"Kalian ini, bisa gak sih dipisahin barang sebentar aja, lima menit gitu?" Seorang perempuan dengan rambut dikuncir dan membawa selembar kertas bertanya pada keduanya.
Rion dan Nana saling berpandangan seakan sedang bertelepati, beberapa kali keduanya mengerutkan kening dan menggeleng, namun di menit berikutnya setelah gadis itu bosan menunggu jawaban, akhirnya keduanya kompak untuk mengatakan tidak lalu memberikannya tawa dan tos."Sudah kuduga. Tapi sayangnya kalian memang harus pisah, kelompok yang baru diberikan Bu Erna bilang gitu." Ucap perempuan itu lagi.Teman sekelasnya memberikan secarik kertas kemudian meninggalkan mereka berdua menuju papan tulis untuk mengumumkan kelompok tersebut.
"Pisah Rin." Wajah Nana terlihat sedih dan mengerucutkan bibirnya tanda tak terima."Iya nih, ya mau gimana lagi lah, guru yang nentuin." Rion hanya terlihat santai dan mengangkat bahunya, pasrah.Nana sudah mulai ikut memanggil si kembar dengan panggilan Rin-Len, panggilan yang selalu diberikan hanalya untuk keluarga dekatnya saja. Bahkan, beberapa teman Rion yang dari kalangan Seni di luar daerah masih memanggil nama lengkap.keduanya tak keberatan, malah suka dengan keputusan Nana yang mulai memanggilnya seperti itu."Ya sudah, ntar datang di rumah seperti biasa, hari sabtu ini. Ada Sandy dan Taufik juga. Mereka kangen mau main PS g****s katanya." Rion menutup kalimatnya dengan mengalihkan pandangan dan mulai mencatat yang ada di papan tulis, Nana menyusul segera.Nana tak sabar ingin hari segera berlalu dan menjadi hari sabtu. Namun sayangnya, dia harus bersabar, karena waktu berjalan tak secepat biasanya.Begitu banyak kesibukan yang mulai di isi, termasuk jadwal ekskul berupa beain basket dan latihan PMR, membuat semuanya terasa begitu lama, sementara hari itu baru hari selasa."Tumben cepat datang latihan?" Rion menyapa Nana yang sedang duduk berselonjor di lapangan basket, Rion dan Leon juga ikut dalam ekskul basket, sama seperti Sandy dan beberapa yang lainnya."Yah, kapan lagi bisa nikmatin waktu ngeliatin Sandy tanpa curiga kan?" Jawab Nana seadanya, walau memang sebagian besar alasan dia ikut basket karena ingin melihat Sandy latihan."Seorang Ardana, dateng cepet cuman buat liat pangerannya? Gak usah bohong lah Na, menurut hitunganku, walau ada sekitar 30% yang mengatakan bahwa kamu ikut ekskul ini demi Sandy, tapi 70% alasanmu cepat datang karena kamu ingin waktu segera berlalu dan berubah menjadi hari sabtu, dan...""Tapi tidak secepat itu Munaroh." Leon muncul di belakang keduanya, memotong kalimat Rion."Eh, Ferguso, kau ngapain ikutan nimbrung?" Nana langsung menekuk beberapa lapisan wajahnya karena tingkah Leon."Bro, kau kebiasaan langsung muncul kayak setan." Rion dan Leon langsung bertos ria ala keduanya, seperti baru saja bertemu setelah sekian lama berpisah."Kalian pernah gak sih, gak pake tos tiap ketemu?" Nana bertanya sambil berkacak pinggang. "Gak pernah!" keduanya langsung spontan menjawab serentak setelah bertatapan sebentar."Dipanggil pelatih tuh." perempuan berwajah manis berkulit kuning langsat mencolek Nana yang masih asyik bercengkrama."Eh, keasikan, yuk latihan." Ajak Rion.Mereka berempat langsung berlari menuju lapangan. Tim putra dan Putri memakai pelatih yang sama, sehingga mereka selalu memulai pemanasan bersamaan.Seperti sebelumnya, mereka disuruh berlari mengelilingi lapangan basket. Setelah melakukan pemanasan kecil.Pelatih memberi lima belas putaran untuk putri dan dua puluh