Waktu, material hampa yang melekat pada setiap sisi kehidupan, tidak tersentuh tapi terasa, seperti keinginan akan sesuatu.
Tumbuh, salah bagian dari masa yang tidak akan bisa dihindari setiap anak manusia.
Saat pertengahan tahun ajaran pertama, suara Bayu mulai berubah, terdengar lebih kasar dan sedikit berat.
Beberapa hari sebelumnya, ia juga mengalami mimpi yang aneh, mimpi mutlak bagi anak lelaki sebagai gerbang menuju kedewasaan.
Sebuah mimpi yang begitu dalam, hingga terasa oleh tubuhnya yang nyata.
Selama enam bulan lebih, Bayu telah belajar dalam ruangan yang sama dengan orang-orang yang sama setiap enam hari dalam seminggu. Namun, hanya setengah dari mereka yang cukup akrab dengan Bayu.
Bayu menjadi murid di kelasnya yang terlihat cemerlang oleh guru.
Guru kesenian bahkan pernah tak percaya jika gambar Bayu adalah hasil karyanya sendiri, itu sebelum guru tersebut melihat secara langsung proses Bayu membangun lukisan pada selembar kertas.
Teori evolusi yang menyatakan bahwa manusia berasal dari kera ditolak mentah-mentah oleh Bayu.
"Apakah Bapak percaya dengan teori itu? pelajaran ini secara tidak langsung menyatakan bahwa Nabi Adam adalah kera, dan saya tidak bisa terima itu." ungkap Bayu ketika mendapat giliran bertanya saat sesi tanya jawab.
"Bukan karena saya percaya, saya mengajarkan hanya karena materi ini ada dalam buku pelajaran dan pasti akan muncul dalam pertanyaan ujian sekolah. Saya tidak meminta kalian untuk percaya, kalian cukup mengetahui teori ini saja." Sebuah jawaban yang memuaskan bagi Bayu.
Langkah awal Bayu menuju kedewasaan di tandai dengan munculnya seorang murid pindahan di kelasnya.
"Nama saya Reski Amalia, dipanggil Kiki." Sebuah kalimat perkenalan di depan kelas.
Bayu hanya mendengar namanya, ia tak menatap wajah gadis yang berdiri penuh percaya diri di depan sana.
Bayu sibuk memeriksa ulang jawaban untuk PR-nya yang sebentar lagi akan dikumpulkan untuk diperiksa oleh guru bahasa asing yang mengajar hari itu. Ibu To Be, itu merupakan julukan yang diberikan oleh para murid untuk guru tersebut.
Hampir setiap guru di sekolah mereka diberikan sebuah julukan oleh para murid, julukan yang terus melekat dan hanya diketahui oleh para murid secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya.
Saat waktu istirahat tiba, para siswa sekelas Bayu heboh dengan murid pindahan tadi. Mengajaknya berkenalan dan beberapa mencoba menarik perhatiannya.
Bayu keluar dari kelasnya, berjalan menuju kantin dengan sebuah buku di tangannya. Bayu tak pernah telat makan siang saat istirahat sebab ia tak pernah sarapan sebelum ke sekolah.
Yuri, Iis dan Leila telang tiba lebih dulu. Hampir setiap hari mereka makan bersama saat istirahat selama enam bulan terakhir.
Bayu yang awalnya hanya junior polos mereka kini menjadi bagian dari mereka, bahkan terlihat bagai sosok pemimpin bagi ketiganya.
"Vina, itu siapa?" tegur Iis yang cerewet saat gadis sekelasnya melintas di samping meja mereka bersama siswa yang belum pernah dilihatnya.
"Oh, ini Kiki, ponakannya Pak Kahar. Dia baru masuk hari ini." Vina memperkenalkan Kiki pada mereka.
"Duduk di sini saja, masih ada kursi kosong, tuh." Iis menunjuk kursi kosong di sampingnya saat menawarkan Vina untuk bergabung.
Vina duduk di samping Iis dan Kiki di duduk di seberang meja tepat di samping Bayu.
"Kita sekelas, kan?" Kiki menatap Bayu di sampingnya.
"Oh, Kiki. Kamu murid pindahan di 1C?" Bayu teringat nama yang ia dengar pagi itu sebab ia belum pernah menatap wajah baru itu di kelasnya.
"Kalian satu kelas?" Vina menunjuk Bayu dan Kiki bergantian.
"Coba aku bisa pindah kelas juga, enggak apa kalau harus turun kelas asal bisa satu kelas dengan Bayu." Bola mata Yuri melirik ke atas.
