Berulang kali Vano menaik turunkan tangannya, ia tampak terlihat ragu untuk mengetuk pintu kamarnya Nayra.Namun, di saat Vano hendak pergi, tiba-tiba saja pintu kamar tersebut terbuka, dan Nayra juga mengatakan, "masuklah!"Meski sedikit ragu, Vano tetap saja mengikuti langkah kaki Nayra memasuki kamar gadis tersebut, namun Vano dibuat tercengang ketika ia melihat isi kamar Nayra."Apakah ruang CCTV sudah dipindahkan ke sini?" tanya Vano heran ketika melihat banyaknya layar CCTV yang menampilkan hampir seluruh isi bangunan Avan Group, bahkan di bagian luar juga."Tidak, ruang CCTV yang banyak diketahui orang masih ada di tempatnya, namun di sini adalah versi lengkapnya."Vano hanya mengangguk, lalu kemudian ia buru-buru mencari rekaman yang terjadi beberapa saat lalu.Nayra yang sebelumnya mendapat pesan dari Rendi, bahwa Vano kemungkinan besar adalah mata-mata yang dikirim oleh bos mereka, dan ia menyuruh Vano untuk mengecek rekaman CCTV yang baru saja terjadi, maka Nayra pun membia
Beberapa hari kemudian...."Mas, besok aku izin ya? Nggak masuk lagi, soalnya ada tawaran untuk cuci piring di hajatan lagi," ujar Nayra pada Rendi yang saat ini sedang menata snack rentengan."Oh ... iya. Eh, tapi ... memangnya kamu nggak capek? Dua hari lalu kan kamu habis kerja di hajatan juga, mana nggak ngambil libur lagi buat istirahat.""Nggak, Mas. Soalnya tamunya juga nggak banyak, kalau besok baru pesta besar-besaran, jadi mungkin aku ambil cuti selama tiga hari."Rendi hanya manggut-manggut, namun ada seseorang yang keberatan setelah mendengar perkataan Nayra."Kamu mau libur lagi ya, Nay?" tanya Pak Yono yang nada suaranya sudah tidak enak didengar."Iya, Pak," sahut Nayra sembari meringis."Kenapa lagi? Mau kerja di hajatan lagi? Eh, Nay! Kamu mentang-mentang dapat kelonggaran dari si Bos, lantas kamu bisa kerja ke sana-sini semaumu ya? Wah, wah, wah ... enak banget jadi kamu, Nay?"Nayra tersenyum tipis, lalu kemudian ia mengatakan, "Sebelumnya maaf ya, Pak. Saya sebenar
"Mama kenapa beneran datang ke sini sih? Apalagi cuma untuk ngebela cewek itu? Itu kan nggak perlu, berlebihan tau nggak?!" ujar Vano di dalam saung ketika sudah malam, dan para karyawan sudah pulang semua."Mama kan mau ke Cempaka Ungu, jadi sekalian mampir ke sini, dan katanya kamu juga ingin ngekos sendiri, jadi Mama juga ingin tau di mana kos-kosan mu itu," sahut Aretha."Lagi pula, kamu ini aneh-aneh aja, di sini kan sudah nyaman, dan sudah ada Bu Wati dan Bu Inah yang bisa masakin buat kamu, eh ... kamu malah cari tempat lain. Nggak bersyukur ya tinggal di sini? Kamu mau cari tempat yang lebih bagus?" Lanjut Aretha."Bukannya begitu, Ma. Kalau aku tinggal di sini terus-terusan kan nggak enak, nanti dikira karyawan lain, aku juga karyawan spesial lagi, ini aja Rendi dan Nayra udah ngira aku mata-mata Mama," sahut Vano yang memilih menggunakan alasan tersebut, yang padahal kenyataan lainnya ada sesuatu yang menggelitik hatinya hingga membuat ia nekat mencari kos-kosan.Mendengar p
"Pa, sini aku ajak lihat dekorasi pelaminan aku," ujar Dewi sembari membantu Hendra yang berjalan dengan menggunakan tongkat khusus penyakit stroke.Tenda pernikahan tepat berada di depan rumah Hendra yang halamannya begitu luas, dan ketika ada orang yang masuk ke dalam tenda tersebut, mereka merasa seperti di dalam sebuah gedung karena saking mewahnya dekorasi tenda beserta pelaminan tersebut."Wah! Bagus sekali, kamu nyewa teropnya siapa?" tanya Hendra dengan suara yang kurang jelas, sebab penyakit stroke yang dideritanya.Namun, meskipun begitu suaranya tidak mempengaruhi ekspresi kagumnya ketika melihat halaman depan rumahnya yang sudah disulap seperti gedung pernikahan yang mewah."NP Wedding, Pa. Dari desa sebelah."Hendra hanya manggut-manggut, lalu kemudian Dewi juga mengajak Hendra berkeliling melihat crew NP Wedding yang masih sibuk menata meja prasmanan."Menu makanannya apa aja, Wi? Papa juga ingin lihat." Melihat meja prasmanan yang juga terlihat mewah, membuat Hendra pe
