“Loh, kamu mau kemana May?” Tanya Eyang putri.
“Aku mau mandi Eyang…”
“Kalo mau mandi ya kenapa harus pamit sih… Kirain kamu mau keluar juga.” Kata Eyang putri.
“Yasudah, aku mandi dulu ya Eyang”
“Yasudah sana.”
Kemudian, Maya berjalan ke kamar mandi dan tak lupa, memakai sebuah kain untuk menutupi tubuhnya sebelum ia mulai mandi. Setelah itu, barulah Maya mulai mandi.
“Nah, gitu dong, kan kamu lebih kelihatan sopan kalau kamu memakai kain begitu…”
“Eh! Siapa itu!?” Tanya Maya sembari melihat ke segala tempat.
Tiba-tiba, sosok yang tempo hari tengah duduk di jendela perlahan menampakkan wujudnya.
“Eh, kamu…?” Kata Maya sembari menunjuk kearah sosok yang tengah duduk di jendela yang terbuka di dalam kamar mandi.
“Iya, ini aku, hehe. Kan sudah ku bilang, aku tinggal disini. Jadi, kamu harus sopan kalau mau mandi disini tanpa di ganggu. Jangan seperti kakak kamu si Reno dan Ayu! Memang mereka tidak bisa melihatku seperti kamu May, tapi ya setidaknya, hargailah penunggu disini!” Kata sosok yang tengah duduk di kamar jendela.
“Eh, bentar-bentar… Kemarin malam, aku bermimpi tentang…”
“Kamu berada di sebuah goa yang gelap? Dan ada aku disamping mu? Ya, kamu benar! Itu bukan lah mimpi!” Kata sosok itu memotong perkataan Maya.
“Lah, kamu bilang, aku harus sopan kalau mau mandi. Tapi, kamu sendiri tidak sopan main potong-potong perkataan orang lain! Mana perkataannya benar lagi, huh!” Kata Maya dengan nada bicara sedikit jengkel kepada sosok itu.
“Eh, hahaha… Iya ya? Maaf-maaf, aku begitu bersemangat soalnya, hahaha”
“Jadi, yang aku lihat ketika aku tidur itu bukan mimpi?” Tanya Maya kepada sosok itu.
“Bukan, itu adalah penglihatannya. Kamu ini indigo loh! Masak kamu tidak sadar sih!?”
“Ya maaf sih, aku kan masih baru dalam hal gaib-gaib seperti ini. Aku juga kalau bertemu kamu masih suka kaget. Jadi wajar sih, kalau aku tidak tahu.”
“Emm… iya juga… Tapi, lambat laun, kamu pasti terbiasa dengan penglihatan kamu yang sekarang kamu miliki ini.”
“Iya sih… Oh iya, kita belum berkenalan nih. Ga sopan tau, kalau kita tidak tegur sapa menggunakan nama masing-masing, benar kan?”
“Salam… Namaku Oscar the ordinary young, yang artinya Oscar anak muda biasa, yang kalau disingkat menjadi Otoy…”
“Pffffttt… Huwahahaha… Otoy? Nama apaan itu hah! Kok Otoy sih, hahaha. Namanya sudah keren sih, Oscar, the ordinary young. Kalau disingkat menjadi Otoy? Hahaha… Aneh banget nama kamu.” Kata Maya sembari terbahak-bahak meledek Otoy.
“Eh, kok kamu tertawa? Ada yang salah?” Tanya Otoy.
“Hahaha… Nama kamu tuh… Tidak mau di ganti dengan nama yang lain gitu?”
“Eh! Jangan salah kamu ya, kami para setan memiliki julukan masing-masing tau! Nama asliku Oscar, the ordinary young hanya julukan saja. Tidak mudah tau, mendapatkan julukan seperti itu, huh!” Kata Otoy dengan raut wajah yang jengkel.