"Ih, mulutmu!" potong Leila.
"Kamu enggak apa-apa, kan?" Yuri menempelkan punggung telapak tangannya pada kening Bayu.
"Aku sehat, Yu...." Bayu mencoba menarik kepalanya.
"Nah, tuh kan. Suaranya beda." Yuri menunjuk Bayu Bayu dengan wajah heran.
"Iya, betul Yu. Aku juga baru sadar." Leila menambahkan.
"Wah..., Bayu udah balig, udah ada rasa ama cewek, bisa pacaran." Iis melirik Yuri.
Sementara Bayu tetap sibuk dengan makanannya.
"Bayu. Udah mimpi 'itu' dong?" Yuri bertanya penasaran dengan wajah penuh semangat.
"Hmmm," jawab Bayu tanpa kata.
"Rasanya gimana, cerita dong!" pinta Yuri.
"Hush!" Leila menegur dengan memberi isyarat dengan satu jari menempel pada bibirnya.
"Yu, cerita!" Yuri merengek dengan menggoyangkan tubuh Bayu.
Bayu meraih gelas air dengan hati-hati, menelan makanan yang ada dalam mulutnya lalu meneguk air putih sebagai pendorong.
Yuri dan yang lainnya terdiam menantikan cerita dari Bayu yang tidak akan pernah mereka alami.
Bayu menarik nafas kemudian berkata.
"Privasi."
"Ahhh." Yuri dengan mimik kecewanya.
Vina dan Kiki hanya tersenyum kecil melihat kekonyolan tingkah mereka.
"Aku marah!" Yuri melipat kedua tangannya.
"Berapa lama?" tanya Bayu dengan mata terpejam sambil menggaruk sedikit kepalanya.
"Hmmm, 24 jam," jawab Yuri sambil berpaling.
"Marahnya semangat, ya." Sebuah ucapan penyemangat dari Bayu.
Bayu telah terbiasa dengan kemarahan berjangka Yuri, Meskipun saat pertama mengalaminya ia sempat khawatir.
"Eh_, Bayu. Kamu mau Pramuka enggak? besok ada perekrutan untuk anak kelas satu," tanya Iis.
"Kalian bertiga anak Pramuka, kan?" Bayu menatap Yuri, Leila dan Iis bergantian.
"Kalau aku, boleh daftar enggak?" Kiki menunjuk dirinya.
"Boleh banget," jawab Iis.
"Vina anak Pramuka juga?" Kiki menatap Vina.
"Aku PMR." Vina menunjukkan lambang PMI yang menempel pada lengan seragamnya.
"Kalau masuk Pramuka, boleh masuk PMR juga enggak?" Kiki tertarik bergabung pada kedua organisasi sekolah itu.
"Kayaknya bisa, tuh." Bayu menunjuk lambang PMI yang juga melekat pada lengan kemeja Yuri.
"Aku sama Iis juga anak PMR. Ini seragam kedua kami, jadi enggak ada lambang PMR-nya," jelas Leila.
"Hampir semua anak Pramuka adalah anak PMR, sebab anak PMR sekolah kita itu dikit, jadi pembina narik dari anak Pramuka." Yuri yang tidak bisa menahan diamnya mulai berciut.
"Eh_ Yuri kan lagi marah?" ledek Bayu sambil menarik tubuhnya sedikit menjauh dari Yuri.
"Marahnya aku undur jadi 5 menit." Yuri menunjukkan lima jarinya di depan wajah Bayu.
"Jadi, besok jam berapa?" tanya Bayu yang melai tertarik.
"Pulang sekolah. Bayu mau ikut?" Yuri kembali bersemangat.
"Lihat besok saja." Bayu berdiri, ia hendak kembali ke kelasnya.
"Bayu_, tunggu! Kak Vina, aku duluan, yah." Kiki berlari kecil menyusul Bayu setelah pamit pada Vina.
"Waah, sepertinya Yuri akan ada saingan nih," sindir Iis yang juga bersiap untuk pergi.
Yuri menatap Bayu dan Kiki yang berjalan menjauh.
"Mungkin saja mereka akan cocok," ucap Yuri dengan suara pelan.
Bagi Yuri, dapat melihat senyuman Bayu setiap saat sudah cukup baginya. Yuri tak pernah ingin memaksakan kehendaknya untuk memiliki Bayu.
Namun, bagaimana dengan Kiki?
Takdir apa yang menantikan mereka di hari esok.
