Hari ini jalanan terlihat ramai sekali. Disana ada seorang perempuan, yang baru saja mengangkat sebuah panggilan diponselnya.
“Halo mi !” sapanya saat melihat maminya yang menelpon.
Lagi dimana sayang ?” tanya mami
“Lagi di luar mi. Ada urusan bentar,” jawabnya
“Kamu nggak lagi lari kan ?” tanya mami langsung
“Enggak kok mi. Ini masih di Jakarta.” jawabnya
“Kamu kenapa sih nggak mau nerima tawaran papi ?. Kan kamu banyak nganggur nya sayang,” tanya mami lagi
“Nggak mau mi. Pokoknya enggak mau!” setelah mengatakan itu, dia langsung memutuskan panggilan mereka.
Sebenarnya dia tidak ingin menutup panggilan itu, tetapi dia bisa saja terlambat jika masih berada di sana.
Terlihat banyak yang mengantri didepan ruangan interview perusahaan. Memang perusahaan yang sedang dia tuju itu, sedang membuka posisi yang terbilang banyak. Jadi tidak heran banyak yang mengantri di sana.
"Karenina Raisa Wijaya!" panggil seorang pria bagian recruitment yang berdiri didepan pintu
Dia mengangguk ramah dan segera mengikuti pria tersebut kedalam ruangan. Sekilas ruangan itu tampak bersih. Hanya ada beberapa orang di dalam nya.
Namanya Karenina. Tapi dia lebih sering dipanggil Yaya.
“Sepertinya pria yang duduk di kursi paling mewah itu boss perusahaan ini,” pikirnya
"Selamat pagi pak!" dia menyapa pria tersebut dengan sopan. Awalnya dia mengira pemimpin perusahaan ini adalah seorang pria paruh baya, namun ternyata dia salah.Pria yang sedang dia temui itu memiliki postur tegap, terlihat bugar dan berwibawa. Walau belum benar-benar melihat wajahnya, dia bisa menebak dia masih muda.
Mungkin umurnya baru sekitar 30-an. Tidak terlalu berbeda jauh dengan Yaya.
"Interview nya dilanjutkan nanti saja. Saya harus segera pergi!" kata pria tersebut yang yaya pikir CEO. Ataukah dia juga direktur ?. Karena dia terlihat arogan sekali.Yaya hanya berdiri diam disana. “Hei ! Bahkan dia belum dipersilahkan duduk”. Sungguh, rasanya yaya ingin berkata seperti itu kepadanya.
Pria itu langsung berjalan melewati yaya begitu saja tanpa mengatakan apapun lagi.Bahkan dia tidak melihat sedikitpun rasa bersalah di wajahnya. Tentu saja. Itu karena yaya hanya melihat wajahnya sekilas sebelum dia pergi.
"Mohon maaf mba. Nanti akan kami hubungi lagi untuk informasi lebih lanjut," ucap pria yang tadi memanggil yaya untuk interview.Yaya hanya mengangguk sebagai jawaban. Setidaknya masih ada pegawai yang ramah kepadaku walau dia belum bekerja disana.
"Iya pak. Tidak apa-apa.” jawabnya sopan sambil sedikit menunduk.“Kalau begitu saya permisi,"
Yaya keluar ruangan dengan rasa sedikit kecewa. Setidaknya jangan membuka interview kalau ujung-ujungnya seperti ini. "Yaya!" panggil seseorang saat aku hendak keluar dari gedung perusahaan. Yaya merasa seperti ada yang memanggilnya barusan. Tapi entah siapa yang barusan memanggilnya. sepertinya dia tidak mengenal orang yang memanggil barusan.Dia berhenti sejenak untuk melihat wajahnya. Dia masih sedikit jauh jadi yaya belum tahu siapa dia.
“Yay!” panggil nya lagi dan berjalan mendekat ke arah yaya
“Maaf ?” tanya yaya karena dia masih saja belum mengenali pria itu walau sudah mencoba mengingatnya.
“Masa lupa sih ?” tanya pria itu
Yaya menaikkan sebelah alisnya mendengar itu.
Dia manusia, jadi lupa adalah hal yang manusiawi juga.
“Ini aku yudha!” kata nya lagi
Ohh. Pantas saja tidak asing, yaya baru sadar sekarang. "Apa kabar ?, udah lama enggak ketemu kamu " kata yudha. . .
