Share

Bab 7

Perilaku sombong Richard mulai membuat Maman merasa tidak nyaman.

"Richard, seperti kataku tadi kalau kau merasa tidak sudi jika saya yang menjadi koordinatormu, kamu boleh mengajukan permohonan pindah bagian."

Richard tersenyum sinis lalu maju beberapa langkah ke arah Maman, namun sebelum semakin mendekat Simon langsung berdiri dihadapan Richard untuk menghalangi jalannya.

"Kenapa kamu begitu berani?, Apakah kau merasa punya kedudukan lebih tinggi dari Maman?." 

Setelah berkata Simon lalu berbalik ke arah Maman. "Apa sebaiknya tuan Richard ini kita skorsing? Jadi dia tidak perlu masuk kerja lagi setelah jam istirahat."

Maman hanya menggeleng, sambil menghela nafas ia mengambil air minum di meja lalu mereguknya.

"Kali ini aku ingin melihat apa benar-benar dia tidak mau jika aku yang jadi koordinatornya!?, Kalau itu benar berarti seharusnya dia malu untuk masuk lagi ke tim data control setelah jam istirahat."

Maman lalu melangkah melewati Richard, Simon menyusul di belakang Maman sambil memandang tajam ke arah Richard dan komplotannya. Sebelum keluar dari kantin, Maman berkata ke para karyawan yang tadi memprovokasinya.

"Jika kalian juga merasa tidak mau ada di tim data control jika saya jadi koordinator, semoga kalian juga masih punya malu untuk masuk kerja setelah jam istirahat."

Maman bersama Simon meninggalkan kantin, sementara Richard berdiri mematung dengan wajah berkerut, ia marah dan kecewa karena seharusnya Maman merasa terintimidasi dengan tindakannya tadi, namun ternyata malah Maman menggunakan kata-katanya untuk membunuhnya. Richard tidak tahu bahwa Maman tidak ingin menunjukkan emosi secara berlebihan karena akan membuat keributan yang tidak penting.

"Richard...apa kamu tidak akan masuk kerja?." Tanya salah satu karyawan komplotannya.

"Cih!...dia itu siapa?, Bahkan seharusnya dia yang keluar dari tim data control."

"Lalu apa rencanamu?." Tanya karyawan yang lain.

"Kali ini aku akan langsung bertemu pak Sumardi, aku akan buat manajer kita itu menendang Maman keluar dari tim data control."

"Jangan lupa ikutkan Simon untuk ditendang keluar."

"Hahahaha....tentu saja, kedua kutu busuk itu harus dibuang."

Jam istirahat telah selesai, para karyawan kembali ke tempat kerja masing-masing. Richard punya rencana sendiri, ia tidak masuk ke tempat kerjanya, namun langsung berbelok mengarah ke ruangan manajer. Sejak pak Burhan dipindah tugaskan jabatan kepala produksi masih dijabat pak Sumardi, ia belum menunjuk pengganti pak Burhan. 

Begitu sampai di depan pintu ruang manajer, saat Richard hendak mengetuk pintu, tiba-tiba dari arah belakang terdengar suara.

"Maaf...mau mencari pak Sumardi ya?."

Richard berbalik dan melihat sesosok wanita berjilbab pink dengan kulit putih, meskipun tubuhnya dibalut pakaian seragam karyawan namun tak mampu menyembunyikan pesona yang mampu membuat para pria yang melihatnya jatuh hati.

"Mmmm...kamu siapa? Sepertinya saya belum pernah lihat?."

"Saya Winda sekertaris pak Sumardi, kalau anda mau bertemu pak Sumardi anda harus menunggu dulu karena beliau masih istirahat."

"Oh hai Winda, perkenalkan saya Richard." Ia kemudian mengulurkan tangan untuk perkenalan, namun disambut dengan senyuman dingin oleh sekertaris tersebut.

"Jangan sombong-sombong deh kalau jadi cewek, entar gak laku!." Cetus Richard jengkel.

"Maaf...silahkan tunggu kalau mau ketemu pak Sumardi, saya mau lanjut kerja."

Winda kemudian melewati Richard tanpa melirik sedikitpun, ia menuju ke sebuah meja besar berisi laptop dan beberapa dokumen, disitulah Winda menjalankan tugasnya sebagai sekertaris manajer yang dijabat pak Sumardi.

Richard mendengus kesal, namun ia tidak mau putus asa, ia kemudian menghampiri Winda lalu duduk didepannya. Sambil menyilangkan tangan di dada ia menatap sombong penuh nafsu ke arah Winda. Richard akan merasa rugi jika tidak bisa mendapatkan nomor cewek cantik yang ada didepannya sekarang.

