"Gak mau Rin? ya udah, gak apa sih, bisa lebih hemat lagi kalau gitu."
"Ya nggak lah, maksudnya yang elit dikit gitu, kan kamunya udah beberapa kali gajian."
"Aku lagi nabung Rin, ada hal yang pingin banget aku beli. Dan uangnya masih jauh dari kata cukup."
Rion kembali menghela nafasnya berat.*
Ujian semester pertama baru saja selesai. Karena Rion dan Leon adalah murid pindahan, mereka di tempatkan di satu kelas dimana semua isinya adalah murid pindahan.
"Akhirnya selesai. Males banget sih, gak bisa barengan pas ujian." Rion mengeluh ketika pulang dari sekolah. Kini, mereka sedang berada di kamarnya, bersama Leon dan Nana.
"Kamu gak dicariin Na?" Leon memilih mengabaikan gerutuan saudara kembarn
Nana masih menguap beberapa kali ketika sudah melewati gerbang sekolah. Semalam dia menemani Rion chat sampai ketiduran, Rion tak mengizinkannya beranjak ke alam mimpi. Dan akhirnya sekarang dia tak bersemangat untuk mengawali semester baru.Andai omnya tak membangunkannya dengan cara ekstrim, mungkin dia tak akan masuk di jam pertama, atau paling buruk, dia masuk di jam kedua karena menunggu jam pertama selesai lalu memanjat pagar seperti beberapa temannya yang sering terlambat."Pagi, Nana." Rion menyapa Nana setelah menguap beberapa kali sembari menggaruk kepalanya. Rion yang biasanya sedikit rapih sekarang sangat berantakan, bahkan rambutnya pun terlihat acak-acakan seperti baru saja bangun tidur.Nana tak merespon, karena dia benar-benar mengantuk dan masih membutuhkan tidur lebih."Hei, kalian berdua! Ini masih pagi, ayo upacara!" Rahma, ketua kelas mereka menggebrak meja yang membuat Nana dan Rion kaget, bahk
Nana mendapatkan sebuah pesan dari seseorang. Tanpa tanda pengenal atau apapun, hanya mengatakan hai, dan tak lebih dari itu. Dia sudah bertanya, namun sudah beberapa hari dia tak mendapat balasan pesan."Kurang ajar!" Ucap Nana dengan nada meninggi dan disertai amarah, membuat Rion yang ada disampingnya terkejut."Kamu kenapa lagi sih?""Tau nomor ini gak sih?" Nana memberikan ponselnya untuk memperlihatkan nomor yang sudah mengganggunya beberapa hari terakhir.Rion meraih ponsel Nana dan mengetik secara cepat nomor tersebut. Tapi tak ada nama yang muncul."Aku akan coba di ponsel Leon, mungkin saja dia punya." Rion memberikan ponsel Nana dan menyimpan ponselnya setelah merubah deringnya menjadi mode getar. Dia sudah pernah terkena amukan dari gurunya karena di tengah pelajaran, ponselnya berdering keras dan membuatnya diusir dari dalam kelas selama jam pelajaran guru tersebut.*Nana masih uring-uringan dengan nomor ponsel yang mengi
Nana bertanya-tanya, kenapa dia mengiriminya pesan dan hanya mengatakan hal tersebut?"Berikutnya apa yang akan kau lakukan?"Nana menggeleng dan membiarkan apapun terjadi, terjadilah.setidaknya dia sudah tahu dan dia tak perlu memperdulikan hal tersebut lagi.Nana mengajak Rion ke kantin, mentraktir walau hanya roti dan teh kemasan.*Siang itu, beberapa senior memasuki kelas mereka, mereka berseragam basket, lengkap dengan sepatu ratusan ribu dan beberapa atribut yang sering dipakai oleh pemain basket nasional. Mereka memperkenalkan beberapa pemain andalan laki-laki dan perempuan serta beberapa chearleader, wanita cantik dengan makeup yang ikut dengan mereka."Kau ikut Rin?""Dimanapun kau pergi, aku ikut." Jawab Rion dengan antusias, membuat Nana menampakkan wajah masamnya."Bukan itu maksudnya Rin, basket ini. Aku kayaknya tertarik deh," ucap Nana menimbang-nimbang.Dan pada akhirnya, keduanya mendaftarkan
Nana berjalan gontai kelasnya pagi itu. Dia masih lelah dengan semua aktifitas dalam beberapa bulan terakhir, belum lagi dia sangat ingin menjadi lebih baik dari sekarang, tapi perjalanannya cukup melelahkan. Mengalahkan lelahnya jadwal padat yag diberikan Leon selama seminggu."Lesu banget sih na? Ada masalah lagi dengan Sandy?""Bukan masalah Sandy, aku bahkan lupa dengan manusia satu itu saking capeknya dengan semua kegiatan." Nana mendesah berat, dia menjatuhkan pantatnya ke kursi dengan cukup keras."Kau harus belajar berdamai dan menerima semuanya dengan tenang Nana, jika tidak kau akan lebih sulit ke depannya." Rion mencoba menyemangati Nana."Kau benar Rin, kedepan pasti lebih sulit lagi, tapi ini berat!" Nana memilih menyandarkan kepalanya pada meja yang begitu menggoda di depannya."Semangat Nana!"Di jam istirahat pertama, Nana mengajak Rion menuju perpustakaan, target masuk di kelas ipa 1 masih menjadi prioritasnya di atas apapun, sehi