“Hahaha, oke-oke... Tapi kok, hahaha… Kenapa harus Otoy sih, hahaha”
“Yaudah sih ah, tinggal panggil saja kok susah sih… Ya memang terdengar lucu bagi manusia, Tapi bagiku, ini julukan yang sangat berharga. Kenapa? Karena dengar-dengar ya, para setan-setan yang memiliki ilmu tinggi memanggilku dengan sebutan Otoy. Kenapa? Ya mungkin karena aku cerdas? Ilmuku juga tidak kalah tinggi dengan mereka kok. Hanya saja, mungkin tubuhku saja yang terlihat kecil.”
“Yaudah sih, kok jadi bahas-bahas julukan. Aku hanya ingin mandi loh, kenapa kamu harus muncul coba?”
“Ya ini kan rumah ku, jadi ya terserah dong, mau muncul kapan saja? Iya kan?”
“Iya sih… Tapi yaa… Setidaknya, biarkan aku mandi dengan tenang gitu… Hanya 10 menit saja loh.”
“Yaudah iya-iya… Cepetan kamu mandinya ya, setelah itu langsung keluar. Aku pergi dulu, bay-bay…” Kata Otoy sembari melambaikan tangannya ke Maya dan perlahan menghilang.
“Hadehhh… Memang ya, sosk-sosok penghuni rumah ini tuh tidak ada yang bener bentuk nya. Namanya juga aneh lagi, hahaha” Kata Maya sembari mengambil air menggunakan gayung mandi.
Setelah itu, Maya melanjutkan mandinya tanpa ada gangguan sedikitpun. Dan setelah itu, Maya keluar dan langsung menuju ke kamarnya untuk memakai pakaiannya.
Kemudian, setelah memakai pakaiannya, Maya langsung turun kebawah dan berjalan keluar rumah untuk menghampiri pakde Yono.
“Pagi pakde…” Kata Maya sembari menyapa pakde Yono yang tengah membersihkan kebun.
“Eh, non Maya. Pagi juga non, emm… Anda mau jalan-jalan lagi?” Kata pakde Yono kepada Maya.
“Iya dong pakde, bosen nih kalau hanya berdiam diri di rumah. Sekalian, kita sambung cerita yang kemarin, hehe. Oh iya, siapa tau, orang-orang di kebun sedang memanen buah seperti kemarin, kita bisa membantu mereka, yakan pakde?”
“Emm… Mereka tidak setiap hari ada disana non. Hanya hari-hari tertentu saja sih, hehe”
“Yasudah pakde, tidak masalah. Yang penting kan, kita keluar, dari pada di rumah saja, bosen loh pakde.”
“Hahaha… Yasudah, ayo kita keluar… Eh, tapi anda sudah pamit kepada Eyang kan non? Nanti, saya yang dimarahi oleh Eyang kakung dan Eyang putri karena membawa anda tanpa izin.”
“Sudah pakde, pakde tidak perlu khawatir soal itu, hahaha”
“Yasudah, mari non” Kata pakde Yono sembari meletakkan gunting rumput di dalam pos penjagaan milik pakde Yono.
Setelah itu, Maya dan pakde Yono berjalan keluar rumah.
“Non, anda bisa melihat makhluk berbadan kurus yang berjalan merangkak yang berada di hutan itu?” Kata pakde Yono kepada Maya sembari menunjuk kearah area hutan di samping rumahnya Eyang kakung.
“Eh, iya pakde, aku lihat tuh. Itu makhluk apa ya pakde?” Tanya Maya kepada pakde Yono.
