SEKOLAH tidak terlalu menyenangkan untuk Lilya. Karena statusnya hanyalah anak angkat yang diperalat keluarga, dia tidak berani berteman dengan anak-anak lain seusianya. Dia menjadi perangai pendiam dan sulit diajak bicara, karena takut aib keluarganya terbongkar. Dia pun membentengi diri dan fokus belajar.
Sama seperti tadi pagi, Evan kali ini datang menjemputnya setelah tadi pagi mengantarnya ke sekolah. Bedanya, kali ini pria itu datang lebih awal, menunggu sembari memainkan ponselnya di mobil.
Begitu Lilya sampai dan duduk di sebelah kursi kemudi. Evan mengambil sesuatu dari bawah kemudi, lalu melemparkan sebuah kotak seukuran tangan besar pria itu ke pangkuan Lilya. Lilya hanya memandangi kotak smartphone dengan wajah tidak mengerti.
"Pakai itu untuk menghubungiku," katanya, sembari menyalakan mesin dan mulai melajukan mobil.
Lilya membuka kotak di pangkuannya dan sebuah ponsel baru kini
EVAN tidak tahu apa saja yang tengah Lilya lakukan. Dia lebih memilih beristirahat, walau tidak benar-benar bisa beristirahat.Dikeluarkannya ponsel dari saku kemeja dan ia mulai mengecek perkembangan saham perusahaan atau mengecek email Chris tentang berkas-berkas laporan yang harus dia tanda tangani nanti.Pekerjaannya sangat melelahkan dan membosankan. Satu-satunya alasan yang membuat Evan tidak mau menampakan dirinya sejak lama, karena alasan serupa. Dia tidak mau menambah daftar pekerjaan baru seperti diliput media atau masih banyak perkara lain yang bisa menambah beban di otaknya. Dia hanya ingin bekerja, memastikan semuanya berjalan baik-baik saja, walau dia tidak perlu melihat langsung ke lapangan.Seperti apa yang telah Kaisar lakukan. Dia menipu beberapa investor dan membuat nama perusahaannya buruk. Pria itu dituntut ganti rugi dan Kaisar tidak bisa lari. Terlebih, dengan anak sert
EVAN melirik Lilya dari ekor matanya. Kali ini, eskpresi wajah istrinya terlihat sedikit lebih cerah dan tampak sekali kalau ia sedang bahagia. Entah apa yang membuat Lilya senang hanya karena dia habis bantu-bantu Nayla di restoran, tapi Evan cukup puas melihat Lilya nyaman bersama ibu tirinya."Mommy kamu orangnya baik banget, ya?" Lilya membuka percakapan begitu keduanya sampai rumah."Kamu suka padanya?" tanya Evan, sembari melirik istrinya yang mengangguk-angguk penuh semangat."Entah kenapa dia kelihatan baik banget sama aku, padahal aku cuma——""Masih memikirkan soal kamu yang cuma anak angkat?" Evan mendengkus keras, dia berhenti dan menatap istrinya dengan serius. "Baginya, kamu adalah menantunya, salah satu anaknya juga. Jangan bicara seperti itu di depan Mommy, kalau nanti dia sakit hati, apa yang mau kamu lakukan?"Lilya menundukkan kepala. "Maaf!"
HARI demi hari berlalu, Lilya selalu menghabiskan waktu bersama mama mertuanya dan mulai belajar banyak hal soal memasak serta mengelola restoran. Nayla bahkan memuji Lilya yang begitu rajin belajar dan kerap membantunya jika pengunjung sedang ramai.Hadirnya Lilya banyak membantu Nayla dan Nayla membalasnya dengan memberi tahu Lilya beberapa rahasia kecil mengenai suaminya. Alhasil, Lilya sekarang tahu banyak, soal apa yang disuka dan tidak disukai Evan.Terutama tentang Evan yang aslinya suka makan, terutama makanan manis-manis dan hal itu membuat Lilya memandang mama mertuanya dengan tatapan tidak percaya."Mommy serius? Kak Evan di rumah jarang banget makan. Dia gila kerja, makan sampai lupa."Mendengar balasan menantunya membuat Nayla menghela napas kasar. "Pantas sekarang dia lebih kurus." Nayla menatap Lilya dengan wajah memohon. "Tolong, kamu ingatin Evan buat makan secara teratur, ya?
