Share

5. Tugas Berpasangan

Dua orang siswa mengangkat tangannya secara bersamaan setelah seorang guru menyebutkan sebuah nomor. Keduanya lantas saling memandang satu sama lain, kaget dengan kebetulan yang cukup mengerikan bagi mereka. Mereka sudah cukup memanas hanya dengan saling berpapasan saja, apa kabar jika harus mengerjakan tugas bersama-sama?

"Pak, saya boleh ganti pasangan gak?" protes Arumi langsung.

Yejun yang mendengar itu lantas menyeringai dan menatap Arumi sinis.

"Tidak bisa Arumi. Salah satu poin penilaian tugas ini adalah kalian harus bisa bekerja sama dengan siapa saja, makanya bapak meminta kalian memilih nomor acak," jelas Pak Irfan.

Arumi hanya bisa mengangguk lemas. Mungkin mata pelajaran inilah yang akan menjadi mata pelajaran pertama dalam hidupnya yang akan tidak lulus. Sungguh, Arumi berharap hal itu tidak akan terjadi karena akan mengancam beasiswanya sebagai siswa berprestasi.

Bisa-bisa, ia akan berhenti sekolah karena tak mampu membayar biaya sekolah. Apalagi sekolahnya ini masuk dalam deretan sekolah dengan biaya termahal.

Arumi beruntung bisa bersekolah di tempat ini karena bantuan pamannya yang merupakan pemilik sekaligus kepala sekolah di sini, sehingga ia dengan mudah mendapatkan beasiswa dengan prestasinya.

Meski begitu, Arumi juga tidak ingin tetap mendapat beasiswa hanya karena hubungan kekerabatan untuk menghindari gosip miring orang-orang, makanya Arumi sudah belajar keras sejauh ini.

***

"Duh Citra, gimana nih?! Masa gue harus kerja tugas sama dia?!" gerutu Arumi, akhirnya selesai mengeluarkan keluh kesahnya.

Teman sebangku sekaligus sahabat Arumi yang bernama Citra itu sama sekali tidak menoleh ke arahnya, ia sibuk memilih-milih buku novel yang cocok untuk ia pinjam. Citra tampak tidak terusik sama sekali dengan kelakuan Arumi yang sedari tadi mengikuti langkahnya ke rak manapun ia pergi dan berhenti.

"Huss... volume lo kecilin dikit, Rum! Ini perpustakaan, entar lo kena tegur Bu Wana mau?"

"Alhamdulillah! Akhirnya lo buka suara juga setelah 2 dekade gue ngomong!" ucap Arumi dramatis.

Arumi sejak tadi sudah seperti orang gila berbicara sendiri. Ia memang selalu seperti itu hanya kepada Citra sahabat terdekatnya, ketika berada dalam kesulitan. Tentu saja, Citra selalu memilih membiarkan Arumi mengeluarkan semua uneg-unegnya sebelum akhirnya ia angkat bicara. Itu karena Arumi terus berbicara tanpa jeda, sehingga Citra tidak punya celah untuk sekedar memberi respon.

"Mau gimana? Lo nyerocos terus!" sungut Citra.

Arumi hanya bisa cengengesan seperti biasa. Ia juga sudah tau, kalau Citra lebih suka mendengarkannya saja ketika sedang curhat.

"Jadi gue mesti gimana?!" keluh Arumi.

"Yaudah!"

"Yaudah apa?"

"Kalian kerja tugasnya sampai selesai. Bereskan?" saran Citra enteng.

Arumi menghembuskan napas kasar.

"Nggak bisa!" gerutunya.

Citra kini menoleh ke arah Arumi.

"Kenapa nggak bisa? Lo tinggal berusaha sabar aja selama ngerjain tugasnya. Lo kan orangnya super sabar, Rum."

"Bukannya gue yang nggak bisa, tapi orang itu yang nggak bakalan mau. Gue bisa bersabar, tapi lo liat sendiri kan tadi, dia sinis banget ke gue pas di kantin."

Arumi memasang wajah cemberutnya. Masalah ini benar-benar lebih sulit baginya dari sekedar mengerjakan tugas fisika penuh rumus saat ia SMP dulu.

Citra lantas memegang bahu Arumi, menyalurkan beberapa semangat yang mungkin hampir tak tersisa pada gadis itu.