Yaya mengangguk sebentar dan memberi senyum kepadanya"Gue baik kok. Lo sendiri ?" Tanya yaya. Dulu dia dan yudha memang mengobrol dengan panggilan aku-kamu. Tapi itu semasa sekolah dasar. Dia pikir setelah dewasa mereka tidak perlu lagi seperti itu"Aku baik juga,” jawab yudha“Panggilnya lo-gue aja. Nggak usah formal gitu kali!” kata yaya mencoba menetralkan suasana.“Aku enggak bisa. Kamu kan beda!” jawab yudha“Alesan. Dulu aja manggilnya sok lo-gue. Sekarang malah enggak mau,” kata yaya. Yaya sudah biasa menanggapi perkataan yudha yang seperti itu.Walau masih anak SD. Yudha ini terbilang playboy loh dulu. Walau awalnya dia tidak seperti itu. Mungkin hanya salah pergaulan.Tapi yaya mendengar bahwa dia masih sering memberi harapan palsu pada perempuan yang berbeda-beda.“Kamu sibuk nggak ? Mau ngobrol dulu ?" Tanya yudhaDulu mereka berdua berteman
Siang ini, audrey merasa bingung karena melihat sepupunya yang sedang berada di depan Resto miliknya.Tidak biasanya. Pasti sedang terjadi sesuatu."Woi Ryan!” teriak audrey saat melihat ryan yang sedang bersandar di samping mobilnya.“Ngapain disini ?” tanya audreyDia meneliti penampilan ryan. Masih rapi."Kok diem ?" Tanya audrey“Gue mau makan lah. Ngapain lagi ?” ujar ryan“Bu-““Udah buruan masuk. Gue laper nih!” lanjut ryan tanpa mendengar perkataan audrey lagiMereka segera masuk ke Restoran milik audrey. Walau sebenarnya ini masih jam kantor. Dan belum masuk waktu makan siang.“Sekarang jawab! Tumben lo bolos kerja,” desak Audrey“Gue nggak bolos. Cuman istirahat lebih cepat aja.” Jawab ryan“Sama aja kak. Itu namanya bolos!” jelas audreyMendengar itu, ryan langsung menatap audrey dengan wajah t
Malam hari di rumah yayaTok tok tokTerdengar suara ketukan di pintu kamar yaya“Sebentar bi!” ucap yayaDia tahu yang mengetuk itu pasti bibi. Karena hanya mereka berdua yang tinggal disana.Sebenarnya disana juga ada supir, satpam dan penjaga kebun. Tapi mereka tidak tinggal di rumah yaya. Mereka hanya akan bekerja dan pulang setelahnya.Bibi yang bekerja di rumah yaya belum terlalu tua. Baru sekitar 50-an. Suaminya sudah meninggal dan anak nya sudah pergi merantau ke kota lain. Sudah menikah, dan menetap di kota itu. Jadi tinggal lah bibi sendiri.“Iya bi ?” tanya yaya setelah membuka pintu“Bibi mau bilang kalau tadi nyonya besar datang kesini non,” ujar bibi“Sini masuk dulu bi,” ajak yaya agar asisten rumah tangga nya itu masuk dan berbincang di kamar nya.“Duduk bi!” kata yaya dan mereka berdua duduk di sofa yang berada di kamar itu.
