Waktu pun berlalu, di kediaman rumah keluarga Aritama. Terlihat keluarga nan harmoni tengah makan malam bersama dengan hikmad.
Namun ada yang berbeda dari sang putri, Maya yang terlihat tak begitu berselera makan. Insting sang ibu Marwah melihat ada yang berbeda dari sang putri.
"May, di makan dong itu saladnya"
Maya sedikit terkaget.
"Ah, ya mah" sahut sang putri dengan menarik sendok garpu dan mulai mengaduk mangkuk salad sayurnya.Namun Marwah melihat jika sang putri tak begitu antusias ketika melahap salad sayur seperti biasanya.
Marwah melirik sang suami yang hampir menyelesaikan makannya.
"Mas?"
"Hm?"
Marwah memberi mimik dengan menunjuk sekilas pada sang putri.
Erwin menoleh mengikuti arah tunjuk sang istri, lalu kembali menatap wajah sang istri dengan heran.
"Kenapa?" tanya sang istri dengan berbisik.
Erwin sang Papa malah dengan santai mengangkat bahunya. Lalu kembali fokus pada sendok terakhir.
Marwah terlihat kesal dengan respon suami yang cuek. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk mencoba mencari tau hal yang membuat sang putri tercinta terlihat tak bersemangat.
"Maya??"
"Ya, mah" sahut Maya kaget.
"Bagaimana tugas baru kamu sayang??"
"Hmm, biasa sih mah"
"Hmm, begitu" balas mama merespon jawab sang anak.
Namun perlahan jemari Maya berhenti mengaduk saladnya. Lalu tatapannya tertuju pada sang Papa.
"Pah?"
Papa Erwin melihat pada sang putri.
"Ya, sayang?"
Terlihat Maya hendak menyampaikan sesuatu yang penting dengan wajah terlihat serius.
"Pah? bagaimana menurut Papa tentang Dimas?"
"Hm???"respon Papa Erwin yang kaget.
"Bagaimana kalau.. Papa melamar Dimas Anggara untuk menjadi menantu di keluarga Aritama??"
Wajah syok Papa Erwin, mama Marwah dan juga Marcel terlihat kompak terpaku menatap Maya.
"Jangan bercanda Maya" seru Marcel menyela.
"Aku serius!!" balas Maya dengan menatap tajam sang saudara kembar.
"Sayang??" seru mama Marwah ragu.
"Maya jatuh cinta pada Dimas Anggara mah" sahut sang putri tanpa rasa ragu.
Dan lagi-lagi ucapan Maya sukses membuat wajah keluarga Aritama itu terkejut syok.
"Ta-pi.. tapi bagaimana mungkin?? kamu itu perempuan sayang?? dan seharusnya kamu di lamar bukan kamu yang melamar pria"tutur mama Marwah yang gusar.
"Ini jaman modern mah, gak mestikan kita harus menunggu pria dulu yang pinang, keburu di ambil orang mah" ujar Maya.
"Dan lagi sosok Dimas Anggara juga sangat baik mah, dari bibit bobot dan bebetnya juga jelas.. Dan dia sangat cocok jadi menantu keluarga Aritama" sambung Maya.Papa Erwin yang sedari tadi diam akhirnya membuka suara.
"Papa setuju" sahut Papa Erwin singkat.
Sontak jawab itu mencengangkan mama Marwah yang menentang.
"Papa!!"seru mama Marwah kesal. Lalu dengan cepat menatap sang putri, Maya.
"Sayang?? kamu gak bisa mutusin hal ini begitu aja!! memilih pasangan itu tidak bisa dengan terburu-buru" nasehat mama pada Maya.
"Mama benar, Maya" timpal Marcel yang mendukung nasehat sang Mama.
Maya menghela nafas pelan.
"Marcel??"seru Maya pelan."Jangan karena ejekan "perawan tua" Kamu lantas memutuskan hal ini begitu saja, Maya"
Maya meradang mendengar ucapan sang kakak laki-laki.
"Marcel?? bukan kah ini cara yang bagus agar perusahaan New-A memiliki penerus yang kompeten? atau kau benar-benar ingin menjadi Direktur utama New-A??" cecar Maya membalas ucapan Marcel dengan tajam.
Ruang makan Aritama pun seketika berubah menjadi tegang. Suasana nyaman dan hangat seketika hilang setelah mendengar ucapan Maya yang tak pernah menunjukkan rasa marahnya.
Marcel meletakkan sendok makannya. Lalu dengan wajah serius menatap sang kembaran.