"Arumi Razita Yusuf. Dengerin gue, gue tau lo pasti bisa ngerjain tugas ini sama dia. Dia nggak mungkin nolak lah, kan dia juga butuh buat lulus mapel itu. Jangan langsung neting gitu, lo coba aja dulu!"

Arumi terlihat berpikir sejenak.

"Lo yakin?"

"Yakin 1000 persen. Lo pasti bisa lulus mapel itu!"

Arumi lantas mengangguk setuju, ia tampak sedikit ceria dari sebelumnya. Sesuai dugaan, Citra selalu memberikan saran dan semangat yang tepat untuknya.

"Tenang aja gue juga bakal bantuin lo," tambah Citra.

"Hah, beneran?" balas Arumi senang.

"Iya."

"Gimana caranya?"

"Nanti lo tau." Citra tersenyum penuh arti.

***

Triing....

My Honey

Sayang....√√

"Heh, Lo kenapa, Bas? Ada penyakit asma?" tanya Yejun agak khawatir melihat Bastian yang terlihat sesak napas tiba-tiba.

Lebih tepatnya sesak napas yang dibuat-buat oleh Bastian.

"T-tolong Jun, gue kekurangan oksigen!" balas Bastian sok dramatis sembari mengarahkan ponselnya kepada Yejun.

Yejun lantas melihat ponsel itu sekilas, lalu mendengus jengah.

"Dasar alay lo!" cibir Yejun.

"Biarin!" cicit Bastian, masih senyam-senyum sendiri sembari mulai memainkan jarinya mengetikkan chat balasan.

My Honey

Sayang....√√

Iya sayangkuh....

Ada apa, hmm?

Citra mau minta tolong bisa? √√

Oh tentu bisa...

Apapun buat my honey :)

Bastian kan deket sama Yejun,

bisa tolong tanyain dia gak,

dia jadi tetep mau kerja tugas

bareng Arumi atau nggak? √√

Tapi Bastian jangan bilang

Citra yang nanya ya! √√

Ahsiyaap my honey :)

Tunggu bentar ya sayangkuh

Iya :) √√

"Jun, btw tugas yang dikasih Pak Irfan tadi, lo jadinya bakal tetep kerjain sama Si Arumi?" tanya Bastian sembari memasukkan ponselnya ke saku celana.

Yejun yang sedang asyik memainkan gitar di tangannya, lantas berhenti dan menatap Bastian bingung.

"Kenapa tiba-tiba?" balas Yejun.

"Tiba-tiba apaan?"

"Tiba-tiba nanyain itu?"

"Ya enggak, gue cuman keinget kemarin lo sempat war sama dia, kan? Ya gue kepo aja gitu!" kelit Bastian.

Yejun sama sekali tak merasa curiga dengan pertanyaan Bastian yang tiba-tiba menanyakan itu, sebab ia tidak tau bahwa pacar Bastian adalah Citra. Yejun bahkan baru tau kalau Bastian punya pacar, setelah melihat isi chat Bastian tadi.

"Dah lah gue juga pusing!" keluh Yejun.

"Kenapa?" tanya Bastian.

"Gue bingung mau kerja tugas sama dia gimana caranya? Dia sinis gitu sama gue!" imbuh Yejun, kembali memainkan gitar di tangannya asal-asalan.

"Kalo lo sendiri, mau gitu kerja tugas bareng dia?" pancing Bastian.

"Ya kali gue nolak! Bisa nggak lulus nilai gue!"

"Bisa-bisa gue kena mental lagi sama si kakek tua!" gerutu Yejun dalam hati.

Bastian lantas mengangguk-angguk.

"Semangat lo!" ucap Bastian menepuk bahu Yejun, lalu kembali mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.

My Honey

Bastian kan deket sama Yejun,

bisa tolong tanyain dia gak,

dia jadi tetep mau kerja tugas

bareng Arumi atau nggak? √√

Tapi Bastian jangan bilang

Citra yang nanya ya! √√

Ahsiyaap my honey :)

Tunggu bentar ya sayangkuh

Iya :) √√

My honey, si Yejun katanya tetep

mau kerja tugas bareng Arumi

Cuman, dia keknya gengsi

mau ngajak

Oke bagus...

Kalo gitu, Citra mau minta tolong

Bastian lagi boleh? √√

Mengetik...

***

Pintu dibuka dan menampakkan 2 orang siswa melewati pintu itu. Keduanya tak lain Bastian yang diikuti Yejun di belakangnya. Mereka sekarang berada di tempat paling atas dari gedung jurusan atau yang biasa mereka sebut rooftop.

