Share

Tak Punya Urat Malu

Dengan perasaan marah, kesal dan kecewa. Irna masuk kembali ke rumah seraya sesekali menghentakkan kaki ke lantai. Bibirnya mengerucut dan alis saling bertautan.

Malahan Irna sampai tak mengindahkan pertanyaannya Ibunya, mengenai sayuran yang hendak dia masak. Wanita berusia dua puluh tahunan yang memakai piyama biru tua itu bergegas pergi ke kamar.

Meskipun umur Irna dan Iqbal berjarak hampir sepuluh tahunan. Tetapi, Irna merasa tak masalah, karena memang umur bukanlah segalanya.

Bagi Irna, Iqbal mencintainya serta kaya raya saja, sudah cukup menguntungkan dan membahagiakan.

Akan tetapi, kali ini Irna tak berpikir seperti itu. Dadanya amat sangat sesak, ketika mendengar cemoohan ibu-ibu tentang dirinya. Sehingga timbul dalam hatinya, penyesalan karena telah menikah dengan Iqbal.

"Lah, Sayang, sejak kapan kamu berdiri di sana?"

Iqbal yang baru saja bangun, lantas mengajukan pertanyaan kepada Irna yang tengah berdiri di bibir pintu seraya menyilangkan tangan di dada.

"Kamu tak perlu tahu!" balas Irna dengan ketus. Detik berikutnya, dia berjalan menuju ranjang, kemudian menarik selimut yang membungkus tubuh suaminya.

"Ada apa, sih?!" keluh Iqbal yang tak suka dengan sikap semena-mena istrinya.

"Mas, kapan, sih, kamu bawa mobil milikmu itu pulang kemari?"

Deg!

Iqbal yang baru saja akan mengucek mata, seketika tertegun kala mendengar pertanyaan Irna. Dirinya yang pada awalnya masih setengah sadar, karena masih mengantuk, seketika saja pulih sepenuhnya.

"Lah, kok, diem! Aku tanya padaku, Mas. Kenapa kamu gak jawab?"

"I-iya, Sayang." Iqbal menjawab dengan gelagapan. Tangannya menggaruk lehernya yang tak gatal dengan bola yang sedikit berputar.

Karena jawaban Iqbal yang kurang jelas, Irna pun lantas mengambil bantal yang berada tak jauh darinya, kemudian memukulkannya ke wajah Iqbal dengan keras.

Sehingga membuat Iqbal langsung membulatkan mata, pandangannya yang hanya tertuju pada Irna saja.

"Aku tak mau tahu, ya, Mas. Pokoknya hari ini mobilmu harus sudah terparkir di halaman rumahku, titik tidak pakai koma!"

Iqbal terkejut bukan main, matanya melebar dengan mulut menganga. Tetapi, beberapa detik kemudian raut wajahnya kembali normal, berusaha tetap tenang di hadapan Irna.

Walaupun sebenarnya, isi hati dan pikirannya amat sangat berkecamuk. Bagaimana tidak, Iqbal tak tahu harus membawa mobil yang Irna inginkan ke sini dengan cara apa.

Mengingat mobil tersebut adalah milik Lidya, bukan miliknya. Karena memang, Iqbal tak memiliki mobil atas namanya sendiri.

"Ya, sudah, nanti akan aku tanyakan pada pemilik bengkel. Mereka sudah selesai mengerjakan mobilnya atau belum, mengingat aku juga sudah lelah," balas Iqbal seraya bangkit dari posisi rebahan, Kemudian merangkul Irna.

"Maaf, ya, Sayang. Gara-gara mobil tersebut tak ada di sini, sepertinya para warga membicarakanmu lagi."

Mulut manis Iqbal kembali melontarkan kata-kata penuh racun. Bukan Iqbal namanya, bila dia tak mampu merayu wanita, hingga jatuh ke kandang miliknya.

Irna yang memang sudah sepenuhnya percaya serta jatuh hati pada Iqbal, akhirnya mengangguk pelan. Kedua sudut bibir wanita cantik dan muda itu tertarik ke atas.

"Terima kasih, ya, Mas, karena sudah melakukannya berbagai cara untuk membahagiakanku."

"Sama-sama, Sayang. Semua itu Mas lakukan, karena Mas sangat menyayangimu."

Detik berikutnya, Iqbal langsung mendaratkan kecupan di pipi Irna seraya membisikkan sesuatu.

"Pokoknya, gunung akan Mas daki, lautan akan Mas sembari. Itu semua demi kamu," dalih Iqbal pada Irna dan b*d*hnya lagi, Irna malah tersenyum kegirangan, layaknya orang yang tengah mendapatkan lotre.