“Itu namanya Bunian non. Konon katanya, makhluk Bunian itu sudah menyembunyikan anak-anak yang sedang bermain petak umpet di tengah hari maupun di malam hari non. Jadi, secara logikanya, tubuh dari anak itu masih utuh di tempat dia bersembunyi. Tapi, roh nya di bawa ke dunia lain. Nah, walaupun tubuhnya masih di tempat yang sama sebelum roh nya di bawa, manusia biasa yang tidak memiliki kelebihan seperti kita ini, tidak akan bisa melihat tubuh dari anak tersebut non. Nah, ada juga yang mengatakan kalau Bunian itu hidup normal, sama seperti kita. Mereka juga berbicara layaknya manusia biasa, dan mereka juga memiliki rumah non. Tapi, yang membedakan kita dengan makhluk tersebut, mereka ukurannya sedikit lebih kecil dari kita, bahkan ada yang lebih kacil lagi. Nah, ada yang berjalan normal dan ada juga yang berjalan merangkak seperti itu. Tapi tenang non, mereka tidak akan mengganggu kalau mereka tidak merasa terganggu.”
“Oh begitu ya pakde… Sepertinya, aku masih harus belajar banyak dengan pakde nih. Soalnya, kalau belajar dengan Eyang sih, kebanyakan becandanya.”
“Ya memang begitu lah orang tua non. Mereka saja sudah tidak ingin lagi berurusan dengan hal-hal gaib, eh malah kerabatnya yang tertarik dengan hal-hal gaib seperti ini. Mana umurnya masih muda lagi, hahaha”
“Ya, aku juga tidak ingin memiliki penglihatan seperti ini pakde. Tapi yah, mau bagaimana lagi kan? Semuanya sudah terjadi, dan sepertinya, aku juga memiliki tugas untuk menyelamatkan anak dari sepupuku yang di culik oleh makhluk yang menjelma menjadi lemari itu kan pakde?”
“Hahaha… Tenang non, pakde akan mengajari apa yang pakde tau kepada anda non. Tapi ya, tidak banyak sih, hahaha. Yah, sedikit banyaknya, ada lah yang non pelajari.”
“Iya pakde, sepertinya, pelajaran yang paling mendasar, aku ingin mengenal nama-nama dan bentuk dari para makhluk gaib yang ada di muka bumi ini pakde. Supaya ketika suatu saat mereka muncul tiba-tiba di hadapanku, aku sudah terbiasa melihat mereka.”
“Hahaha… Kalau anda ingin menguji nyali anda, supaya anda menjadi terbiasa, kita harus keluar malam non. Karena, dengan melihat bentuk makhluk yang tidak begitu menyeramkan, tidak akan merubah cara pandang anda terhadap mereka. Kalau ingin membiasakan diri, biasakan melihat makhluk mulai dari yang menyeramkan dulu non. Jadi, ketika anda melihat bentuk dari makhluk yang bentuknya sudah tidak tersusun rapih layaknya seperti makhluk-makhluk gaib lainnya, anda tidak terkejut lagi non.”
“Emm… Begitu ya pakde… Nah, yang jadi masalahnya, Eyang pasti tidak akan mengizinkan aku untuk keluar rumah pada malam hari pakde. Bagaimana dong?”“Emm… Iya juga ya non. Sulit juga untuk meminta izin kepada Eyang kakung untuk membawa anda jalan-jalan keluar rumah pada saat malam hari.”“Jadi bagaimana pakde?”“Emm… Nanti pakde pikirkan, yuk kita lihat-lihat kebawah non”Kemudian, mereka pergi berjalan menuruni jalan meninggalkan makhluk Bunian itu.“Eh, pakde-pakde, bentar dulu deh. Itu ada sebuah rumah makan yang menjual bakso pakde. Tapi kok…” Bisik Maya sembari menunjuk kearah sebuah warung bakso di pinggir jalan.“Iya non, itu namanya jin penglaris non. Setau pakde ya non, ada dua bentuk jin penglaris yang sering di pakai oleh orang-orang yang menginginkan warung atau rumah makannya ramai akan pengunjung. Yang pertama, anda bisa lihat se