Mereka masih terus berbincang. Saling menanyakan keadaan satu sama lain.Sebenarnya yaya bukan melamar kerja karena dia bosan dengan pekerjaannya di Rumah Sakit sebagai Dokter Kandungan. Tapi Itu karena yaya dipaksa oleh mami dan papinya untuk bekerja di perusahaan papi sebagai direktur. Tentu saja yaya menolak.Bahkan rumah sakit tempatnya bekerja juga milik keluarga mami yang akhirnya memang menjadi bagian mami. Yaya dulu menolak menjadi direktur di rumah sakit tersebut dan memilih bekerja di rumah sakit lain. Tapi mami nya memaksa agar dia bekera disana. Akhirnya yaya setuju, tapi dengan syarat hanya menjadi dokter kandungan.Sekarang terjadi lagi. Yaya tidak ingin menjadi direktur di perusahaan papa yang bergerak di bidang properti tersebut. Yaya bukan anak tunggal kaya raya okey. Dia punya kakak laki-laki yang juga memilih untuk menjadi pebisnis. Kakak nya juga memegang kendali salah satu perusahaan papa di jakarta. Sayang nya, kakak yaya sudah menikah seka
Pagi ini, yaya datang ke Sanjaya Company seperti yang disampaikan mereka semalam.“Yaya!” ucap HRD menggulang nama yaya“Untung saja kamu tidak dipanggil nina.” ujar wanita itu lagi. Namanya Nina. Pantas saja dia berkata seperti itu. Semoga saja namanya bukan karenina. Karena akan benar-benar mirip dengan yaya. Walau sebenarnya sama pun tak apa.Itu karena dia memakai name tag. Jadi yaya bisa mengetahui namanya. Jangan mengira bahwa yaya bisa mengetahui namanya begitu saja.Jika ia bisa, ia akan mencari tahu juga nama jodohnya. Siapa tahu memang sudah saatnya dia menikah.“Apa nama ibu juga karenina ?” tanya yaya mencoba mengobrol agar mereka tidak terlalu kaku satu sama lain“Oh tidak. Nama saya Nina kalista. Jadi saya biasa di panggil nina,” jelas nyaYaya mengangguk mendengar penjelasan nya. Tidak terlalu buruk. HRD nya itu orang yang baik. Menurut yaya.“Oh ya,
"Boss ?” ulang yaya“Iya!” jawab nina“Pak manajer ?" Tanya yaya memastikan"Bukan. Dipanggil pak CEO. Di suruh keruangannya." jelas ninaYaya mengangguk. Ia ingin bertanya lagi tapi kelihatannya nina sedang sibuk. Itu terlihat seperti nina memang mencarinya sejak tadi."Baiklah!" Ujar yaya. Bahkan tidak sempat mengatakan terima kasih karena nina yang sudah lebih dulu pergi.Awalnya yaya akan membuat kopi. Tapi panggilan CEO lebih penting saat ini. Dia lalu segera berjalan keruangan CEO.Apakah setiap karyawan baru akan langsung berhadapan dengan boss seperti ini ?. Dulu waktu yaya bekerja dia tidak seperti itu.Lantai yang sedang yaya pijak sekarang ini sepertinya hanya khusus untuk CEO, karena di sana hanya terlihat sebuah meja yang mungkin digunakan sekretaris untuk bekerja, dan sebuah pinta besar dengan beberapa ornamen disana.“Permisi pak,”
“Baiklah” jawab yaya. Dia bahkan tidak bisa menyembunyikan tawa lucunya walau dia sudah mencoba menahannya.“Kenapa tertawa ?” tanya pria itu dengan wajah yang tidak suka.Akhirnya, yaya menghentikan tawanya.“Hanya merasa lucu. Sebenarnya sudut pandang mana yang ada lihat ?. Hingga bisa mengatakan bahwa saya mencoba mendekati adik bapak ?!” jelas yaya“Saya bukan bapak kamu!” protes bossnya itu.Yaya mengernyit sejenak. Dia memang bukan bapaknya yaya. Apalagi papinya. Sama sekali tidak mirip.“Lalu harus saya panggil siapa?" Tanya yaya."Lagipula, saya sudah lupa siapa nama anda!” jawab yaya lagiBoss di depannya ini sepertinya suka sekali menatap orang dengan tajam. Buktinya dari tadi dia selalu menatap yaya dengan tajam dan pandangan seolah meremehkan.“Berhenti menatap saya dengan tatapan menilai seperti itu. Dan berhenti bersikap seolah anda dan adik
Hari ini cuaca terlihat sangat cerah. Sepertinya hari ini akan terasa menyenangkan. Walau setiap hari rasanya menyenangkan bagi Audrey.“Mba audrey !” teriak seseorang dari depan rumah audreyMendengar itu, audrey bergegas turun karena dia juga akan berangkat ke kantor hari ini.“Iya mang!” jawab audrey saat mendapati mang ucup yang berada di depan rumah.“Selamat pagi neng,” ucap mang ucup dengan ramah“Pagi mang !” jawab audrey dengan senyum yang tak kalah ramahnya.Audrey selalu membeli onde-onde dari mang ucup dan memakan nya selama perjalanan. Walau dia juga sudah lebih dulu sarapan tadi. Maklumlah, rasanya kurang jika audrey belum ngemil di pagi hari.“Beli yang biasa mba ?” tanya mang ucup“Iya mang !” jawab audreyAh, audrey benci ketika tahu bulat di depannya juga seperti meminta untuk dibeli.“Sama tahunya mang, telur puyuhnya