengan cahaya lilin sebagai penerang satu-satunya membuat ruangan itu terlihat remang-remang. "Apa kau sudah mengirimkannya padanya?" Tanya seorang pria dengan perawakan tinggi dan tampan di kursi kerjanya. "Sudah tuan, Cia sedang dalam cuti saat ini katanya dia sudah memberitahu anda sebelumnya." Ucap Zidan pada tuannya. Ellard tersenyum miring, dia mengangguk dan melambaikan tangannya untuk mengusir Zidan untuk pergi dari ruangannya tersebut. Hingga suara dering telepon miliknya membuat Ellard mengambil ponselnya dan langsung mengangkat telepon tersebut setelah tahu siapa yang memanggilnya. “Halo.” Ucapnya dengan lembut pada seseorang yang menelponnya tersebut. “Ellard, sepertinya besok dan besok lusa aku tak bisa menemuimu.” Ucapnya yang membuat senyumnya tadi yang tercetak jelas langsung mendatar. “Kenapa?” Tanyanya dengan datar. “Aku ada urusan, apakah urusan yang kau maksud sangat penting?” Ucap wanita itu yang membuat Ellard menghela nafasnya. “Apa urusanm
Sejak obrolan mereka kemarin, hubungan Lucia dan Dariel sedikit renggang. Bukan karena Lucia yang menjauhi Dariel namun pria itu yang seakan menjaga jarak.“Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu, aku akan pergi pagi ini.” Ucap Lucia sambil memesan taxi melalui handphonenya.Dariel hanya diam, entah mengapa Dariel semakin diam karena Lucia tak ingin menjawab apa pekerjaannya. Tapi Lucia membiarkannya karena sudah dalam perjanjian mereka jika urusan pribadi mereka tak perlu mereka katakan satu sama lain.“Taxi ku sudah datang, aku pergi dulu. Jangan lupa meminum obatnya.” Ucap Lucia lalu berlari menuju ke mobil taxi tersebut karena memang pagi ini langit mulai gerimis.“Tuan.” Panggilan tersebut menyadarkan Dariel dari lamunannya.“Hm.” Hanya itu yang Dariel jawab atas panggilan tersebut dan melirik ke arah pria yang datang tanpa terdeteksi kedatangannya.“Kami tak menemukan data dari nyonya muda, apakah kami perlu menempatkan mata-mata disisinya, tuan?” Ucap pria dengan pakaian hitam da
Markas besar organisasi Swartwolf terlihat sangat sepi saat anggotanya sedang bertugas untuk memenuhi permintaan petinggi negara-negara internasional untuk memberantas sesuatu yang mencurigakan dan dianggap ilegal di negaranya.“Tuan ini laporan dari tim Polandia.” Rey menyerahkan berkas laporan yang dia terima dari tim mereka yang saat ini tengah bertugas di polandia.Ellard membaca dengan seksama isi yang ada di kertas putih bertinta hitam tersebut.“Laporkan pada petinggi Polandia, kita tak bisa bertindak jika mereka tak menginginkannya. Kita dibayar hanya untuk menyelidiki aktivitas komunitas tersebut.” Ucap Ellard dengan dingin dan menyerahkan berkas laporan itu kembali pada tangan kanannya tersebut.“Baik, tuan.” Ucap Rey dan ingin meninggalkan ruang kerja atasannya tersebut.“Tunggu.”Rey yang sebelumnya sudah berbalik dan berjalan untuk menuju pintu langsung berhenti saat tuannya memanggilnya.“Ya tuan?”“Dimana laporan yang ku inginkan? Aku ingin malam ini laporan itu ada.” T
Suara langkah sepatu yang terdengar keras membuat atensi semua orang yang sebelumnya mengarah kepada saudara sepupu itu langsung teralihkan karena kedatangan tokoh utama malam ini.“Kakek.” Ucap Ernest dengan tenang sambil menghampiri kakeknya yang baru tiba dan membantunya untuk menuju acara karena kakeknya yang saat ini memang sudah sedikit sulit berjalan dan menggunakan tongkat sebagai penyangga.Tuan besar Filbert hanya menatap datar ke arah Ernest dan berjalan menuju ke arah Dariel dan Lucia yang berdiri tenang menatap ke arahnya.“Kakek.”“Tuan besar.”Ucap Dariel dan Lucia bersamaan saat pria tua itu berada di hadapannya.“Diberkatilah pernikahan kalian.” Ucap tuan Abert dengan datar sambil berdoa atas pernikahan cucu pertamanya tersebut.“Terima kasih.” Ucap Lucia dengan tersenyum tipis dan Dariel tak membalas doa dan berkat yang diucapkan kakeknya tersebut.“Kakek, lebih baik kita segera menuju ke tempat kakek. Jangan terus berdiri disini karena bisa saja kesehatan kakek memb
Catur batu giok yang terlihat sangat mengkilap dan indah tersebut membutakan mata setiap orang yang melihatnya, ini sungguh berharga bagi orang yang paham dan mengerti tentang batu giok.Tuan Abert yang melihatnya sungguh tak menyangka jika catur yang digunakan Kaisar pertama China yang hanya tertulis di dalam sejarah telah dia pegang saat ini.“B-bagaimana kau mendapatkannya?!” Tanya tuan Abert dengan wajah yang terlihat sangat antusias.Dariel yang melihatnya juga terkejut saat Lucia memberikan catur yang terbuat dari batu giok tersebut."Saya mendapatkannya dari toko antik, kek." Ucap Lucia dengan tenang."Bohong! Tak mungkin dia mendapatkan catur itu di toko antik. Pasti dia telah mencurinya dari seseorang!" Ucap Bela secara tiba-tiba yang membuat tamu yang lain berbisik dengan pemikiran yang sama dengan yang Bela utarakan."Apa kau memiliki bukti, nona?" Tanya tuan Abert dengan tenang pada wanita yang berteriak tadi, dia tak akan menuduh seseorang tanpa adanya bukti yang valid."