"Welcome in my markas tersembunyi!" seru Bastian sembari merentangkan tangannya dengan nada percaya dirinya.

"Gue kira lo bohong!" dengus Yejun sedikit terperangah.

Hal yang harus diingat betul oleh setiap siswa-siswi di sekolah ini adalah peraturan dan tata tertib sekolah yang harus ditaati oleh mereka. Ya, dan salah satu aturannya melarang siswa berada di rooftop sekolah tanpa izin dari guru.

Bastian hanya tersenyum merekah sembari melihat-lihat pemandangan yang bisa ditangkap netranya dari ketinggian itu.

"Lo dapat kunci rooftop darimana, Bas?" selidik Yejun.

"Gue nggak sengaja nemu di jalan dekat pos satpam. Eh, pas Pak Tono muncul dia lagi nyari trus malah nanya ke gue. Gue bilang aja kagak liat, trus gue reparasi dulu. Besoknya baru gue sok nemu di parkiran, wakakakk..." terang Bastian tertawa mengingat keusilannya kepada Pak Tono satpam sekolahnya.

"Dasar gila lo!" Yejun menampol lengan Bastian pelan.

"Wadduh..." ringis Bastian.

"Eh, sorry! Perasaan gue nepuknya pelan."

"Gue kebelet! Gue ke toilet bentar, yak?" pamit Bastian dan langsung mengacir meninggalkan Yejun sendirian di rooftop itu.

"Kirain...." Gumam Yejun sembari geleng-geleng kepala.

Yejun menatap ke segala arah. Apa-apa saja yang bisa ditangkapnya dari atas gedung itu membuatnya melamun mengingat dirinya yang juga sering berkumpul di rooftop gedung agensi, dengan teman-teman se-trainee-nya di Korea dulu.

Lima menit berlalu, suara pintu dibuka dari arah belakang Yejun. Namun pria itu sama sekali tak menyadarinya karena masih tenggelam dalam lamunannya.

"Ekheem...."

Suara dehaman seseorang di belakangnya membuyarkan lamunan Yejun. Suara itu jelas bukan suara Bastian, karena suaranya jelas suara seorang perempuan.

Yejun tersentak sejenak sebelum akhirnya memutar tubuhnya menghadap orang itu.

Wajah Yejun lantas sangat kaget dengan kehadiran seseorang yang sekarang berdiri di hadapannya.

"LO?!"

"KENAPA LO BISA DI SINI?!" decak Yejun.

Itu Arumi. Perempuan yang belakangan ini terkadang memasuki pikiran Yejun, entah sekedar mengingat pertengkaran kecil mereka dan ucapan sarkas gadis itu padanya.

Arumi mendengus sebal dengan respon pria di hadapannya. Lagi-lagi, tatapan itu. Tatapan sinis yang selalu mereka tunjukkan satu sama lain ketika berpapasan atau tak sengaja bertemu pandang.

"Kenapa emang? Ini juga sekolah gue!" desis Arumi.

Yejun membeo merasa kesal dengan jawaban gadis itu.

"Siswa dilarang ke rooftop, lo nggak tau?!" sarkas Yejun.

"Tau!" jawab Arumi cepat.

"Lah, trus ngapain lo di sini?!" desak Yejun tajam.

"Lo juga ngapain di sini? Lo juga siswa, kan? Atau lo teroris?" tantang Arumi tak kalah tajam.

Yejun mengerjap. Baru kali ini ada perempuan yang berani menjawab ucapannya sampai ia tak berkutik.

Selama ini gadis-gadis yang pernah di temuinya tidak ada yang berani menjawabnya sekali pun ia berbicara sembarangan dan sarkas. Mungkin karena mereka terlanjur dimabuk cinta oleh ketampanan seorang Yejun.

Yejun mendengus kesal. Ia bergegas ingin meninggalkan tempat itu. Tadinya tempat itu cukup sejuk untuknya, tapi sekarang tiba-tiba menjadi panas.

"Gue mau bicara!" ucap Arumi tiba-tiba.

Membuat Yejun yang baru beberapa langkah melewatinya lantas menghentikan kakinya.

Arumi membalik badannya menghadap pria itu.

"Gue mau bicara sama lo," ulang Arumi lirih.

Yejun menghela berat, mau tak mau ia memutar tubuhnya juga menghadap gadis itu.

"Apa?" tanya Yejun datar.

