Matahari bersinar dengan terang, memberikan penerangan bagi seluruh dunia. Sejuknya angin pagi menambah kesan indahnya suasana pagi ini.
Abinawa sudah sejak pagi berada di lapangan bersiap untuk berlatih. Girih Fatih yang melihat hal itu, tentu tersenyum riang.
"Ku lihat kau sangat bersemangat sekali Abinawa." Kata Abinawa.
"Tentu saja guru, aku sudah tidak sabar untuk dapat menyimpan tenaga dalam di tubuhku dan menjadi seorang pendekar." Abinawa menjawab dengan semangat.
Girih Fatih yang mendengar hal itu hanya bisa tersenyum lembut. Dia lantas menjelaskan jika proses yang harus di lalui oleh Abinawa masih panjang.
"Kau harus menguasai dasar bela diri terlebih dahulu, baru setelah ini kita memulai tahap penyimpangan tenaga dalam." Pinta Abinawa.
Abinawa yang mendengar hal itu, tentu membuat dia kecewa. Namun, hal itu tidak membuat dia mundur.
"Tidak usah khawatir, semakin cepat kau menguasai dasar bela diri, maka semakin cepat pula kau untuk dapat menyimpan tenaga dalam." Kata Abinawa.
"Aku akan dengan cepat menguasai dasar bela diri guru ... Aku akan menyelesaikannya dengan cepat." Sahut Abinawa dengan semangat dan bergelora.
Girih Fatih dengan segera langsung memulai dengan kuda-kuda dasar dan tendangan. Kuda-kuda dasar terbagi menjadi 20 bagian. Sementara tendangan di bagi menjadi 4 bagian, yaitu tendangan depan, tendangan samping, tendangan sabit dan tendangan cangkul.
Teknik dasar dapat di lalui dengan cepat oleh Lanting Damar, hal itu tentu membuat Girih Fatih tersenyum puas. Sosok Abinawa benar-benar menunjukkan jika dirinya memiliki bakat bela diri dan olah kanuragan.
"Luar biasa, hanya dalam waktu tiga hari saja, kau sudah menguasai dasar dengan tingkat penguasaan sempurna." Girih Fatih tanpa sungkan memberikan pujiannya kepada Abinawa.
"Itu semua berkat bimbingan dan arahan dari guru." Kata Abinawa.
Girih Fatih yang mendengar jawaban dari Abinawa merendah membuat dia merasa tidak salah dalam mengangkat murid.
Setelah mampu menguasai dasar, Abinawa juga harus dapat mempelajari macam-macam variasi tendangan dan di tambah pukulan. Selain itu, Abinawa juga harus mempelajari tangkapan dan elekan.
"Tangkapan dan elekan adalah dua hal yang wajib di miliki oleh seorang pendekar." Jelas Girih Fatih.
Girih Fatih menjelaskan jika dua hal ini sama pentingnya dengan dasar dan kekuatan fisik. Karena jika seorang pendekar memiliki tangkapan dan elekan yang bagus, maka reflek akan mengikuti. Sehingga membuat seorang pendekar menjadi tanpa tanding dan tidak tertandingi.
"Kau harus mempelajari dua hal ini dengan sempurna, karena dua hal inilah yang akan menentukan nasib dirimu di masa depan." Pinta Girih Fatih kepada Abinawa.
Abinawa menganggukkan kepala dengan semangat. Dia tentu menjadi begitu bersemangat, karena sadar jika dia berusaha dengan maksimal, maka dia akan mendapatkan hasil yang dia bayangkan.
Girih Fatih memulai latihan tangkapan. Abinawa memulai dengan pelan, dia langsung berjalan di atas batang pohon yang memanjang membelah lebarnya sungai. Sepanjang jalan itu pula, dirinya harus dapat menangkap setiap apel yang di lemparkan oleh Girih Fatih.
Selain melatih tangkapan, tanpa sadar Abinawa juga melatih keseimbangan tubuh. Abinawa melewati semua itu dengan cepat, dia menghabiskan waktu satu purnama.
Selama kurang lebih satu purnama, Abinawa sudah menguasai tangkapan dan keseimbangan tubuh sampai penguasaan mahir.
"Baik, aku rasa sudah cukup untuk latihan tangkapan. Selanjutnya yaitu latihan elekan, ini akan jauh lebih rumit." Kata Girih Fatih.
Girih Fatih lantas mengajak Abinawa untuk meninggalkan sungai dan menuju ke dalam hutan. Ternyata di sana sudah ada puluhan batang kayu yang di tancapkan bersusun rapi.
