Devan benar-benar putus asa setelah melihat pesawat yang di tumpangi Wini lepas landas.Hatinya terasa perih dan ngilu, andai ia bisa mengulang waktu ingin rasanya ia memahami perempuan itu terlebih dahulu.***Tiga hari kemudian, Andi sedang di rumah orang tuanya, di ruang tamu mereka ngobrol terkait Andi dan Maya. Andi hanya diam mendengarkan omongan kedua orangtuanya."Assalamualaikum." panggil seseorang dari pintu membuat semuanya langsung menoleh, jantung Andi terasa berdetak lebih kencang melihat wanita itu.'Apakah pagi ini bener-bener fix semuanya berakhir, intinya apapun itu aku harus terima dengan lapang dada.' ucap Andi dalam hati."Sini Nak, kita ngobrol secara kekeluargaan dulu." ucap Ayah yang dibalas anggukan oleh Maya."Gimana May, disini Ayah dan Mama hanya mengikuti kemauan kalian. Rencana ini sudah lama dan banyak sekali pertimbangan." ucap Ayah memulai percakapan, Andi langsung tercekat."Em ... Maaf Ayah, Mama untuk keputusan aku serahkan ke Maya sepenuhnya, jadi
"Bagaimana dengan Devan?"pertanyaan Andi sukses membuat Maya terdiam lalu kembali menunduk, air matanya kembali menggenang membuat Andi kaget."Hey ... kok malah nangis sayang, kenapa?" tanya Andi lagi sambil tangannya meraih wajah Maya.Maya menepis tangan Andi lalu berhambur kepelukan suaminya itu.Andi paham dengan posisi Maya, mungkin saja istrinya ini masih diambang kebimbangan dengan keputusannya.Andi mengusap punggung Maya lembut sambil menciumi puncak kepala wanita itu."Mas," lirih Maya."Iya sayang mau apa, hem?" "Bantu Kak Devan ketemu Wini please." pintanya membuat Andi diam sejenak."Kak Devan cinta banget sama Wini Mas, aku jahat.Aku udah buat Wini pergi, aku tuduh Wini yang bukan-bukan, hiks." Maya kembali terisak, Andi hanya tersenyum sambil tangannya mengusap air mata Maya."Ada syaratnya," tantang Andi."Apa itu?""Kamu nggak boleh nangis lagi, kalo kamu nangis-nangis terus kayak gini, aku nggak mau bantu." tegas Andi membuat Maya langsung mengangguk."Hu'um aku
Brug!Tiba-tiba saja paper bag di tangan Maya jatuh bersamaan dengan ia menutup mulutnya menahan tangis. Dua orang yang sedari tadi ia perhatikan kini menoleh menghadapnya setelah mendengar suara benda jatuh."Maya." ucap Andi kaget melihat wanita yang hampir satu tahun ini mengisi hidupnya.Walaupun Andi tidak menganggapnya ada tapi ia akui Maya selalu berusaha menjadi istri yang baik untuknya."Siapa dia Mas?" tanya wanita berambut panjang di sampingnya. Maya yang mendengar itu buru-buru mengambil paper bag lalu berjalan ke dekat mereka.Andi bak patung saat melihat mata Maya sudah merah.Seumur pernikahan mereka Andi memang tidak pernah peduli pada pada Maya.Tapi kenapa kali ini ia merasa aneh saat melihat wanita itu sedih."Ma--maaf Pak ini makanannya saya tidak sengaja menjatuhkannya."Maya berucap sedatar mungkin lalu menaruh paper bag di atas meja.Andi sama sekali tidak bisa berbicara ia hanya mampu melihat Maya."Kenalin Mbak saya Maya cateringannya Mas Andi." Maya mengul
Dengan sigap Andi menangkap Maya untuk pertama kalinya ia khawatir luar biasa pada wanita itu.Sedangkan Maya yang merasa tidak sakit langsung membuka matanya.Alhasil Maya hampir saja melompat melihat wajah Andi sangat dekat dengannya."Kamu bisa hati-hati nggak nanti kalo kamu jatuh gimana?" tanya Andi dengan tegas.Maya hanya menyunggingkan senyum lalu menatap mata elang suaminya itu."Kenapa gak di biarin jatuh aja sih Mas?" tanya Maya dengan santainya membuat rahang Andi mengeras."Kenapa? Mas takut aku dan bayi ini kenapa-kenapa atau kesakitan. Padahal tanpa Mas sadari rasa sakit yang sudah Mas berikan itu tidak akan ada apa-apanya dengan rasa sakit jika aku jatuh dari tangga.Mungkin aku akan pendarahan atau segala macam tapi itu cuma dalam beberapa waktu kemudian sembuh lagi.Sedangkan hatiku yang sudah terlanjur sakit ntah kapan akan bisa sembuh." terang Maya lalu membuang pandangannya. Lagi-lagi Andi hanya bisa mematung mendengar ucapan istrinya tersebut."Bisa gak pembaha
