Andi langsung berbalik dengan tatapan tidak suka melihat Devan yang masih setia di tempatnya. Andi berusaha mengontrol emosinya mengingat pria yang di hadapannya itu adalah orang baru saja menolong Maya.Jika tidak rasanya ia sudah ingin menghajarnya."Kenapa Dokter harus ikut campur dalam urusan rumah tangga saya, apa Dokter menyukai istriku?" tanya Andi dengan tatapan penuh selidik.Devan yang mendengar itu langsung menggedikkan bahunya."Bukan masalah suka nggak suka sih tapi menurut saya jika cara Pak Andi memperlakukan istri seperti ini.Saya khawatirnya Bapak akan kehilangan mereka selamanya karena setiap orang punya batas sabar." jawab Devan sambil matanya melihat orang-orang yang keluar masuk dari dalam rumah sakit."Terima kasih atas nasehatnya tapi lain kali sepertinya Dokter harus menasehati diri sendiri juga termasuk cara yang tepat untuk tidak ikut campur dalam urusan orang lain." ujar Andi sinis lalu pergi begitu saja.Devan yang melihat itu langsung gegeleng-geleng.'T
Hari demi hari Maya merasa tidak begitu memikirkan Andi semenjak adanya Hana.Sedangkan Andi, ia tidak bisa melupakan Nora walaupun ia tahu sekarang posisinya sudah menjadi seorang Ayah tapi tetap saja ia berhubungan dengan Nora.Malam itu, tidak sengaja Maya kembali mendengar gombalan romantis Andi untuk Nora.Tiba-tiba bibirnya tersenyum kecut mendengarnya.'Jika cinta mati banget kenapa nggak lepasin aku aja, sih? Baik Mas kita lihat sampe mana aku bertahan.Satu kesalahan lagi yang membuatku sakit hati selamat tinggal semua ini." ucapnya dalam hati dengan mata yang mulai berembun.Lalu kembali menutup tirai kamar ternyata Andi menelpon tepat di balkon dekat jendela kamar mereka.Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, akhirnya momen yang ditunggu-tunggu Maya terkabul. Dimana ia melihat dari kejauhan mobil Nora mulai terparkir di halaman depan untuk pertama kalinya."May ... May," panggil Andi buru-buru ke dapur menemui Maya seperti di kejar-kejar setan."Kenapa?" tanya Maya
Deg!Tidak ingin membuang waktu Andi langsung pamit setelah mendapatkan alamat Dokter Devan. Dengan kecepatan tinggi ia melajukan mobil menuju alamat rumah Devan.Hampir satu jam perjalanan akhirnya ia sampai di depan rumah Devan.Tanpa membuang waktu ia langsung mengetuk pintu rumah yang terlihat begitu sepi."Iya Den nyari siapa?" tanya seorang ibu paruh baya yang baru saja keluar dari dalam."Devannya ada nggak, Bi?" tanya Andi tanpa basa-basi.Terlihat Ibu tersebut melihat ke arah dalam sekilas."Ada Pak, tapi Den Devan lagi nemenin temennya di kama.," jawab Ibu tersebut membuat rahang Andi langsung mengeras.'Pasti itu Maya,' ucapnya dalam hati."Perempuan atau laki-laki Bu?" lanjut Andi semakin memperjelas."Perempuan." lanjutnya tanpa membuang waktu Andi langsung memaksa masuk dan membuka pintu secar kasar.Brak!Devan langsung menoleh ke pintu mendengar suara dobrakan tersebut.Matanya langsung membola melihat Andi yang datang."Andi," ucap Devan tidak percaya.Sedangkan Andi
"Ceraikan Maya atau Ayah yang akan mengurus surat perceraian kalian!"Deg!Tiba-tiba Andi menjatuhkan tubuhnya bersimpuh di lantai membuat Ayah dan Ibunya kaget.Andi menunduk bahunya terlihat lemas. Ibunya langsung menutup mulutnya melihat Andi seperti ini."Apa yang kamu lakukan Andi?" tanya Ayah bingung."Andi belum bisa kehilangan mereka berdua Ayah.Untuk kali ini Andi mohon banget Ayah biarkan Andi menyelesaikan masalah ini jujur Andi nggak suka liat laki-laki lain dekat sama Maya. Andi nggak suka Ayah." terang Andi membuat kedua orang tuanya saling melempar pandangan lalu menghela nafas panjang."Kalo kamu tidak suka Maya dekat dengan laki-laki lain kenapa kamu malah dekat dengan perempuan lain? Kamu nggak menghargai Maya sedikitpun kenapa kamu nggak perjuangin Maya?" tambah Ibu.Andi sendiri bingung dengan dirinya benarkah ia cemburu? Benarkah ia mencintai Maya?"Baik, untuk kali ini Ayah kasih kamu kesempatan untuk menyelesaikan masalahmu dengan Maya.Tapi ingat Andi selagi