***
2A, kelas yang menjadi target Bayu berhasil ia raih setelah setahun perjuangan.Bayu dan Kiki, hanya kedua murid kelas 1C itu yang berhasil menembus kelas yang diisi oleh murid-murid cerdas, kebanyakan berasal dari kelas 1A, termasuk Ima, rival Bayu di SD dulu.Dari 150 lebih siswa seangkatan Bayu, hanya 26 siswa yang berhasil masuk kelas 2A dengan 10 murid lelaki termasuk Bayu.Untuk pertama kalinya, Bayu masuk ke dalam kelas barunya, mencari bangku kosong yang belum terisi.Susunan bangku dalam kelas itu berbeda dari sebelumnya. Disisi kiri kelas ditempatkan 24 bangku yang di atur menjadi 3 tiga kelompok, masing-masing terdiri dari 4 bangku.Begitu pun dengan sisi kanan kelas tersebut, 24 bangku tersebut saling berhadapan, menyisakan ruang kosong di antaranya tepat di depan papan tulis.2 bangku sisanya di tempatkan pada dinding belakang, hanya dua bangku itu yang menghadap ke depan dan hanya keduanya yang masih kosong, Bayu
Pagi itu, awan mendung menghalau sinar hangat mentari pagi, daun yang masih basah memantul naik saat titik air menetes pada ujungnya yang runcing.Hari itu Senin, tepat tanggal 2, tahun 2006 bulan paling awal, Januari.Dalam kelasnya, Bayu melepaskan jaket tebal berwarna coklat yang ia kenakan untuk menghangatkan tubuhnya, melipat jaket itu dan menaruh ke dalam laci mejanya kemudian bergegas menuju lapangan sekolah.Hari itu adalah giliran kelas Bayu yang bertugas sebagai anggota pelaksana upacara. Bayu sendiri di tunjuk untuk bertindak sebagai pemimpin upacara, tak ada rasa gugup atau malu di dadanya, Bayu terbiasa akan hal itu. Sejak kelas satu Bayu selalu mengambil posisi sebagai pemimpin upacara apabila tiba giliran kelasnya.Wajahnya yang manis akan berubah tegas, suaranya yang pelan seketika lantang, seakan Bayu menjadi orang lain saat mengembang tugasnya.Dia atas rumput basah tanah lapang, upacara pagi itu berlangsung singkat. Tak ada pidat
Saat kembali dari kantin, Bayu diseret enam orang gadis, semuanya adalah teman-temannya di pramuka, beberapa adalah teman sekelasnya. Bayu dituntun ke belakang kelasnya.Di sana Eka yang ditemani Kiki telah menunggu. Eka terlihat gugup dengan kedua tangan saling bertautan.Wajah Eka merah pucat saat Bayu berdiri tepat di hadapannya, kemudian Kiki bergeser dari samping Eka.Pandangan Bayu mengikuti langkah Kiki yang berjalan menuju enam orang gadis yang berdiri di belakan Bayu, Bayu berbalik sekilas lalu kembali memusatkan pandangannya pada Eka.Bayu tahu apa yang Eka lakukan, Bayu tahu apa yang akan Eka katakan, tapi Bayu tidak tahu apa yang akan ia katakan.Bayu menyadari tekad Eka saat itu lebih kuat dari biasanya, rasa gugup yang terpancar dari matanya menunjukkan keseriusan yang bulat. Baru pertama kali Bayu melihat Eka segugup itu.Semakin kuat rasa sebuah keinginan maka semakin kuat pula rasa keraguan yang muncul, lalu ra
"Rin, besok udah tanggal 14, ih ...." Eka memeluk bantal gulingnya, memejamkan erat matanya. Kata itu telah berulang kali ia ucapkan."Tidurlah, udah larut." Suara Rina terdengar lirih, ia tak lagi sanggup menahan rada mengantuknya, ia tak mampu lagi mendengarkan ocehan dari keponakannya itu, Rina terlelap.Eka, ia belum juga bisa tertidur, tubuhnya terus mencari posisi yang pas agar matanya bisa tertutup.Kisah khayalan tentang hari esok terus muncul dalam bayangan imajinasi nakalnya, tentang hari paling yang ia nantikan.Beberapa adegan tercipta dalam angannya, menyalin peristiwa romantis dari film percintaan yang pernah ia tonton.Semakin dekat, semakin melambat pula putaran waktunya. Rasa tak sabarnya seakan ingin melompati waktu seketika itu juga.Namun, akhirnya Eka tetap tertidur saat tubuhnya tak lagi mampu mengimbangi semangat jiwanya.***Eka berulang kali menguap saat kegiatan belajar sedang berlangsung.
