"Bersiaplah…," bisik Dewa di telinga Kalila.Nafas Dewa semakin memburu, tampaknya Kalila sedang berusaha untuk membalas semua sentuhan Dewa.Dewa menarik tangannya, dan bersiap akan melakukan permainan inti mereka. Namun, Dewa tidak mau terburu-buru karena takutnya Kalila akan terkejut. Namun…."Maaf, Dewa. Sepertinya aku belum siap," ujar Kalila memejamkan matanya. Tubuh Kalila belum bisa menerima tubuh Dewa yang sudah siap untuk melakukan tugasnya."Kita coba dulu…," jawab Dewa yang belum bisa melepaskan Kalila dari kungkungannya.Kalila menggeleng sehingga perlahan tubuh polos Dewa yang sedang berada diatas tubuh polos Kalila turun. Dewa benar-benar kecewa, untuk kali kesekian nya dia gagal dalam melaksanakan tugasnya sebagai suami.Dewa hanya diam, terbaring menatap langit-langit kamar hotel itu menerawang dengan tubuh polos tanpa sehelai benangpun. Seolah-olah semua itu sedang mengejeknya yang
"Kau marah?”“Tidak ada alasan aku untuk marah,” jawab Dewa sambil menghela nafas berat.“Maaf….” Kalila akhirnya memberanikan diri untuk meminta maaf. Padahal lidahnya begitu kelu untuk mengucapkan kata-kata maaf itu.“Bukan salah kau,” jawab Dewa yang kemudian menyalakan rokoknya karena, pikirannya begitu penat. Sehingga dia perlu zat nikotin untuk merelaksasi kan pikirannya.Kalila semakin merasa bersalah, apalagi saat melihat Dewa yang beberapa kali tampak menarik rambutnya. Karena mungkin kepala Dewa begitu sakit. Kalila tahu rasanya pasti sangat sakit saat harus menahan hasrat yang sudah seharusnya dikeluarkan, namun malah ditahan.Dewa menghisap rokoknya dalam dan membuang asapnya dengan perlahan sembari kembali menghela nafas. Memang Dewa memilih kamar mereka yang bebas merokok, karena memang antara dia dan Kalila sama-sama perokok berat.“Ini sudah malam,” ujar Kalila kemudian, yang bermaksud mengajak Dewa untuk masuk ke kamar dan beristirahat.“Udah hampir pagi,” jawab Dewa
"Dewa Alkaizar! Kau dibebaskan!"Suara nyaring seorang perempuan yang bertugas sebagai sipir penjara membuyarkan lamunan seorang pria muda yang sedang duduk menghadap dinding tersebutDia adalah Dewa Alkaizar, umur 23 tahun, anak seorang kupu-kupu malam kelas kakap pada masanya. Dia dipenjara karena kasus penganiayaan sebab menghajar seorang lelaki paruh baya yang merupakan pengguna jasa sang ibunda.Tak terima dianiaya, Dewa dilaporkan oleh lelaki tersebut. Dan dia dituntut dua tahun penjara. Dewa tidak bisa melawan, pembelaannya diabaikan karena dia tidak memiliki uang dan kekuasaan.Sejak itulah, Dewa bertekad kalau dia harus memiliki harta dan kekuasaan. Pertama, agar ibunya tidak lagi menjual diri. Kedua, agar orang-orang tidak lagi menindasnya.Kreek!Pintu besi dengan kunci besar tergantung tersebut dibuka. Dewa masih tampak berdiri tegak dengan kebingungan. Dia masih tidak percaya kalau dia sudah dibebaskan secepat itu.“Lihat, itu Sofia….” Para tahanan berbisik saat melihat
Dewa terdiam sejenak sambil menatap sepasang mata Kalila. Lalu, dia tertawa. “Lucu. Benar-benar lucu. Hahaha…”“Aku tidak bercanda, Dewa! Menikahlah denganku sepuluh tahun saja!” ujar Kalila dengan tegas dan menatap Dewa dengan tatapan tajam.Dewa yang semula masih tertawa langsung terdiam saat melihat raut keseriusan di wajah Kalila.“Jangan gila, Kalila!” jawab Dewa dengan keras.“Apa kau tau siapa aku?” tanya Kalila dengan senyum miringnya.“Aku tidak mengenalmu. Aku bahkan tidak memintamu membebaskanku!” Dewa dengan berani menatap Kalila, membalas tatapan sinis itu dengan tajamnya.“Lelaki yang kau buat babak belur itu adalah mantan suamiku.”Dewa terkejut mendengar pengakuan tersebut. Namun, lelaki itu berpikir, pilihannya menolak permintaan Kalila semakin benar karena alasan tersebut.“Jadi, kau ingin membalas dendam dengan menikahiku lalu menyiksaku?”Kalila mendengus. Bola mata wanita itu memutar, jengah. “Aku justru berharap kau memukulnya hingga mati, kalau perlu,” ujarnya d