"Aku lebih tau apa yang akan aku jalani, dan soal menjadi Direktur New-A, aku sama sekali tidak keberatan!!" tegas Marcel.
Sekilas wajah Maya sedikit tertawa bodoh mendengar ucapan sang kembaran.
"Aku akan pegang ucapan mu, Marcel" sahut Maya dengan menyudahi sarapan paginya dan berlalu pergi meninggalkan meja makan itu.
Papa Erwin hanya diam melihat pertengkaran kedua buah hatinya itu. Mama Marwah juga terlihat gusar.
"Pah???" seru mama Marwah dengan menyentuh punggung tangan suaminya.
Papa Erwin menoleh.
"Tenanglah"
***
Waktu pun berselang, namun tak terdengar lagi canda tawa di kediaman Aritama. Marcel dan Maya bahkan tak saling sapa. Keduanya benar-benar bertengkar.
Namun, di satu hari yang mengejutkan. Ruangan kerja Erwin Aritama tiba-tiba kedatangan seorang tamu yang tak terduga.
"Selamat siang, Tuan Erwin Aritama" sapa sang tamu yang terlihat santai masuk kedalam ruangan itu.
Pria paruh baya itu pun terkaget ketika melihat sosok Dimas Anggara pemilik Star Tomo datang berkunjung ke ruangan tanpa terduga.
"Waw, sungguh mengejutkan, silahkan masuk Dimas" sambut Erwin dengan karismanya.
Jabat tangan pun terjalin, dan keduanya duduk di sofa mewah diruangan Direktur New-A tersebut.
"Ruangan yang cukup nyaman" puji Dimas.
Erwin hanya mengangguk simpul.
"Ruangan lama dengan hanya sedikit perubahan modern"balas Erwin merendah.
Keduanya saling tertawa kecil.
"Investasi berjalan lancar, nilainya cukup stabil" ujar Dimas.
"Ah, ya.. kami mengusahakan yang terbaik" jawab Erwin.
"Hm, sepertinya soal investasi New-A tidak diragukan lagi" balas Dimas.
"Syukurlah jika penilaian mu puas"
"Ya, sejauh ini saham Star Tomo pun ikut naik"
Erwin mengangguk, dua hal yang saling menguntungkan.
"Tapi..." ucap Dimas sesaat tergantung ragu.
"Saya datang bukan untuk membahas urusan bisnis dengan Anda, Tuan Erwin Aritama" sambung Dimas dengan menatap pria paruh baya di hadapannya ini.Kening Erwin sedikit berkerut.
"Lalu?"
"Saya datang untuk melamar putri anda Zarulita Maya menjadi istri saya "ujar Dimas dengan nada serius disana.
Wajah Erwin seketika berubah kaget.
"Melamar putri ku??"
"Benar" sahut Dimas dengan senyum tipis.
Erwin sedikit menimbang.
"Mengapa kau ingin melamar Maya?"
Dimas di hadapkan pertanyaan pertama dari calon Papa mertuanya.
"Saya jatuh cinta pada pribadi putri Anda" jawab Dimas to the poin.
Erwin sejenak berpikir.
"Dia wanita yang pintar dan terlihat pantang menyerah.. dan putri Anda benar-benar memiliki wajah cantik yang susah untuk di lupakan" puji Dimas jujur.
Erwin sedikit tersenyum bangga ketika mendengar pujian itu dari seorang Dimas Anggara.
"Jadi karena itu lah saya ingin melamar putri anda untuk menjadi istri saya" ucap Dimas Anggara dengan sorot mata percaya diri.
Sejenak Erwin terdiamnya, ia harus berpikir secara matang akan lamaran yang tak terduga ini.
Namun di sisi lain, Erwin mengingat sosok pria muda yang juga sangat berkompeten menjadi suami untuk putrinya. Pria yang tak ia sangka memiliki karisma tersembunyi sebagai seorang pemimpin. Dan ia sang cocok sebagai penerus New-A yang akan datang.
Tapi, melewatkan kesempatan yang sudah datang di hadapannya ini pun tidak bisa di ia lepaskan. Jika pernikahan ini terjadi dua poin terbaik pun akan dirasakan. Maya menikah dengan pria yang ia sukai dan kerjasama Star Tomo dan New-A akan semakin kuat.
"Baiklah, saya menerima lamaran mu untuk meminang putriku, Zarulita Maya" ujar Erwin tenang.
Dimas pun tersenyum puas, kedatangan sungguh tak sia-sia. Dan satu pintu untuk mencapai tujuannya pun terwujud.