lima putaran untuk putra.Hari yang ditunggu Nana akhirnya tiba, hari sabtu. Hari yang dijanjikan oleh Rion bahwa akan membuat Sandy terpesona dengannya."Karena hari ini spesial, kakakku Marina yang akan memoles wajahmu." Rion berkata dengan wajah bersinar."Gak akan menor kan?" Nana tak terlalu yakin dengan keputusannya kali ini, mengingat dandanan Marina selalu saja tampak mencolok di matanya."Meragukan kemampuanku ya Na?" Marina menjawab pertanyaan Nana dengan pertanyaan.Marina mengajak Nana mengikutinya, melangkah masuk ke dalam kamar kakak perempuan Rion. Gaya minimalis, dengan meja yang penuh dengan alat-alat make up serta cermin yang lumayan besar dan terpasang beberapa bohlam yang bersinar dengan terangnya."Duduk Nana."Nana mengikuti perintah Marina untuk duduk dan Marina pun mulai menjalankan sesuatu yang paling disukainya, memoles wajah perempuan menjadi cantik dan bers
"Sempurna seperti biasa kak," Ucap Rion dengan jempol dan rona yang masih bertahan di wajahnya, "Yuk, temui Leon." lanjut Rion lagi.Nana hanya mengangguk kemudian menyusul Rion di belakangnya, menuju lantai tiga. Kamar kakaknya berada di lantai dua, bersama dengan kamar kedua orang tua Rion."Bro, kita udah siap nih, yuk ke bawah!" Teriak Rion dari balik pintu, sengaja menggoda saudara kembarnya untuk bisa segera bertemu dengan Nana yang sudah di make over oleh kakak mereka."Iya, bentar. Masih siapin kamera dan perangkatnya nih. Kamu sini kek, bantuin bawa!" Perintah Leon yang tak membuka pintu, hanya menjawab tanpa melihat ke arah sumber suara, dan terus sibuk merapikan alat - alat yang berhamburan.Akhirnya Rion menyerah, dia membuka pintu untuk membantu saudara kembarnya merapikan alat yang semalam di cek kondisinya dan tak sempat di rapikan kembali."Na, kamu bi
Ketika Sedang berfoto setelah beberapa kali take, Sandy dan Taufik muncul. Leon tak menghiraukan mereka dan melanjutkan untuk memfoto keduanya.Sandy dan Taufik begitu memperhatikan Rion dan Nana yang terlihat seperti pasangan sejati, saling bergandengan tangan dan menatap, membuat keduanya memiliki chemistry yang begitu kuat. Beberapa kali mereka merubah gaya, namun tetap saja, seakan keduanya memang pasangan sejati yang diciptakan dari tulang rusuk yang sama."Break!"Teriakan Leon membuat Nana menghembuskan nafas lega, disambut tawa hangat dari Rion yang memperhatikannya."Kenapa, Na? Tumben banget bernafas berat, kayak lagi banyak beban aja." Celetuk Rion menggoda Nana yang tidak biasanya."Akhirnya, pose tadi berat banget, tau gak sih? Mana harus mandang Rion kayak lagi liatin orang yang paling disuka.""Kau gak suka padaku Na?" Rion
Taufik hampir setiap hari datang ke kelasnya setelah hari itu. Mengajaknya bercerita, dan bahkan terkadang membawa cemilan untuk dirinya dan untuk NanaDan itu sangat mengganggu bagi Rion, terutama Nana. Karena dia tak bisa leluasa bercerita atau bercengkrama bersama Nana seperti biasanya. Taufik selalu saja muncul seperti setan yang tak di harapkan, lalu mencampuri cerita apa saja yang sedang mereka ceritakan."Rin, lama-lama aku jadi benci banget sama kehadiran Taufik, tau gak sih? Udah kelewatan gangguinnya." Nana melipat tangannya di dada dan menekuk wajahnya.Rion tertawa cukup keras, walau harus dia akui kalau Taufik memang mengganggu belakangan ini."Itu bukti kalau kau emang mempesona hari itu, coba kalau make overmu dipakai ke sekolah?" Rion mencoba menyemangati Nana dengan melihat sisi positif dari tingkah Taufik.Tawaran Rion membuat fikiran Nana melanglang