Andi langsung berdiri saat melihat Maya hampir terjatuh tapi seorang pria dengan sigap menahan kadua bahu Maya membuat Maya tidak jadi jatuh."Kamu tidak apa-apa?" tanya pria berpakaian Dokter itu Maya langsung menggeleng."Saya tidak apa-apa Mas makasih banyak sudah membatu saya." jawab Maya lalu sedikit menundukkan kepalanya.Dokter tersebut yang melihat Maya sangat sopan malah tersenyum."Gak usah formal gitu saya juga manusia biasa kok kalo lagi hamil gini jangan terlalu capek-capek ya." Saran Dokter tersebut yang di balas anggukan oleh Maya. Tidak jauh dari tempat mereka ada sepasang mata yang memperhatikan mereka dengan raut tidak suka.Apalagi melihat Dokter tersebut tersenyum ke arah Maya membuat Andi mengepalkan tangannya di bawah meja.Apa sekarang dia cemburu? Bagaimana dengan Nora cinta pertamanya di bangku SMA yang kini mulai mengisi hari-harinya.***Sampai di belakang Maya buru-buru mencari Wini."Win." panggil Maya membuat Wini yang sedang menyusun makanan langsung m
"Berhenti kerja!" tegas Andi membuat Maya langsung tersenyum kecut lalu menyandarkan punggungnya ke sisi sofa kenapa Andi selalu membuatnya kesal."Mau kamu apa sih Mas? Kalo kamu ingin aku pergi bilang aja gak perlu dengan cara seperti ini semuanya salah, apa-apa salah." terang Maya.Andi langsung memijit pelipisnya melihat Maya yang begitu keras kepala."Kamu kerja buat a-" belum sempat Andi menyelesaikan ucapannya Maya langsung memotongnya."Buat biaya persalinan anakku jangan kira karena aku sebatang kara.Aku selalu bergantung samamu Mas, tidak! Kamu salah kamu memberiku uang setiap bulannya itu aku gunain untuk keperluan rumah dan dapur selebihnya aku taro di laci kamu.Aku nggak pernah foya-foya uang kamu Mas walau gini-gini aku sadar aku miskin cukup kamu kasih makan aku udah bersyukur.Selebihnya aku gak minta apa-apa aku gak pernah gunain uang kamu buat beli baju gak pernah. Baju gamis ibu hamil ini di kasih Wini Mas bukan aku yang beli.Jadi tolonglah Mas jangan melarang-l
Deg!Jantungnya kembali berdebar saat merasakan pergerakan bayinya yang begitu aktif.Dari awal kehamilan Maya ini kali pertama Andi menyentuh perutnya. Perlahan Andi mendekatkan telinganya ke perut Maya.Disisi lain Maya malah merasa risih dengan perlakuan Andi yang menurutnya sok romantis.Tapi Maya akui kram di perutnya perlahan hilang setelah di usap-usap oleh Andi.Hingga akhirnya ia tidak tau berapa lama Andi disitu karena matanya sudah ngantuk berat.***Keesokan harinyaMaya sudah selesai mengerjakan semua pekerjaan rumah.Sekarang ia tinggal menunggu Andi keluar dari kamar."Udah siap?" tanya Andi yang baru saja keluar dari ambang pintu kamar Maya hanya membalas dengan deheman.Sebenarnya ia tidak yakin dengan kerjaannya kali ini tapi apa boleh buat Andi selalu memaksanya.Pukul 7.50Mereka berangkat ke kantor di tengah jalan Andi menghentikan mobil membuat Maya heran lalu menoleh ke samping."Ayo turun." ajak Andi, Maya langsung mengangkat alisnya sebelah bingung dengan sik
"Loh Mbak Maya yang cateringannya Mas Andi bukan? Mbak kok bisa disini?" tanya Nora saat ia masuk ke dalam ruangan Maya hanya tersenyum lalu mengangguk."Pak Andi sangat baik sehingga ia menawarkan saya bekerja disini." puji Maya membuat Nora langsung mengangguk.Sedangkan Andi hanya diam memperhatikan keduanya secara bergantian."Iya tahu Mbak, Mas Andi itu orangnya nggak tegaan dia juga baik dan mudah banget kasihan." lanjut Nora membuat Maya mangut-mangut."Ayo Mas kita keluar nanti jam istirahat habis gak jadi makan lagi aku harus kembali ke butik banyak barang baru yang harus di promosiin." ajak Nora sambil menarik tangan Andi.Disisi lain Andi merasa tidak enak dengan Maya ia dapat melihat kilat kesedihan dimata wanita itu.Setelah keduanya pergi Maya langsung meregangkan tubuhnya perlahan.Lalu ia mengusap-usap perutnya, anaknya yang begitu aktif di dalam membuat Maya sangat bahagia.Segala kesedihannya selalu sirna begitu saja saat ia berbicara dengan bayinya."Laper nggak say