“Bangsaaat!” teriak Dewa marah, matanya memerah menahan tangis dan juga amarah ketika melihat ibunya sedang bergumul dengan seorang pria tanpa mengenakan sehelai benangpun. "Keluar!"Dewa marah bukan main. Bagaimana tidak? Selama ini dia sudah berusaha bekerja apapun demi mencukupi kebutuhan mereka agar ibunya tidak lagi menjual diri."Dewa? Kamu sudah pulang?" tanya Rasti, ibunya Dewa, dengan suara serak sembari menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos."Kenapa? Ibu terkejut?!"Dewa terduduk lemas. Belum sampai dua bulan dia di penjara, pemandangan yang paling menjijikkan kembali dia lihat, ibunya melayani para pria hidung belang demi mendapatkan uang untuk menyambung hidupnya.Braaak!Dewa memukul pintu kamar yang rapuh tersebut hingga membuatnya lepas dari engselnya."Maafkan Ibu, Dewa…." Rasti berucap dengan lirih."Diaaaaaaam!" teriak Dewa.Bught! Bught!"Kau mau mati, hah?!"Dewa menghajar dengan tanpa ampun lelaki yang bersama ibunya tersebut, bahkan dia menghancurkan
“Kau mencoba memanfaatkan aku?”Dewa merasa saat ini Kalila sedang memanfaatkan. Dia berpikir, Kalila pasti meragukan kemampuannya, sehingga wanita itu dengan berani menyetujui tetapi memberikan syarat tambahan. “Tidak! Aku tidak pernah memanfaatkanmu. Tapi, aku yakin kamu tidak akan mampu!” ujar Kalila dengan jujur. “Dan ingat Dewa yang tadi kamu katakan kepadaku, semua itu ada harganya. Termasuk perusahaan ini!”Dewa benar-benar merasa tertantang untuk membuktikan perkataan Kalila, walaupun dia tidak pernah memiliki sebuah perusahaan. “Baiklah! Aku setuju!”Bagi Dewa, pantang untuknya menolak tantangan, apalagi dari seorang wanita seperti Kalila.“Apa kau yakin? Ini perusahaan besar, bukan gerobak gorengan,” ujar Kalila seolah tidak percaya dengan kemampuan Dewa.“Jangan meragukan aku, Kalila. Kau yang akan menyesal,” jawab Dewa sembari kembali menghisap rokok yang baru saja dinyalakannya dan menikmati kepulan asap putih yang semakin banyak itu.“Kalau begitu datanglah sekarang ker
Keesokan paginya di rumah kediaman Kalila tampak kesibukan yang tidak seperti biasanya. Kedua orang tua Kalila pun terlihat sedang duduk di sebuah sofa dengan wajah yang masam.Tepat pukul delapan pagi, Dewa datang seorang diri dengan mengenakan pakaian terbaik yang dimilikinya. Dia sengaja tidak mengajak sang ibu, dan berjanji akan segera memperkenalkan Kalila kepada Rasti setelah mereka menikah.“Akhirnya kamu datang juga,” sambut Kalila yang sepertinya sudah khawatir kalau Dewa tidak akan datang.“Aku pasti menepati janjiku,” jawab Dewa dengan pelan."Iya, karena kau pasti takut tidak bisa hidup," ujar Kalila."Kau yang memintaku menikahimu, berhenti berbicara, Kalila," jawab Dewa."Untungnya kau tidak membawa ibumu, karena pastinya nanti akan banyak yang mengenalinya, dia adalah kupu-kupu malam yang sangat bersinar," ejek Kalila lagi."Jangan hina ibuku!" ujar Dewa yang menahan dirinya karena saat ini dia sedang tidak mau ribut.Kalila hanya merespons dengan tersenyum meremehkan.
“Camkan itu!” bisik William dan kemudian beranjak pergi.Dewa mengepalkan tangannya menahan emosi memandang lelaki yang sudah senja itu menaiki mobilnya.“Jangan sekali-kali kau menyentuh dan mengganggu ibuku! Aku tidak peduli siapa kau! Aku akan membunuhmu!” ujar Dewa di dalam hatinya dengan gigi gemerutuk.“Kenapa? Kau marah pada papaku?” tanya Kalila menepuk pundak Dewa sambil tersenyum mengejek.Kalila tahu, William pasti mengatakan sesuatu tentang ibunya sehingga membuat Dewa begitu emosi. Karena, Dewa tidak akan sekesal itu kalau hanya dia yang dihina. Tapi, kalau menyangkut ibunya, emosi Dewa naik berkali-kali lipat. “Aku ingatkan, jangan ganggu ibuku!” ujar Dewa dengan kesal dan meninggalkan wanita yang beberapa jam lalu sudah sah menjadi istrinya itu.Cess!Dewa menyalakan rokoknya ketika tiba di halaman belakang di dekat kolam renang. Emosinya masih cukup tinggi. Namun, beberapa saat kemudian Dewa menyunggingkan senyuman di bibirnya, karena apa yang William takutkan juga s