Padahal ada satu hal tak Irna sadari, bahwa semua yang Iqbal katakan adalah kebohongan semata. Pria itu terlalu pandai bicara, sehingga lebih mudah menjebak mangsanya.

Ya, Irna sendiri adalah mangsa yang amat sangat mudah untuk Iqbal jebak dan masukan ke dalam perangkapnya.

Gadis muda yang amat sangat polos dan cantik, gampang sekali untuk Iqbal bohongi. Malahan keluarganya pun sama. Sebab, mereka sama-sama g*la harta, sehingga mudah terkena tipu daya serta rayuan maut Iqbal.

Tak akan ada yang tahu juga, bagaimana kelanjutan hubungan Iqbal dan Irna kedepannya. Mengingat, semua yang telah Iqbal susun gagal total, belum lagi dia masih di hadapkan pada permasalahan dengan keluarga Lidya.

Iqbal sendiri tak tahu, apa yang akan keluarga Lidya lakukan padanya. Terlepas dari semua kegilaan yang telah dia lakukan.

***

Lidya tengah meeting di kantor, sehingga dia tak terlalu memperdulikan gawainya yang sesekali menyala, menampilkan sebuah notifikasi masuk.

Barulah setelah acara meeting selesai, Lidya membuka ponselnya, membaca satu demi satu pesan yang masuk, salah satunya dari Irna.

[Ketika mobil Mas Iqbal datang ke rumah, aku akan segera menemuimu di kantor dan mengatakan pada orang-orang bagaimana kebusukanmu selama ini!]

Sontak, Lidya langsung memiringkan kepala dengan mata menyipit. Cukup lama dia berada di posisi tersebut, pandangannya pun masih terfokus pada satu titik.

Mimik wajah Lidya pun tampak berbeda, dia seperti orang yang tengah dilanda kebingungan yang amat sangat besar.

[Kebusukan apa yang kamu maksud? Tunggu, apa kepalamu tak terbentur tembok dan apa Iqbal tak melakukan kdrt padamu, sehingga otak kepalamu sedikit bergeser?] tulis Lidya, kemudian menekan tombol kirim.

"Hadeuh, pagi-pagi udah disunguhi manusia halu!" gumam Lidya seraya menggeleng pelan.

Namun, Lidya tak langsung pergi dari ruang meeting. Melainkan dia membuka terlebih dahulu pesan yang Iqbal kirimkan.

Lidya yakin, pasti ada sesuatu yang Iqbal katakan pada Irna dan Iqbal kewalahan dengan hal tersebut, sehingga kembali menghubungi Lidya.

[Lidya, apa kamu ada waktu?]

[Waktuku banyak, tetapi tidak untuk orang sepertimu!]

Lidya selalu tak bisa menahan diri untuk tak membalas pesan Iqbal. Bukan apa-apa, Lidya hanya penasaran dengan apa yang terjadi pada pria itu. Karena bagi Lidya, kisah Iqbal seperti hiburan tersendiri baginya, amat sangat menggelitik.

Karena sedari dulu, tiap kali Iqbal berada dalam masalah atau kesulitan. Dia selalu lebih dulu datang pada Lidya, dibandingkan dengan menyelesaikannya seorang diri.

Padahal masalah itu dibuat oleh dirinya sendiri, tetapi pria cemen itu tak pernah mau menyelesaikannya sendirian. Aneh-aneh saja!

[Apa aku boleh meminjam mobilmu? Aku tengah berada dalam masa sulit sekarang. Aku janji, setelah semuanya selesai, aku akan mengembalikan padamu!]

Seketika saja, tawa Lidya pecah. Saking gelinya, dia sampai menutup wajahnya menggunakan kedua tangan, menutupi semburat kemerahan.

[Apa kamu tak punya urat malu, Mas? Sungguh, apabila aku berada di posisimu, mungkin aku sudah pindah ke planet lain.]

Sadar bila pesan Irna dan Iqbal saling berkaitan satu sama lain. Lidya pun menyeringai, kemudian menangkap layar pesan yang baru saja Iqbal kirimkan dan langsung mencari kontak Irna.

[Lihatlah kelakuan laki-laki yang kamu puja bak pangeran. Karena pada nyatanya, dia hanyalah budak miskin yang tak berdaya.]

Pesan tersebut Lidya sematkan di bawah foto tangkapan layar yang hendak dia kirimkan pada Irna.

"Mampus! Pasti setelah ini akan ada keributan besar-besaran di sana!" ucap Lidya seraya tersenyum puas.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status