"Nayra?! Ngapain kamu di sini?" Bukannya menjawab, Vano justru bertanya balik pada Nayra."Aku kerja jadi tukang cuci piring di hajatan ini, la kamu sendiri ngapain bisa sampai sini?""Aku juga kerja, itu jualanku." Vano menunjuk sebuah tossa, yang didalamnya terdapat banyak minuman serbuk yang diblender, dan juga aneka permen dengan berbagai bentuk yang dihargai dua ribuan saja."Sejak kapan kamu jualan seperti ini?" tanya Nayra bingung, sebab gaji di toko sebenarnya sudah cukup lumayan."Sejak aku ngekos sendiri, aku kan butuh uang tambahan untuk bayar kos."Nayra hanya manggut-manggut, meskipun ia merasa gaji dari toko sebenarnya masih ada kelebihan untuk bayar kos, tapi kebutuhan orang mana ada yang tahu."Motormu kenapa?""Kempes, mana di sini nggak ada bengkel lagi, kayaknya aku harus hubungi bos pemilik terop deh." Nayra sudah mengambil ponselnya dan bersiap untuk menghubungi Bagas. Namun, Vano mencegahnya."Nggak usah, lebih baik kamu nebeng aku aja, terus motormu kamu titipi
"Retha, cepat sapu lantainya!" teriak Yuni, yaitu ibu mertuanya Aretha.Belum sempat Aretha menyahut, dari arah belakang pundak Aretha ditepuk oleh Nina, yaitu adik iparnya."Mbak, tolong cucikan bajunya Nilna dulu, dia habis gumoh, takutnya membekas nanti." Menyodorkan baju bayi yang terlihat kotor dan juga bau."Iya, kamu rendam dulu aja, nanti setelah aku selesai nyapu--""Aduh, Mbak. Sekarang aja, nanti kalau membekas dan bau, kamu mau gantiin dengan yang baru?""Tapi--""Retha, .... cepetan!!! Teman-teman Ibu sudah hampir sampai ini, dan rumah masih berantakan!""Iya, Bu, ...." Lalu tanpa mempedulikan Nina lagi, Aretha langsung pergi ke ruang tamu untuk menuruti perintah ibu mertuanya."Dari tadi dipanggil baru nongol, lelet banget jadi orang! Kamu sengaja ya mau bikin Ibu malu!" Yuni langsung mengomel, sedangkan Aretha hanya bisa menghela napas panjang.Sabar ... sabar ... sabar ...Aretha hanya bisa merapalkan kalimat itu untuk menghadapi semua orang yang ada di sini.Tepat set
Setelah selesai menyiapkan semua kebutuhan Fauzan yang sudah pulang bekerja, kini Aretha memberanikan diri untuk berbicara dengan Fauzan tentang satu persatu keinginannya."Mas, jatah bulanan untuk bulan ini kamu kasih lebih ya, soalnya aku ingin membeli beberapa barang," ujar Aretha pelan seraya menaruh secangkir kopinya Fauzan di atas meja ruang tamu."Ya nggak bisa dong, Reth. Lagi pula, kamu ini mau beli apa sih?""Ya banyak lah pokoknya, Mas. Kamu kan gajinya dua juta, masa sekali-kali nambahin tiga ratus ribu saja tidak bisa," keluh Aretha.Aretha yang selama ini hanya mendapatkan uang bulanan lima ratus ribu saja, ia tentu harus super irit agar bisa mencukupi segala kebutuhan dapur dan jajan anaknya saja, jadi Aretha tidak pernah menikmati sedikit pun uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, yaitu seperti membeli baju, skincare atau yang lainnya.Jangankan untuk membeli baju baru atau skincare, hanya untuk membeli lipstik atau bedak saja, Aretha bisa membelinya k
"Bu, saya beli sayur bayamnya dua ikat, tempenya satu, sama ikan asinnya satu bungkus. Berapa semuanya?""Semuanya sepuluh ribu, Reth. Udah itu aja?" "Iya, Bu," sahut Aretha seraya hendak pergi, namun ia mengurungkan langkahnya ketika ada seseorang yang memanggilnya."Retha, kamu yakin belanjaan segitu cukup untuk satu hari? Di rumahmu kan banyak orang, mana mungkin belanjaan segitu cukup untuk sehari?""Cukup kok, Bu," sahut Aretha seraya tersenyum lebar."Ih, masa sih? Kalau aku belanja segitu cuma buat sekali makan. Pasti kamunya saja yang sengaja irit, seharusnya kalau masak buat keluarga itu jangan hitung-hitungan Retha, Fauzan kan gajinya lumayan gede."Aretha menghela napas. Dasar para tetangga, mereka selalu enteng ngomongnya, padahal mereka tidak tahu kondisi di rumah itu seperti apa?Karena malas meladeni omongan tetangga yang suka mencari kesalahannya, Aretha pun tanpa mempedulikan omongan ibu-ibu tersebut, ia langsung pamit pergi."Aduh, udah siang nih Ibu-ibu. Maaf ya, s