Abinawa yang sadar akan hal itu, langsung melompat dengan segera ke atas batang kayu itu dan segera memasang kuda-kuda tarungnya.
"Kau sangat cepat memahaminya." Kata Girih Fatih.
"Tugasmu hanya mengelak setiap lemparanku ini, tidak perlu menangkapnya. Kau mengerti bukan?" Lanjut Abinawa.
Abinawa menganggukkan kepalanya dengan segera. Abinawa menarik nafas berlahan dan menghembuskan kembali secara berlahan.
Detik kemudian, puluhan kerikil kecil melesat dengan cepat ke arah Abinawa. Abinawa yang melihat hal itu, tentu dengan segera berusaha sebisa mungkin untuk menghindar.
Namun, kecepatan dari kerikil itu gagal untuk di imbangi dan di hindari dengan kecepatan menghindar dari Abinawa. Alhasil Abinawa harus puas melihat tubuhnya dengan cepat di penuhi oleh luka, akibat serangan dari kerikil tersebut.
"Akhhh ... " Abinawa meringis kesakitan dan merasakan nyeri di beberapa bagian lukanya itu.
Girih Fatih yang melihat hal itu hanya tersenyum tipis, "Kau harus lebih cepat, jika tidak ingin mengalami luka setiap harinya."
Abinawa yang mendengar hal itu, hanya bisa pasrah dan menghela nafas panjang. Dia sudah dapat membayangkan jika dalam beberapa hari ke depan, tubuhnya tidak akan terbebas dari luka.
Benar saja, Abinawa harus merelakan satu purnama lebih untuk dapat menyelesaikan latihan elekan tersebut, lengkap dengan tubuh yang di penuhi bekas luka.
"Aku ucapkan selamat, karena kau sudah berhasil menyempurnakan latihan dariku ini, sekarang inilah saat yang paling kau tunggu ... Membuka dantian dan membuatmu mampu menyimpan tenaga dalam ... "
Abinawa yang mendengar hal itu, tentu langsung melonjak girang. Dia sungguh tidak pernah menduga jika hari akhirnya tiba pula.
"Ikutlah denganku, langkah pertama yaitu Tapa Brata. Berhasil tidaknya ini tergantung pada dirimu sendiri ... " Girih Fatih langsung mengajak Abinawa menuju sebuah air terjun yang berada di hulu sungai.
Abinawa cukup terkejut saat mengetahui ada air terjun di sekitar tempat mereka latihan selama ini.
"Bertapalah selama satu purnama, aku yakin satu purnama sudah lebih dari cukup untukmu membuka dantian ... "
Tidak terlalu banyak bertanya, Abinawa langsung melompat ke atas bagi yang berada di tengah-tengah air terjun tersebut. Dia langsung mengambil posisi duduk bersila.
"Aku akan menjemputmu satu purnama ke depan, aku harap kau berhasil membuka dantian di dalam tubuhmu." Girih Fatih menepuk pundak Abinawa dengan yakin jika Abinawa akan menyelesaikan semuanya.
"Guru tidak usah khawatir, aku akan melakukan yang terbaik dan tentunya tidak akan pernah mengecewakan guru." Kata Abinawa dengan penuh semangat.
Setelah Girih Fatih menghilang dari pandangan, Abinawa langsung menutup matanya memfokuskan dirinya untuk membuka dantian dan membuat tubuhnya dapat menyimpan tenaga dalam, agar membuat dia dapat menjadi pendekar pilih tanding ataupun bukan tidak mungkin tanpa tanding di seluruh daratan.
Abinawa benar-benar memfokuskan dirinya pada Tapa Bratanya dan melupakan sejenak mengenai kerasnya dunia dan kehidupan. Abinawa benar-benar bertekad untuk dapat membuka dantian dengan cepat, agar dapat memberikan kebanggaan pada sosok gurunya dan membuktikan jika Girih Fatih tidak salah mengangkat dirinya menjadi murid selama ini.
Dalam beberapa hari ke depan, tubuh Abinawa mulai di selimuti oleh sinar atau kilau cahaya berwarna merah dan biru yang menyelimuti tubuh Abinawa.