“Loh, emang bisa pakde?”“Ya enggak lah, hahaha. Anda ini ada-ada saja, masak iya menggunakan batu asah? Buta dong, hahaha”“Yee, kirain beneran, huh!”“Hahaha… Tidak-tidak, pakde hanya bercanda kok, hehe. Nah, anda bisa sering-sering berinteraksi dengan makhluk-makhluk tak kasat mata yang ada di sekitaran kita ini. Semakin sering anda melihat mereka, semkain tajam penglihatan anda non. Dan, ada beberapa cara untuk memastikan manusia yang ada di hadapan kita ini, beneran manusia atau bukan. Nah, cara pertama yang paling akurat adalah dengan melihat kakinya non. Kakinya itu menyentuh ke tanah atau tidak. Nah, kalau makhluk gaib ini menjelma menjadi sesosok manusia, pasti kakinya tidak menyentuh tanah atau bisa dibilang mengambang.”“Nah, kalau mereka dalam posisi duduk di sebuah kursi, kan biasanya kalau kita duduk tuh pakde, kaki kita kan sering tidak menyentuh tanah. Bagaiamana tuh pakde?&rdquo
“Oh, begitu ya Eyang… Nah, terus kata pakde Yono, aku harus melatih penglihatanku ini Eyang, yang jadi masalahnya, bagaimana cara melatih penglihatan ini Eyang?” Kata Maya.“Emm… Bagaimana ya? Eyang juga kurang tau sih, hehe. Soalnya, mata Eyang sudah rabun, hahaha.” Kata Eyang putri.“Hadehh… Yasudah deh, aku masuk dulu ya Eyang, aku mau istirahat dulu.” Kata Maya sembari berjalan masuk kedalam rumah.Setelah berbicara dengan Eyang putri dan Eyang kakung, Maya langsung berjalan masuk menuju kamarnya. Kemudian, Maya membaringkan tubuhnya sembari bermain ponsel. Lalu, beberapa saat kemudian, Maya merasa mengantuk dan kemudian tertidur.‘May… May… Maya!’Samar-samar, terdengar suara seseorang yang sedang memanggil-manggil namanya. Lalu,“Otoy!? Dan… Huaaaaaaa!!!”Maya teriak ketika baru saja membuka matanya dan sudah ramai sosok-s
“Eh!? Siapa kamu!? Kamu mau berbuat jahat ya! Pergi kamu!” Bentak Maya kepada sosok pria yang cukup tampan yang tiba-tiba muncul di hadapannya, tapi dia hanya memakai celana dan tidak memakai baju.Mendengar itu, sosok pria itu menoleh ke segala arah seperti mencari sesuatu. Lalu, pria itu bertanya,“Kamu bicara dengan siapa May?”“Eh!? Kok kamu tahu namaku?” Tanya Maya.Lalu, pria itu menoleh lagi ke segala arah. Tapi tetap saja, tidak ada siapa-siapa di sana kecuali Maya, pria itu dan 10 sosok yang tergeletak tadi.“Siapa? Aku?” Tanya pria itu sembari menunjuk dirinya sendiri.“Yaiya lah! Jadi kalau bukan kamu, siapa coba? Disini hanya ada kita berdua saja… Emm… Otoy… Kamu menculik Otoy ya!!!” Bentak Maya kepada pria itu.‘Menculik? Oh iya, dia kan belum pernah melihat wujud manusiaku ya? Emm… Aku kerjain ah, hehe’“Hai n