Sebuah club malam yang semakin larut semakin ramai menjadi salah satu pilihan Ellard untuk menemui Lucia malam ini.Dengan menyewa satu ruangan VVIP di sana Ellard menyambut Lucia. Dia sungguh tak sabar melihat wanita itu saat ini.Saat pintu terbuka, Ellard langsung terdiam karena melihat tampilan Lucia yang berbeda malam hari ini. Dengan gaun indah dan tatanan rambut yang menunjukkan lehernya yang jenjang membuat Ellard seakan tersihir akan kecantikan wanita itu.“Maaf sedikit terlambat, taxi sangat sulit saat malam.” Ucap Lucia saat baru datang di ruangan tersebut.Ellard yang mendengarnya tersenyum tipis lalu menyuruh Lucia untuk duduk di sofa yang masih kosong.“Bagaimana keadaanmu? apakah semua baik?” Tanya Ellard dengan lembut.Lucia hanya mengangguk dan duduk dengan tenang di sana.“Ada apa? Kau sangat keras kepala saat aku bilang jika aku sibuk hingga memaksa menemuimu saat ini.” Ucap Lucia dengan sedikit kesal pada Ellard.“Bukankah acaranya sudah selesai? Jadi tidak masalah
Singapura, 17.00.Bandara internasional Changi Singapura terlihat sangat ramai dengan orang-orang yang akan bepergian.Lucia melihat ke arah luar untuk melihat apakah Zax sudah menjemputnya atau belum hingga dia melihat ke arah sosok pria tinggi perawakan orang khas Eropa tengah melambai ke arahnya."Ku kira kau belum menjemputku." Ucap Lucia pada Zax"Kau yang lama sekali, aku sudah satu jam lebih berada disini." Ucap Zax dengan datar.Lucia terkekeh dan masuk mobil bersama dengan Zax."Siapa target kita kali ini?" Tanya Lucia dengan tenang sambil membuka Ipadnya."Kasus penyelundupan budak ke luar negeri." Ucap Zax dengan datar."Siapa pelakunya?" Lucia sangat penasaran saat ini karena Zax tak mencantumkan nama seseorang dalam email yang dikirim Zax sebelumnya."Kau tak akan menyangkanya." Ucap Zax dengan serius."Bukankah setiap kasus kita selalu penuh plot twist?" Ucap Lucia dengan tenang."Dia adalah salah satu orang yang dipandang taat beragama oleh negara ini, kasusnya sangat
Suasana di ruang rapat semakin terlihat sangat menegangkan ketika pria bertopeng yang ada di layar terlihat menyeringai.“Tuan Macksen dan tuan Julios. Apakah anda tak ingin mengatakan suatu hal tentang hal ini?” Nama pria yang disebutkan pemilik perusahaan tersebut membuat kedua pria yang sebelumnya terlihat tenang langsung terlihat gugup yang membuat semua orang yang ada di ruangan tersebut melihat ke arah mereka berdua.“T-tuan saya tidak melakukan apapun, saya bahkan tak tahu tentang hal ini.” Ucap tuan Julios yang berusaha tenang, karena dia tak ingin kedoknya terlihat oleh yang lain.Pria bertopeng tersebut tersenyum miring mendengarnya, dan akhirnya dia tertawa kecil hingga terdengar menyeramkan bagi orang yang mendengarkannya.“Apakah tuan Macksen juga menolak pernyataan saya?” Ucap pria tersebut dengan datar.Tuan Macksen meremas tangannya di bawah meja, dia terlihat sangat gugup saat ini hingga keringat dingin mulai membasahi tubuhnya.Hingga sedetik kemudian dia berdiri la