Nana sudah mulai terbiasa setelah seminggu menerima keadaan dengan susah payah, dan Rion harus terus berusaha tiap hari menyemangati Nana agar tak menyerah dengan semua hal dan terus berusaha bekerja keras. Tak ada yang mudah dengan perjuangan, namun hasilnya tak pernah mengecewakan. Nana bukan si jenius seperti Sandy, sehingga dia harus benar-benar berusaha keras jika ingin mengejar jenius satu itu."Nanti sore kamu siap kan?" Tanya Leon ketika mereka sedang berjalan pulang ke arah rumah mereka masing-masing."Akan ku usahakan!" ucap Nana dengan penuh semangat.Mendengar kalimat yang penuh percaya diri dan bersemangat Nana membuat si kembar merasa bahagia dan ikut bersemangat. Akhirnya, pekerja wanita mereka kembali seperti hari-hari sebelumnya.Dan setidaknya Leon tak perlu memutar otak lebih banyak agar bisa memberikan Rion solusi untuk kegundahan Nana. Karena rasa tak nyaman Nana seperti bola ber
Nana akhirnya mulai bisa mengatur sedikit demi sedikit jadwal sekolahnya sehingga dia tak kewalahan seperti sebelumnya.Kalimat Sandy bahwa kedua keluarganya berseteru cukup lama membuatnya sedikit bingung. Setahunya, Sandy bukanlah bagian dari keluarganya, lalu mengapa dia bilang dua keluarga?Dan itu mengambil sedikit wilayah yang melekat di ingatannya.Padahal dia harus berkonsentrasi agar bisa memaksimalkan kerja otak dan tenaganya untuk ujian minggu depan."Nana, kamu kenapa lagi sih, mendekati ujian bukannya rileks malah tegang gitu." Rion cukup gusar dengan Nana yang sering berfikiran kosong akhir-akhir itu. Kan tak lucu jika Nana kesurupan. Membayangkan Nana teriak - teriak gak jelas dengan menggunakan bahasa orang yang tak dimengerti siapapun, tak bisa dibayangkan oleh Rion lebih jauh lagi karena dia tak ingin Nana kesakitan pada akhirnya."Rin, sejujurnya, waktu Sandy menjawab pertanyaanmu, aku sudah terbangun. Dan itu menggangg
"Kesempatanku hilang Len." Rion berbicara dengan nada lemah, membuat Leon iba dengan saudara kembarnya itu."Kesempatanmu tetap ada Rin! Yakin aja." Leon memberi semangat pada saudara kembar yang berbeda beberapa menit itu.Menjadi anak kembar membuatnya selalu berbagi apapun dalam hidupnya, dan terkadang membuat Leon cukup kesulitan.Leon tak pernah bisa menang jika menyangkut karisma pada Rion. Karena saudara kembarnya itu selalu akan bersinar secerah matahari pagi dan dia hanyalah rembulan yang disukai serigala.Sorenya, Nana sudah sedikit dipoles oleh Rion dan bersiap untuk mengambil beberapa foto sendiri."Na, sini deh, ada beberapa foto yang harus kamu lihat dulu. Contohnya yang diminta pihak brand dikirim tadi siang." Leon memanggil Nana yang sedang bersiap dan bercerita dengan Rion.Nana cukup kaget dengan beberapa pose seakan dia
Waktu istirahatnya selama seminggu liburan sekolah telah selesai, dan sekarang dia sedang menunggu hasil pengumuman bersama si kembar dan yang lainnya. Ada juga beberapa anak yang baru saja masuk mendaftar dan menunggu pengumuman apakah mereka lulus atau tidak."Apa aku bisa sekelas sama Sandy dan kalian berdua?" Nana sedang memangku dagunya, menatap lapangan basket dan menunggu guru keluar dari ruangan tata usaha."Harus optimis dong, Na! Kita semua pasti bakalan sekelas!" Rion dengan suara berapi-api menyemangati Nana yang sedang down."Semangat Nana! Kamu pasti bisa! Kita sudah belajar bareng selama satu semester, masa bisa gagal?" Kali ini Leon juga ikut menyemangati Nana."Aku malah takut pisah dari Sandy, kan kalau pisah dari dia bakalan gawat! Udah gak ada stok hadiah dari para gadis." Kali ini Taufik ikut bersua, karena untuk pertama kali dia duduk bersama genk Nana."Emang Sandy sering dapet hadiah yah?" Nana mulai bertan