"BAGAIMANA kabar mereka?" tanya Evan yang duduk di hadapan Chris yang sedang memegangi tabletnya, siap membaca laporan yang ia dapatkan dari orang-orang suruhan Evan."Kedua orang tua angkat Lilya sepertinya pindah ke luar kota, sedangkan Kenanga tetap tinggal di sini." Chris menatap Evan serius. "Sepertinya, dia berencana mencari pekerjaan di sekitar sini, saya punya firasat kalau dia akan mengganggu rumah tangga Anda, Tuan."Evan menghela napas kasar. "Kamu bisa mengurusnya untukku, Chris?"Chris menganggukkan kepala. "Saya berpikir untuk sedikit bermain-main dengannya."Evan tersenyum tipis. "Lakukan sesukamu, jangan lupa kirimkan beberapa orang untuk mengawasi Kaisar dan Mawar di luar kota, jangan sampai mereka kembali dan mengusik Lilya."Chris mengangguk mengerti. Walaupun Evan sebenarnya sangat kejam, tapi pria itu masih punya sedikit hati nurani, terutama untuk sang ist
EVAN tidak menyangka, rencananya menjauhkan Lilya dengan keluarga perempuan itu berjalan lancar. Lilya tidak tahu sama sekali kabar kedua orang tua angkatnya, bahkan Kenanga yang kerap mencari Lilya ke sekolah, tapi dihalangi oleh orang-orang suruhannya pun tidak pernah diketahui perempuan itu sama sekali.Lilya kini lebih memilih membantu Nayla di restoran atau belajar dengan giat. Sepertinya, dia benar-benar serius ingin mengunjungi panti asuhan di mana dia dirawat dan dibesarkan dulu, sebelum dipungut oleh keluarga Atmawijaya."Kak, sibuk, nggak?" Pintu ruangannya dibuka bersama Lilya yang masuk dengan langkah ragu mendekat ke arahnya.Evan mendongak. Dia baru saja selesai menandatangani berkas yang dikirimkan ke rumah ini oleh Chris. Juga sebuah pesan dari Raffa untuk mengawasi kelakuan putrinya yang kini tinggal di apartemen Evan. Evan yang sebelumnya selalu menonaktifkan CCTV yang berada di apartemennya pun mulai menyal
MENIKAH dengan seorang pembunuh jelas tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Namun, Lilya pernah memikirkan calon suaminya yang jelek, tua, mesum, berperut buncit, dan memiliki banyak istri. Dia bahkan menyiapkan diri, jika suatu hari dia akan ditindas oleh istri-istri suaminya yang lebih tua.Kenyataannya, Evan hanyalah pria lajang yang kejam. Dia bukan pria tua mesum dengan banyak istri. Dia hanya pria mengerikan yang tidak tertarik akan pernikahan.Menikah untuk bertaruh. Meletakkan Lilya pada sebuah pertaruhan tentang pernikahan abadi dengan iming-iming kebahagiaan. Syaratnya sederhana, Lilya harus bisa memahami dan memaklumi apa pun yang telah Evan lakukan di luar sana.Jika dipikir-pikir, memang keputusannya untuk menikah dulu sangatlah rawan. Mengorbankan masa muda, membiarkan diri sendiri jatuh dalam jeratan yang salah. Namun, demi keluarganya dia rela mengorbankan dirinya.Dia rela melakukan apa yang t
LILYA masih belum siuman sewaktu Evan bersiap ke kantor. Hari ini adalah jadwalnya ke perusahaan, khusus bertemu Raffa untuk membahas rencana mereka ke depannya.Sedang perusahaan Tjandra ia serahkan pada papanya yang juga tengah memimpin di anak cabang perusahaan Gunawan yang dirintisnya dari nol. Evan sama sekali tak ikut bekerja keras, dia hanya mengungkapkan ide dan strategi untuk kedua perusahaan itu ke depannya.Papanya, Ethan sudah berulang kali memintanya segera masuk dan mengurus langsung perusahaan, tapi ia tolak, lantaran Evan sama sekali tidak tertarik untuk bekerja.Untungnya, Ethan bukan tipe pemaksa. Dia pun sudah memiliki calon menantu bernama Gavin yang masih Evan selidiki secara diam-diam ditambah Chris, kaki tangan Evan yang benar-benar setia dan bisa diandalkan."Bangunkan dia untuk makan jika sampai jam sepuluh dia belum bangun juga. Jika kalian tidak bisa
"APA yang kamu rencanakan, Chris?" Evan bersedekap dada sewaktu Chris sampai di parkiran rumahnya, hendak menyerahkan dokumen yang perlu Evan periksa dan tanda tangani seperti biasa.Chris tampak mengernyitkan dahi. Dia baru saja sampai dan menemukan Evan berada di garasi. Memang hal itu cukup biasa bagi orang lain, tapi bosnya satu ini lebih suka di ruang kerjanya daripada harus menunggu orang di garasi."Apa yang Tuan maksud?""Kenanga ... apa yang kamu rencanakan soal dia?"Evan melirik rumah, dia baru saja pulang dari kantor bersamaan dengan datangnya Chris ke rumahnya. Dia terpaksa mengajak Chris bicara di sana, karena Lilya berada di rumah sekarang.Bagaimanapun juga, dia tidak mau Lilya tahu kabar terkini dari seorang Kenanga Atmawijaya. Terutama kabar Kaisar dan Mawar yang telah meninggalkan rumah besar mereka dan menetap di luar kota."Saya hanya sedikit menyibukkannya