“Hadeh-hadeh… Yasudah, aku ikut. Tapi, aku keluar menggunakan wujud ini ataupun menggunakan wujud manusia. Aku punya sebuah cincin batu merah delima yang bisa ku gunakan untuk tempatku bersemayan sekaligus memulihkan tenagaku. Aku juga dapat memantau pergerakanmu dari dalam batu cincin ini. Tapi sebagai gantinya, coba kamu salurkan tenagamu sedikit ke dalam batu merah delima ini, supaya aku bisa masuk ke dalamnya. Nih, coba pakai…” Kata Otoy sembari memberi sebuah cintin batu merah delima kepada Maya.Kemudian, Maya mengambil cincin itu dan kemudian memasangkannya di jari manisnya.Sontak, ketika cincin itu di pasangkan di jari manisnya, seketika tubuhnya Maya gemetar hebat dalam waktu kurang dari semenit. Kemudian, tiba-tiba cincin batu merah delima itu bersinar, dak kemudian, Otoy masuk ke dalam batu cincin itu. Setelah itu, cahaya dari batu merah delima itu redup dan kembali seperti semula.“May… Maya… Kamu bisa m
“Eyang, aku keluar dulu ya…”“Iya May, jangan lama-lama pulangnya ya.”“Iya Eyang, aku berangkat dulu… Kak Reno, kak Ayu, aku berangkat.”Setelah itu, Ayu keluar dan menuju ke pos penjaga milik pakde Yono.“Pakde… Pakde…”“Eh… Siapa itu, malam-malam begini kok panggil-panggil? Ganggu orang lagi nonton TV saja.” Kata pakde Yono.Kemudian, pakde Yono mematikan TV nya, dan kemudian berjalan menuju pintu dan membukanya.“Eh, non Maya? Anda mau kemana, kok sudah rapih-rapih sekali?” Tanya pakde Yono.“Hehe… Mau jalan-jalan dong pakde. Eyang sudah mengizinkanku untuk keluar jalan-jalan, tapi harus di temenin oleh pakde. Pakde sibuk nggak?” Kata Maya.“Emm… Pakde sedang santai sih… Tapi non Maya beneran mau keluar? Tidak takut apa, malam-malam begini keluar? Emang mau kemana?”
“Setelah ini, kita mau kemana non?” Tanya pakde Yono.“Emm… Kita disini dulu lah pakde sembari menikmati bakso ini. Setelah itu, baru kita keliling lagi.” Jawab Maya.“Emm… Yasudah non”Beberapa menit kemudian,“Ini non bakso nya…”“Eh, iya bu, terima kasih ya bu, ini uang nya…”“Terima kasih banyak ya non…”Lalu, Maya dan pakde Yono duduk di dekat penjual bakso itu sembari menikmati bakso yang tadi di beli oleh penjual bakso itu. Dan,“Hummpphh… Bakso nya enak ya bu… Tapi kok, tidak ada orang yang datang kesini untuk membeli bakso ibu ya?” Tanya Maya dengan nada bicara yang sedikit keras kepada ibu penjual bakso itu.Mendengar itu, pakde Yono menyenggol bahunya Maya untuk memberikan kode untuk menyuruh Maya diam. Lalu seketika, Maya menyadari kalau suaranya sedikit keras, tapi dia sudah te
Mendengar itu, pakde Yono langsung menoleh kearah yang di tunjuk oleh Maya. Tapi tetap saja, tak ada apapun yang di atas sana.“Ha!? Tidak ada apa-apa kok non. Ada jangan bercanda ah…” Kata pakde Yono.“Eh, enggak loh pakde, itu serius ada seseorang yang tergantung di ranting pohon, tapi mengarah ke bawah sini loh! Kalau dia sampai jatuh, otomatis dia akan langsung mendarat ke tempat kita yang sekarang ini pakde. Jaraknya sangat tinggi loh pakde, sekitar 40 meter ke atas sana kalau dari tempat kita berdiri sekarang ini.” Kata Maya sembari masih menunjuk kearah atas puncak.“Ah, anda sepertinya sedang berhalusinasi saja non..”“Tidak loh pakde, itu sepertinya salah satu pendaki yang tadi sempat bertanya tentang jalur pendakian yang kita temui di jalan tadi. Masak pakde di melihatnya?”“Ah, anda serius non?”Kemudian, Maya menutup matanya dan mencoba berbicara dengan Otoy,