"Betul banget kak." Jawab Rion dengan riang.Marina membisikkan sesuatu yang hanya Nana dan Marina yang bisa dengar, bahkan Rion yang berada tepat di samping Nana pun tak mendengarnya."Oke kak, dengan senang hati." Nana langsung memperlihatkan jempol dan senyuman terbaiknya yang membuat Marina langsung bergegas keluar ruangan tersebut."Dibisikin apa sih?" Rion penasaran tentu saja, namun Nana hanya tersenyum menjawab pertanyaan Rion lalu kembali menekuri buku di hadapannya.Rion dan Leon hanya menghela nafas pasrah, percuma juga dia memaksa, karena tak mungkin Nana akan mengatakan sesuatu yang rahasia. Butuh lebaran monyet untuk itu.Rion pun ikut kembali menekuri soal-soal seperti yang dilakukan Nana."Bro, ngelamun aja, udah mutusin hadiahnya apa?" Taufik menepuk pundak Sandy yang sedang melamunkan sesuatu.Mendengar kata hadiah dari Taufik, me
Dan seketika mereka menjadi pusat perhatian ketika melewati gerbang sekolah. Setiap mata menatap mereka walau hanya sekedar ingin mengetahui siapa yang lewat."Rin, jagain tuh princess hari ini, dia pasti bakalan banyak yang gangguin." Ucap Leon ketika sudah berada di depan kelasnya."Nana!" Teriak Taufik ketika melihat Nana singgah di depan kelasnya. Dia segera berlari ke arah pintu."Ya ampun," Nana langsung bersembunyi di belakang Rion dan memegang bajunya erat ketika melihat Taufik dari balik tubuh Leon."Ya ampun, cantik banget, kalo kayak gini tiap hari bakalan bantu ngedonkrak nilaiku, soalnya makin semangat. San, liat deh, Nana secantik hari itu." Taufik cukup histeris dan ribut sehingga beberapa anak - anak lain juga penasaran dengan apa yang di teriakkan oleh lelaki cerewet satu itu.Sandy hanya menoleh sepintas dan tersenyum, lalu kembali bercerita dengan yang lain, seakan tak memiliki minat apapun. Padahal dia b
Akibat dari kekacauan tersebut, Nana, Leon, Rion, Sandy, dan Taufik dihukum membersihkan lapangan basket selama seminggu. Tentu saja membuat Sandy menggerutu karena dia tak ada niatan sama sekali untuk ikut dalam huru hara tersebut.Tapi Nana tak peduli dengan hukumannya, bahkan dia terlihat seperti zombie dalam setiap aktivitasnya. Kalimat yang dilontarkan Sandy hari itu membuat Nana tak semangat, bahkan mengabaikan permintaan Marina untuk di rias kembali di hari ulang tahunnya.Rion semakin pusing, karena Nana tak sesemangat hari biasa ketika bercerita. semuanya hanya ditanggapi dengan 3 kata, ya, tidak, mungkin, hanya kata itu, selebihnya dia memilih menelungkupkan kepalanya selama waktu istirahat.Sepulang sekolah dan melakukan beberapa pemotretan, dikamar si kembar, Rion sedang berbaring di atas ranjang sementara Leon sedang asyik dengan laptopnya. Nana sendiri memilih berbaring di samping Rion untuk beristirahat
"Pelit amat sih Na?""Gak mau Rin? ya udah, gak apa sih, bisa lebih hemat lagi kalau gitu.""Ya nggak lah, maksudnya yang elit dikit gitu, kan kamunya udah beberapa kali gajian.""Aku lagi nabung Rin, ada hal yang pingin banget aku beli. Dan uangnya masih jauh dari kata cukup."Rion kembali menghela nafasnya berat.*Ujian semester pertama baru saja selesai. Karena Rion dan Leon adalah murid pindahan, mereka di tempatkan di satu kelas dimana semua isinya adalah murid pindahan."Akhirnya selesai. Males banget sih, gak bisa barengan pas ujian." Rion mengeluh ketika pulang dari sekolah. Kini, mereka sedang berada di kamarnya, bersama Leon dan Nana."Kamu gak dicariin Na?" Leon memilih mengabaikan gerutuan saudara kembarn