"Hah? Berarti-" belum sempat Andi menyelesaikan ucapannya Roni sudah mengangguk."Itulah kenapa berkasnya masih disini ya karena kemaren aku mencoba menghubunginya dan dia bilang dia benar-benar minta maaf karena ia tidak bisa meninggalkan putrinya yang masih berumur satu bulan lebih kalo nggak salah," terang Roni membuat Andi kembali lesu, harapannya untuk ketemu Maya kembali sirna.'Pasti Hana udah aktif banget,' ucapnya dalam hati."Ya sudah kalo gitu aku minta berkas ini ya," lanjut Andi yang dibalas anggukan oleh Roni."Bawa aja, udah nggak penting kok," jawab Roni sambil menyusun berkas-berkas di mejanya.***Disisi lain Nora sudah sampai di kantor Andi, namun ia tidak mendapati kekasihnya itu di dalam ruangannya."Mas Andi kemana sih? Ini udah jam 1 siang," gumamnya sambil mengutak-atik ponselnya.Beberapa menit kemudian terdengar suara pintu dibuka membuat Nora langsung senang."Mas … kamu dari mana aja sih? Aku udah lama nunggu," tanya Nora dengan muka cemberut yang dibalas s
"Aku mendapatkan karma sekarang, merasakan sakitnya berharap saat orang yang diharapkan ternyata tidak mengharapkanku," lirih Andi.Nora langsung berhambur ke pelukan Andi sambil menangis."Jangan ngomong gini Mas aku minta maaf. A--aku-"Andi langsung melepaskan pelukan Nora lalu berusaha tegar."Sudah ya Nora, aku harap kamu bahagia setelah ini," lanjut Andi lalu ia berbalik keluar dari kafe.Rasanya sekarang dadanya seperti dihimpit batu besar mengingat Mama dan Maya begitu juga putrinya."Mas Andi!" teriak Nora, namun tidak dihiraukan sana sekali oleh Andi, ia memilih pulang untuk menenangkan hatinya.Sampai di rumah, ia terduduk lesu dilantai, ia melihat ada bayang-bayang Maya dan putrinya.Andi kembali membuka berkas di tangannya lalu mengamati foto Maya lama hingga air matanya ikut menetes."Maya ... Mas kangen," lirihnya, detik kemudian ia membaca alamat rumah buru-buru Andi menghapus air matanya lalu memperjelas bacaannya benar saja ada alamat rumah Maya."Ya Allah ini benera
"Kamu kenapa May kok nangis?" tanya Devan bingung sedangkan Wini masih terus diam mematung tanpa berbalik.Maya tidak menghiraukan pertanyaan Devan ia langsung berdiri menghampiri Wini."Win ...," lirihnya sambil meraih tangan Wini membuat Wini benar-benar tidak tega walaupun hatinya masih kecewa dengan cara Maya."Kenapa? Aku beneran besok mau kerja, May," ucap Wini lembut berusaha meyakinkan Maya namun dengan cepat Maya menggeleng ia tahu Wini berbohong."Aku tahu kamu kecewa samaku karena nggak pernah ngasih tau alamatku maafin aku Win," lanjut Maya lalu ia memeluk Wini membuat Wini mau tidak mau membalas kembali pelukan sahabatnya itu."Sudahlah, itu tidak penting lagi," ujar Wini sambil mengusap pundak Maya Maya langsung melonggarkan pelukannya lalu menatap manik Wini."Kamu nggak boleh pulang, aku sama Hana kangen sama kamu," pinta Maya dengan wajah memelas membuat Wini langsung menghembuskan nafas kasar."Ya udah-" ucapan Wini terpotong."Makasih, ayok masuk," potong Maya lalu
Wajah Devan terpampang jelas sedang melihat ke arah Wini tanpa membuang waktu Wini langsung mengambil ponselnya lalu mengetikkan pesan untuk Devan.[Dokter Maaf, bukan bermaksud mendikte Dokter aku cuma membantu seorang Ayah yang ingin bertemu dengan anaknya dan seminggu ini ia rutin datang diam-diam cuma ingin melihat keduanya dari jauh apa yang kulakukan salah 'kah?]Wini mengirimkan pesan tersebut ke Devan lalu kembali melihat ke arah Andi yang masih setia menimang Hana.[Apa Maya tau?] [Nggak Dokter, Andi tidak ingin menyakiti Maya makanya ia tidak mau Maya melihatnya dulu ditambah lagi ada ancaman dari keluarganya] balas Wini dengan perasaan was-was.[Ya sudah, kalo begitu cepat bawa Hana pulang kalo sudah selesai] Wini tersenyum membaca pesan tersebut lalu mengirimkan stiker jempol. Wini melirik ke arah Devan ternyata sudah pergi."Win," panggil Andi membuat Wini langsung menoleh."Ini Hana udah tidur, kamu pulang lagi aja takut Maya kecarian O iya makasih banyak udah mempertem