Flash Back Off
Waktu pun berlalu, kabar lamaran Dimas Anggara dari Star Tomo pun kian santer terdengar di dua perusahaan besar itu.Papa Erwin terlihat sangat-sangat antusias sehingga ia dengan cepat mutuskan untuk menggelar acara pernikahan putrinya itu dalam waktu dekat.Namun berbeda dengan mama Marwah yang masih ragu akan calon mantunya tersebut.***Disatu pagi yang cerah, Maya terlihat menyibukkan diri dengan alat membuat kue. Hal itu menjadikan sang mama ikut merasa aneh.Rasanya putrinya tak pernah begitu menyukai keribetan dalam masak memasak apa lagi membuat kue kering yang memerlukan keuletan."Maya??"seru mama Marwah yang baru saja masuk ke showroom dapurnya yang biasa ia gunakan untuk menciptakan membuat kue baru.Maya yang baru saja hendak menimbang tepung seketika terkaget."Eh, mama??""Kamu? ngapain??" tanya sang mama dengan wajah terheran dan perlahan mendekat pada sang putri.Maya hanya tersenyum simpul, dengan wajah be
Setelah cake yang Maya buat selesai di panggang, Maya pun bersegera membawanya kekantor Star Tomo tanpa memberi kabar sang calon tunangan yang kabarnya akan ada meeting siang.Maya sengaja mengerjakan semua ini demi memberi kejutan pada Dimas yang sudah hampir 3 minggu berada di luar negeri.Maya benar-benar tak sabar bertemu dengan sang pujaan hati.Langkah kaki ya terlihat santai namun sejatinya jantungnya berdebar dengan sangat senang. Ia bahkan sudah membayangkan jika nanti Dimas akan senang dan akan memberikan kecupan karena kejutan ini.Namun kian langkah Maya tiba di lantai ruang kerja Dimas. Terlihat luar ruangan itu sepi, bahkan tak terlihat dua sekertaris Dimas yang selalu setia di meja kerjanya.Wajah Maya hanya melihat kesekeliling dengan sekilas dan berpikir mungkin saja kedua sekertaris itu tengah keluar di jam istirahat siang.Tanpa curiga langkah kaki Maya kian mendekat pada pintu ruangan Direktur Utama yang
Di satu ruangan rapat, terlihat Marcel dengan menerima tamu sang penting. Ia terlihat sangat serius mendengar penjelasan demi penjelasan ketika ada satu perusahaan menengah yang ingin memasukkan inovasi terbaru untuk perusahaan.Namun di tengah ke seriusan rapat tersebut tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka dengan sangat kasar.BRAK!!Sontak para anggota rapat memalingkan muka dan menatap dengan wajah tak nyaman pada saat itu.Dan kening Marcel terlihat berkerut ketika melihat sosok saudara kembarnya, Maya datang dengan wajah sembab."Maya??"Langkah wanita muda itu terlihat marah dan menuju kursi depan. Namun Marcel dengan cepat mendekat dan menahan lengan Maya."Papa??"tanya Maya dengan wajah frustasi menatap wajah kembaran ya."Ada apa?" seru Marcel yang terkaget melihat wajah frustasi Maya."Aku tanya Papa dimana!!" pekik Maya marah pada Marcel yang masih saja lamban.Marcel terkaget lalu ia pun terlihat kesal denga
Di satu rumah sakit keluarga Sandres. Terlihat keluarga dr. Safa dan dr. Daniel memeriksa tubuh Erwin dengan sesama.Keduanya tak bisa menyimpulkan dengan pasti gejala yang terjadi pada ipar mereka. Sehingga dr. Safa dengan cepat memanggil tim dokter spesialis untuk menangani Direktur utama Aritama itu.Mama Marwah yang baru saja tiba di rumah sakti di sambut dengan sang putri yang terlihat gelisah dan wajah sembab."Mama??" seru Maya dengan cepat berlari kecil dan memeluk sang mama.Wajah gusar Marwah terlihat jelas, ia syok ketika mendengar sang suami jatuh pingsan di kantor dan kini berada di rumah sakit Petramedika."Apa yang terjadi??" tanya mama Marwah dengan perasaan gundah.Wajah penyesalan Maya terlihat di sana, hingga dengan berat hati ia menceritakan kronologis peristiwa-peristiwa yang akhirnya membuat sang Papa jatuh pingsan."APA??" seru Marwah tak percaya."Maaf mah?? semua salah Maya, mah" ucap Maya dengan penuh penyesal