"Winda...sembari menunggu pak Sumardi, bolehkah kita ngobrol-ngobrol?."

Winda masih fokus menatap layar laptop di depannya sambil sesekali membolak-balik beberapa halaman dokumen.

"Kamu tinggal dimana? Oh ya kamu dijemput siapa kalau pulang? Bagaimana kalau nanti kita pulang bareng?."

Winda menatap sekilas ke arah Richard dengan tatapan sinis dan dingin, lalu kembali ke aktifitas kerjanya.

"Atau kamu malu kalau kita ngobrol disini?, Baiklah bagaimana kalau kita tukeran nomor hp?." Rayu Richard penuh semangat tanpa peduli dengan isyarat penolakan dari Winda.

Belum sempat Richard berbicara lagi, pak Sumardi masuk menuju ke ruangannya.

"Winda...ada tamu untuk saya?".

"Ini pak yang didepan saya, katanya mau bertemu sama bapak."

Richard kemudian berdiri lalu menghampiri pak Sumardi dengan sedikit membungkukkan badannya.

"Pak Sumardi saya Richard dari tim data control mau bertemu bapak sebentar."

"Tim data control?."

"Iya pak..."

"Kamu tahu tentang struktur kepemimpinan gak?, Apa kamu sadar sudah melompat terlalu jauh?."

Richard bingung mau menjawab apa, dia hanya tersenyum salah tingkah sambil tetap setengah membungkukkan badannya.

"Baiklah kita tidak perlu masuk ruangan, itu ada sofa tamu, kita bisa berbicara disitu." Pak Sumardi lalu melangkah ke arah sofa tamu dan duduk di sofa yang tampak paling bagus, Richard mengikuti pak Sumardi dari belakang lalu memilih duduk di sebuah kursi sofa kecil di samping pak Sumardi.

"Baiklah...langsung saja, apa yang ingin kamu bicarakan?".

Richard kemudian mencoba mengatasi rasa paniknya, tadinya ia berharap akan diajak masuk ke ruang manajer namun ternyata pak Sumardi hanya mengajaknya berbicara di sofa tamu, itu menunjukkan pak Sumardi tidak memberikan respek terhadapnya.

"Mmmm...begini pak, saya merasa penunjukan Maman sebagai koordinator data control itu salah."

"Salah? Salahnya dimana?."

"Iya pak...salah karena dia itu tidak layak jadi koordinator."

"Salah dan tidak layak? Dari tadi kamu muter-muter, langsung saja kasih saya satu alasan kenapa Maman salah dan tidak layak?."

Richard berpikir keras untuk mencari alasan yang tepat, ia mencari tingkah laku Maman yang tidak sesuai dengan peraturan, namun semakin ia berpikir keras ia tak mampu menemukannya.

"Mana jawabanmu?." Tegas pak Sumardi.

"Karena...karena dia itu...mmmm..." Richard berusaha merangkai kalimat untuk menyalahkan Maman namun kehilangan pola kalimat yang bagus untuk menjelaskan maksudnya.

Melihat gelagat Richard yang tidak jelas, pak Sumardi lalu mengeluarkan handphonenya lalu memencet sejumlah nomor dan melakukan panggilan.

"Halo Maman?."

"Siap pak Sumardi, ada perintah untuk saya?." 

Ternyata yang dihubungi pak Sumardi adalah Maman, orang yang hendak dibicarakan Richard dengan pak Sumardi.

"Kamu ke ruanganku ya, sekarang!".

Pak Sumardi kemudian memutus panggilan teleponnya lalu menatap tajam ke arah Richard.

"Sebaiknya kita tunggu Maman, jangan biasakan mencari kesalahan seseorang tanpa ada data akurat, nanti kita bicarakan didepan Maman segala tuduhanmu supaya dia juga punya kesempatan untuk klarifikasi".

Ini lagi-lagi diluar ekspektasi Richard, dalam pikirannya tadi semua tampak mudah dan bagus, tapi kenapa sekarang malah terlihat berantakan begini, suasana hati Richard semakin tidak nyaman dengan keadaan yang mulai tampak buruk baginya.

Tak lama kemudian Maman datang, ia tampak terkejut melihat Richard ada di ruang tunggu tamu bersama pak Sumardi. Sekilas ia melihat wajah Richard terlihat muram dan kecewa, namun Richard masih memberikan tatapan sombong dan benci ke Maman.

"Ayo duduk Man."

Maman kemudian duduk di sebuah sofa kecil tepat berhadapan dengan posisi duduk pak Sumardi. 

"Ini ada anak buahmu yang datang melapor ke saya mengatakan kalau kamu itu salah dan tidak layak untuk jadi koordinator tim data control".

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status