Suara percikan air yang membentur batu sungai menjadi irama yang menemani mereka. Genangan air yang tenang memantulkan cahaya bulan yang menari menjadi penerang mereka.Eka masih terdiam kaku, ia tak berani mengambil satu pun gerakan yang akan berakhir dengan sebuah kesalahan."Satai aja." Bayu mencolek lengan Eka, jelas Bayu menyadari tingkah Eka yang berubah drastis."Iya," kata Eka."Kamu gak pernah segugup itu," terang Bayu."Tapi ini berbeda, Yu." Eka masih tertunduk.Bayu pun merasakan apa yang Eka rasakan, tapi ia berusaha sekuat tenaga menahan getaran tubuhnya, mengatur nafasnya agar ia tetap santai.Suhu dingin mereka rasakan semakin meningkat, itu akibat kepekaan indra mereka yang semakin meningkat.Bahkan suara Eka terdengar sedikit bergetar saat ia berbicara."Kamu dingin?" tanya Bayu."Iya, gak tau kenapa suhunya makin terasa dingin." Eka menggosokkan kedua telapak tangannya lalu menempe
Sebuah kenangan telah terlukis malam itu, sebongkah kejadian yang akan selalu mengisi ingatan mereka. Sesuatu yang hanya dapat di akses oleh memori dan tak bisa mengulangi hal yang sama. seperti sebuah jejak yang tak bisa dibentuk ulang. Bahkan bagi Idul yang tak dapat menggapai sesuatu yang ia inginkan malam itu, tetap akan tetap menjadi salah satu kenangan yang manis dalam ingatannya. Walaupun malam itu ia menelan kekecewaan. Mereka meninggalkan rumah Yuri sebelum pukul sepuluh malam. Mereka adalah anak sekolah yang memiliki jam tidur. Bayu dan teman-temannya menemani Eka dan Sri sampai ke depan tangga rumah Sri, lalu berjalan menuju ke rumah Idul. Saat sampai di rumahnya, Idul mulai bercerita tentang apa yang ia rasakan, tentang kecantikan Leila yang tak mampu ia dapatkan. Idul bercerita sambil meminum air satu demi satu gelas hingga tak tahu lagi berapa gelas air yang telah ia teguk, ia minum air terlalu banyak. Idul mengang
"Pasti Bayu mau putusin aku, trus pacaran ama Leni," ringis Eka sembari mencubit lengan Bayu. "Aduh ... Sakit." Bayu berusaha menjauhkan tangan Eka. "Beneran?" Eka menunjuk wajah Bayu. "Iya ... Beneran, baru juga beberapa hari masa langsung bubaran," jelas Bayu. "Tapi kalo kita udah putus, ya mungkin aja aku bakalan pacaran ama Leni," canda Bayu yang sengaja memancing kemarahan Eka. "Tuh, kan ...," pekik Eka. "hahahaha." Bayu tertawa. "Pacaran aja terus, anggap aja aku haya batu di sini," protes Idul yang diabaikan. "Maaf, Kak. Makanya jangan kelamaan jomblo," ledek Eka sambil menutup mulutnya yang tersenyum kecil. Idul hanya sanggup membalas ucapan Eka dengan wajah kesal. Lalu, mereka kembali melanjutkan latihan sore itu. Bayu tidak begitu memikirkan perihal pernyataan Leni, Eka pun perlahan melupakannya. Idul juga terpaksa mengubur harapannya yang ingin memiliki Leni sebab akan sanga
Kedekatan Bayu dan Eka terlihat mulai merenggang, sebab Bayu tak lagi berkeliaran bersama Eka yang biasanya selalu bersamanya. Sebuah perubahan besar terjadi pada diri Bayu tanpa ia sadari. Meski Bayu merasa perlakuannya terhadap Eka sama seperti biasanya. Namun, sikapnya yang seakaan menjauhkan diri dari Eka sangat jelas dirasakan oleh Eka. Bahkan dalam sehari Bayu tak pernah berbicara sekalipun pada Eka. Rasa sayang yang memudar adalah penyebab perubahan sikapnya. Sadar arau tidak, rasa bosan akan sesuatu akan mendorong manusia untuk bertindak sebaliknya. Perasaan yang sangat kuat bahkan bisa luntur bila tak dijaga, begitulah yang Bayu alami pada pengalaman perasaan pertamanya yang mungkin kelak akan memberinya sebuah pejajaran. Eka tak pernah meminta penjelasan pada Bayu, ia tak berani melakukan itu, meskipun teman-temannya menyarankan untuk malukan hal tersebut. Eka hanya diam, ocehan cerewetnya menghilan