Di tempat berbeda, di sebuah dermaga kapal besar. Terlihat seorang pria yang baru saja hendak menyelesaikan misinya.Namun hal itu ia urungkan ketika mendapat telfon genting yang membuatnya harus mengikuti perintah sang pemberi telfon.Kedua mata hitam nan tajam memandang sosok pria gondrong yang telah bersimbah darah di sudut gudang pabrik es dengan wajah ketakutan."Mas-master..to-long..beri saya waktu" ucap pria gondrong itu dengan menahan sakit untuk memelas.Ia mendekat dengan sebuah senyum mematikan."Kau beruntung!! aku masih beri waktu untuk berpikirlah sebelum masalah jauh lebih runyam" ujar pria dingin itu dengan sedikit berjongkok di hadapan lawannya yang baru saja ia beri pelajaran.Lalu tak berapa lama, jemari Master pun memberi kode pada anak buahnya yang berjumlah 4 orang."Awasi!! dan tahan semua asetnya jika ia masih belum menandatangani surat pengadilan 1x24 jam!!" perintah Master dengan beranjak pergi meninggal
Derap langkah kaki seorang pria terlihat mendekat dengan jelas.Johan melihat dengan wajah kesal. Dan ketika langkah kaki pria itu berhenti tepat di hadapannya pun wajah kesalnya kian terlihat jelas."Kemana saja? sudah 1 jam setengah dan kau baru muncul!!" cecar pada putranya yang terlihat diam dan berekspresi datar.Chandra melihat sosok pria muda itu dengan seksama."Putramu??"Johan mengangguk dengan memperkenalkan putranya."Ya, Ferdian Bastian.. pengacara"Ferdian dengan sopan memberi tangan untuk menjabat tangan teman orang tuanya itu.Chandra melihat dengan wajah kagum."Buah jatuh tak jauh dari pohonnya" ucap Chandra.Johan mendengus pelan."Tidak semua" selanya cepat."Paman Erwin, terserang stoker" jelas Johan pada Ferdian yang hanya mendengar tanpa menjawab."Dan ini akan jadi masalah baru" timpal Chandra menyambung ucapan Johan.Ferdian hanya mengangguk pelan.Namu
Malam harinya Maya berdiri di balkon kamarnya dengan tatapan nanar. Ucapan Paman Johan sudah membuat gelisah."Seharusnya, kamu berpikir sebelum memutuskan semua ini, karena pada akhirnya New-A akan jatuh jika kamu tidak berpikir matang.. dan Erwin, pasti akan sangat sedih jika mendengar hal buruk terjadi pada New-A" ucap Paman Johan dengan serius."Apa yang harus aku lakukan??" gumam Maya bertanya pada diri sendiri.Ia pun mulai mengingat-ingat teman-teman yang bisa ia minta tolong."Reno Barack?? atau Aldi Bakri??" gumamnya lagi dengan mengingat-ingat, namun nyatanya tak satu pun bisa ia pegang."Atau?? Sausan Holmen?" sebutnya lagi."Ck?" decak Maya yang kian pusing, ia merasa jika pikiran kini buntu."Mereka pasti tidak mau, ah.. New-A.. New-A?? apa yang harus kita lakukan??" rutu Maya dengan memijit-mijit kepalanya yang seakan ia rasa berdenyut sakit.Tak lama terdengar suara deringan telfon masuk. Maya pun bergerak untuk
Maya berdiam diri dikamar selama hampir dua hari. Ia berpikir keras cara untuk dapat membayar finalty pada Star Tomo.Ia membaca ulang berkas perjanjian kerja dengan Star Tomo. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke kantor pengacara Johan B. Bastian.Ia ingin minta pendapat Paman Johan. Dan ia sangat berharap jika Paman Johan bisa memberikan sedikit solusi pada dirinya.Ia menelfon Marcel untuk menangani sementara waktu kantor dengan berbagai rapat yang sangatlah penting.Namun sebelum ia pergi kekantor pengacara tenar itu, Maya terlebih dahulu berkunjung kerumah sakit untuk menjenguk sang Papa tercinta.Dan saat ia menjenguk sang Papa, tanpa terduga ia mendengar pembicaraan sang dokter dengan sang Mama.Jika saraf pada batang otak belakang Papanya koyak sehingga suatu hal yang mustahil bagi Papa Erwin dapat kembali seperti sediakala.Berita yang cukup berat untuk di terima oleh Mama Marwah, ia benar-benar syok mendengar penjela