Satu purnama berlalu dengan cepat, dantian di dalam tubuh Abinawa sudah terbuka dengan sempurna. Bukan hanya dantian, tetapi beberapa Meridian kecil di dalam tubuhnya ikut terbuka. Satu hal yang paling mengejutkan, yaitu Abinawa langsung memiliki tenaga dalam berjumlah besar di dalam tubuhnya. Abinawa juga merasakan jika tubuhnya terasa begitu ringan dan bertenaga. Tidak lama setelah itu, sosok yang di tunggu Abinawa akhirnya tiba. Dia adalah Girih Fatih yang datang untuk menjemput dirinya. Namun sosok Girih Fatih langsung menghentikan langkah kakinya saat merasakan aura dan tenaga dalam milik Abinawa. "Mustahil, bagaimana mungkin kau sudah memiliki satu jule tenaga dalam." Girih Fatih langsung di buat terkejut dan berdecak kagum saat menyadari jika saat ini Abinawa sudah berada di tingkatan pendekar ahli dan tidak terlalu jauh dari pendekar raja. "Apakah ada yang salah denganku guru?" Tanya Abinawa saat melihat gurunya berdiri kaku. Girih Fatih segera menggelengkan kepalanya deng
Abinawa cukup terkejut saat menemukan beberapa arwah atau hantu berkeliaran di desa ini. Dia merasakan aura jahat yang kuat dari dalam tubuh para hantu itu."Jadi ini yang membuat banyak warga desa mengusir diriku." Abinawa saat ini berada di atas genteng dan di tengah gelapnya malam, sehingga kehadirannya tidak di ketahui oleh para hantu tersebut.Selain itu, Abinawa juga menekan hawa kehadirannya dengan tenaga dalam. Mata Lanting Damar terus berusaha mengamati dan mengukur batas kemampuan, serta kekuatan yang di miliki oleh para hantu itu. "Mereka bukan masalah, aku yakin mampu mengalahkan mereka semua, tapi aku tidak menemukan siapa pengendali dari para hantu ini." Kata Abinawa dengan pelan.Abinawa tentu tidak ingin gegabah, dia ingin mengamati situasi terlebih dahulu agar tidak masuk dalam permainan yang sedang di mainkan oleh musuh.Abinawa menemukan jika terdapat dua orang yang berada di atas pohon yang sedang mengendalikan para hantu yang berkeliaran di desa."Dua orang pende
Ketika pertama kali masuk ke dalam gua, Abinawa menemukan banyak tanaman merambat memenuhi dinding gua. Beberapa batu juga di sudah tertutup rapat dengan lumut.Kondisi gua sendiri sangat lembab, karena sinar matahari tidak masuk hingga ke dalam gua."Gua ini benar-benar tidak pernah di masuki dalam waktu yang sangat lama." Abinawa bergumam sambil terus melangkahkan kakinya memasuki gua semakin dalam.Tidak ada jebakan ataupun halangan yang menghambat langkah kakinya. Hal ini tentu membuat Abinawa merasa aneh, tidak mungkin rasanya tempat sebuah penyimpanan pusaka tidak ada jebakan ataupun pelindung tertentu yang menjadi rintangan untuk memiliki pusaka tersebut.Walaupun merasa aneh, akan tetapi Abinawa tidak menghentikan langkah kakinya. Dia tetap melanjutkan perjalannya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 30 menit, Abinawa menemukan sebuah sumur tua dan jalan yang buntu."Tidak ada jalan? Ini tidak mungkin, apa ini hanya pengecoh agar semua pendekar menganggap senjata pusaka itu s
Abinawa dengan cepat kembali melanjutkan perjalanan menyusuri jalan itu. Tidak ada halangan yang terlalu berat yang temukan oleh Abinawa, hanya beberapa jebakan kecil saja.Setelah menempuh perjalanan jauh di bawah tanah, Abinawa baru berhenti saat berada di dalam sebuah ruangan persegi empat. Tidak sama seperti sebelumnya, di dalam ruangan itu tidak ada patung batu, hanya sebuah ruangan persegi empat yang bersih dan di terangi oleh sebuah cahaya yang di hasilkan dari batu berlian."Ruangan ini sangat berbeda sekali dengan ruangan sebelumnya." Abinawa bergumam dengan pelan.Abinawa menemukan sebuah batu berbentuk pedang yang tertancap di batu besar yang berada di tengah ruangan persegi empat tersebut.Cukup lama Abinawa berpikir, sebelum menyentuh batu berbentuk pedang itu. Seketika saja tanah bergetar beberapa saat dan terjadi gempa bumi.Namun, hal itu tidak membuat Abinawa melepaskan genggamannya pada batu berbentuk pedang itu. Dia berusaha menarik paksa batu itu, karena hatinya y