Arumi menelan liurnya kasar, sebelum akhirnya memberanikan diri mengutarakan maksud dan tujuannya.

"Meskipun gue nggak suka dipasangkan sama lo dalam tugas Pak Irfan, tapi gue lebih nggak sudi kalau nilai gue jadi taruhannya. Jadi, lo mau nggak mau juga harus kerja tugas itu sama gue," terang Arumi.

Yejun hanya diam menatap Arumi datar dalam beberapa saat, membuat tatapan mereka kembali beradu secara intens. Namun kali ini bukan tatapan penuh emosi rasa kesal yang mereka lemparkan satu sama lain seperti biasanya, melainkan tatapan datar yang entah apa yang mereka pikirkan di kepala mereka masing-masing. Keduanya menciptakan keheningan sesaat.

"Besok..." ucap Arumi, mengusir keheningan itu.

"Besok?" tanya Yejun bingung, menaikkan sebelah alisnya.

"Besok, setidaknya kita harus diskusi-in jenis bisnis apa yang akan kita angkat menjadi tema. Jadi lo coba pikirin beberapa ide untuk diskusi kita besok. Gue juga bakal gitu," jelas Arumi.

"Hmm...."

Yejun hanya berdeham sembari menganggukkan kepalanya pelan tanda setuju dengan ucapan gadis di hadapannya.

"Udah, itu aja?" tanya Yejun datar.

Arumi terlihat berpikir sebentar.

"Oh iya, besok diskusinya di perpus aja pas selesai makan siang, gimana?" balas Arumi meminta pendapat.

"Nggak! Gue risih di perpus lama-lama," jawab Yejun langsung.

Yejun sudah sering datang ke perpustakaan untuk sekedar mencari materi tugas atau membaca komik di sana, dan ia sudah hatam dengan tatapan siswi-siswi dan bisikan mereka tentang dirinya yang masih bisa ia dengar.

Sebenarnya itu bukan masalah yang besar bagi Yejun, karena mereka juga menatap dan berbisik dengan rasa kagum dan suka kepadanya. Hanya saja, Yejun dibuat risih karena hal itu dan kali ini entah tatapan dan gosip apa yang akan keluar dari mulut mereka jika melihat dirinya dengan seorang siswi.

Yejun terkenal dengan image yang dingin dan cuek kepada perempuan, sejak kedatangannya ke sekolah ini. Yejun sama sekali belum pernah terlihat berinteraksi dengan ramah atau santai dengan siswi manapun, karena ia selalu menatap sinis pada siswi manapun yang mendekatinya. Meski begitu, tidak satu pun dari siswi itu merasa sakit hati dan lantas membencinya, karena bagi mereka itulah daya tarik seorang Yejun Adley Maheswara.

"Trus di mana?" bingung Arumi.

Gadis itu sedikit menunduk dan berpikir, lalu membuat lengkungan kecil di bibirnya. Yejun bisa melihat tingkah Arumi dengan jelas, membuat pria itu menciptakan senyum tipis di bibirnya. Bagi Yejun, gadis itu terlihat lucu dan menggemaskan dengan ekspresi itu.

"Di rumah lo aja, bisa?" tanya Yejun.

Arumi lantas mengangkat kepalanya menatap pria di hadapannya itu, sedikit tercengang dengan pertanyaan Yejun. Kenapa juga pria ini memberi saran mengerjakan tugas mereka di rumahnya? Kenapa juga pria ini harus merasa risih jika di perpus? Dan jika risih di perpus, kenapa tidak memberi saran di kafe atau tempat lain selain rumahnya?

Arumi kembali terlihat berpikir sejenak, lantas akhirnya mengiyakan saja saran itu. Toh, dengan begitu ia tidak harus keluar rumah dan uang jajannya menjadi aman karena ia tidak harus membeli minuman jika mengerjakannya di kafe. Apalagi di rumah juga ada kakaknya yang kuliah jurusan bisnis, ia juga bisa sekalian bertanya-tanya jika menemui kesulitan.

"Udah, kan?"

Yejun kembali bertanya , dan langsung diangguki lagi oleh Arumi. Pria itu lantas memutar tubuhnya dan meninggalkan Arumi sendirian di sana.

"Serius, barusan auranya dingin banget! Sekarang baru berasa hangat. Dasar 'Makhluk Antartika'! Dia dapet kunci rooftop darimana?" gumam Arumi, mengelus kedua bahunya sok dingin.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status