Abinawa bergerak dengan cepat, melompat dari satu pohon ke pohon lainnya. Dia melesat menuju markas sementara bagi kelompok Elang Hitam yang sedang melaksanakan misi.Jarak antara desa dan markas tidak cukup jauh untuk ukuran seorang pendekar. Keadaan markas masih sama seperti pertama kali Abinawa pantau, sepertinya kematian dari dua orang anggota mereka tidak mereka ketahui, artinya tidak ada ilmu yang mengikat mereka sehingga kematian mereka akan segera di ketahui oleh komandan.Ilmu pengikat sukma sudah cukup terkenal di dunia persilatan, namun ilmu ini di katakan sudah punah ratusan tahun silam. Keistimewaan dari ilmu ini sendiri yaitu dapat mengikat sukma seseorang untuk setia kepada pemilik ilmu tersebut, selain itu ilmu ini juga dapat mengetahui seseorang sudah mati atau masih hidup."Aku akan memulai dari yang lemah, hingga komandan pasukan ini." Abinawa kembali menarik pedang di punggungnya, dia melesat dengan cepat ke arah dua orang yang sedang berjaga. Hanya dalam beberapa
Markas sementara Elang Hitam benar-benar di buat porak-poranda oleh Abinawa. Beberapa anggota Elang Hitam sudah berjatuhan dan bersimbah darah.Ankara yang menjadi komandan pasukan ini hanya bisa tersenyum getir. Dia memutar otaknya berusaha mencari celah Abinawa untuk menyelamatkan diri."Ingin melarikan diri, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi." Tidak ada jawaban dari Ankara, dia mulai menyadari jika sosok Abinawa tidak sederhana, sosok yang haus darah. "Kita tidak pernah bertemu sebelumnya saudaraku, aku rasa kita juga tidak pernah terlibat masalah."Ankara berusaha mencari celah untuk berdamai dengan sosok Abinawa, karena dia menyadari jika dia tidak akan mungkin mampu menang jika pertarungan kembali di mulai."Haha, ingin berdamai setelah kau mengetahui batas kemampuan yang kau miliki? Apakah seperti ini mental anggota Elang Hitam, sungguh memalukan sekali."Ankara akhirnya memilih menggenggam erat pedangnya, dia sadar tidak ada tawar-menawar dari Lanting Damar. Oleh seba
Gerbang Kota Bandar Agung terlihat begitu ramai hari ini, antrian di depan gerbang terlihat sangat panjang. Terlihat berbagai kalangan berada di dalam antrian tersebut."Antrian yang sangat panjang." "Sebaiknya kita mencari tempat istirahat terlebih dahulu Lanting." Ajak Tuk Hawi.Abinawa memang memilih untuk terus bersama dengan Tuk Hawi, paling menimal sampai mereka berada di dalam Kota Bandar Agung. Hal itu tentu karena Lanting Damar sudah tidak memiliki identitas diri dan akan membuat dirinya sulit untuk masuk ke dalam kota."Terimakasih atas kebaikan Tuk Hawi, jika tidak bersama dengan Tuk Hawi mungkin saya akan kebingungan mencari jalan untuk masuk ke dalam Kota Bandar Agung ini." Sekali lagi Abinawa mengucapkan rasa terima kasihnya kepada Tuk Hawi atas kebaikannya."Haha, tidak usah terlalu kau pikirkan, kau juga sudah menjaga keselamatan diriku dengan baik selama perjalanan tadi, sudah sepantasnya bukan aku juga membantumu sekali lagi." Balas Tuk Hawi.Abinawa yang mendengar
Sayembara Pendekar Muda benar-benar menjadi ajang yang di minati oleh banyak pendekar muda, bahkan hampir semua pendekar muda berhasrat untuk dapat ambil bagian dalam Sayembara.Beruntung bagi mereka yang berasal dari sekte besar dan ternama, karena tidak harus melalui babak uji kelayakan. Bagi mereka yang berasal dari sekte kecil ataupun pendekar tanpa sekte, harus melalui babak uji kelayakan jika ingin ambil bagian dalam Sayembara."Kau pendekar tanpa sekte? Apa kau yakin akan tetap ikut andil setelah melihat sekte besar ikut ambil bagian?" Tanya petugas itu dengan pelan."Tentu, aku semakin bersemangat. Sangat jarang berkesempatan beruji tanding dengan mereka yang berasal dari sekte besar. Aku tentu tidak akan melewatkan momen seperti ini." Abinawa menjawab dengan semangat.Petugas yang mendengar jawaban dari Abinawa hanya menganggukkan kepalanya. Dia merasa kagum dengan kepercayaan diri yang di miliki oleh Abinawa, tidak banyak pendekar yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi s