Share

Siapa yang Benalu?

"Sudahlah, Shanum! Terima saja kalau suamimu ini punya istri baru. Sudah mandul, jadi benalu pula. Lagian, lelaki kan boleh beristri lebih dari satu," terang Bu Desi. Kata-kata itu sungguh menyakitkan bagi Shanum.

Sementara itu, Anara dan Lila hanya tersenyum mengejek ke arah Shanum yang terdiam atas celaan dari Bu Desi. Mereka berdua mengira kalau wanita itu akan menangisi nasibnya. Tapi, mereka salah! Shanum tak selemah itu.

"Bu, sudah dong." Arya lagi-lagi memberi sinyal agar sang ibu tak lagi melontarkan kata-kata yang akan membuat Shanum murka.

"Aku? Mandul? Benalu? Apa Ibu nggak salah bicara?" tantang Shanum dengan tatapan dinginnya.

"Ya iyalah! Lihat saja, tiga tahun lebih menikah kamu juga belum bisa hamil! Itu namanya, MANDUL!" Tekan Bu Desi saat menyebutkan kalimat terakhirnya. "Lalu rumah ini, kemewahan ini, seluruh perabotan yang ada di sini, bukankah semuanya adalah kerja keras anakku! Jadi, wajar kalau kamu disebut sebagai BENALU!" Bu Desi mendelik tajam ke arah Shanum. 

Sedangkan, raut wajah Arya justru berubah panik saat mendengar ucapan sang Ibu. Peluh sebesar biji jagung sudah bercucuran di keningnya. 

'Gawat!' Pria itu membatin cemas. 

Shanum kini mengerti setiap maksud dari perkataan dari ibu mertuanya. Dan, dengan perkataan itu membuat Shanum paham bagaimana Arya menceritakan tentang dirinya pada sang mertua.

"Shanum, tolong lupakan ucapan ibuku ya. Kami lelah, jadi tolong biarkan kami semua istirahat ya?" pinta Arya tak tahu malunya mengalihkan topik pembicaraan.

Kini giliran Shanum yang mendelikkan kedua matanya ke arah lelaki yang masih berstatus suaminya itu. 

'Jadi begitukah ibumu menganggap diriku selama ini?' Shanum membatin. 'Haha… tunggu! Mereka sungguh belum tahu siapa aku. Wah! Benalu katanya? Aku ingin sekali terbahak rasanya,' gerutunya dalam hati kecilnya. Dia tak boleh lemah, apalagi di hadapan mereka. 

 

"CUKUP!" sentak Shanum dengan suara meninggi. 

Ini sudah tak bisa ditolerir lagi. Ia harus menunjukkan siapa yang berkuasa dan berhak di rumah ini. Bukan Arya, apalagi sang ibu mertua. Rumah ini adalah rumah peninggalan orang tuanya, juga semua aset yang di dalamnya. Enak saja, Arya mengakui semuanya sebagai miliknya, pikir Shanum. 

Mereka berempat tampak begitu terkejut dengan bentakan Shanum yang tiba-tiba. Tampak, Bu Desi tengah memegangi dadanya demi menenangkan degup jantungnya yang  bertalu-talu cepat akibat sentakan Shanum yang cukup keras. 

"Sha–Shanum …," cicit Arya lirih. Sama sekali, dan mungkin tak menyangka jika istri yang selalu lemah lembut di hadapannya bisa membentak begitu keras seperti tadi.

'Salahmu yang membangunkan singa betina yang tengah tertidur, Mas.' Shanum mendesis dalam hatinya. 

"Tenanglah, Shanum. Aku hanya minta biarkan mereka—" Ucapan Arya terpotong oleh suara Shanum yang menggema.

"Pertama, kamu datang dengan membawa istri barumu, bagaikan sebuah kejutan yang tak terduga, Mas. Kedua, kamu tiba-tiba juga memintaku agar menerima kehadiran istri barumu di sini. Kamu hebat, Mas!" ucap Shanum penuh penekanan.

"Kamu keterlaluan! Kamu pikir aku akan menerima begitu saja diperlakukan seperti itu?" Shanum menatapnya dengan nyalang. Lelaki tampan itu terlihat gusar, jelas tampak dari gestur tubuhnya yang mulai tak nyaman. Shanum menyadari perubahan suaminya itu. 

"Nggak akan, Mas. Kalau hanya ibumu dan adikmu yang tinggal di sini, tentu saja aku tak keberatan. Tapi ini? Terlalu mudah bagimu mengkhianati ikatan suci pernikahan kita. Aku juga tak sudi jika dipoligami. Kalian menikah di belakangku saja, itu sudah sangat menyakitkan! Caramu salah, Mas! Sekarang pilihlah, aku atau istri barumu, Mas?" Shanum memberikan pilihan bagi Arya. Ia ingin melihat seberapa besar ketegasan Arya, meskipun harapannya setipis kulit ari karena saat ini wanita itu tengah mengandung buah hati Arya, dan Shanum? Dia belum mengandung, dan ada alasan di balik semua itu. 

Hening. Mendadak tak ada yang mengeluarkan suara lagi di ruangan itu. Hanya terdengar desah dan hela napas yang saling bersahutan. Anara memegang tangan Arya erat-erat seakan mengisyaratkan kalau dia ingin agar Arya memilihnya dan membuang istri tuanya. 

"Berani dan sombong sekali, kamu mengatakan itu, Shanum! Arya cepat ceraikan saja istri tak tahu dirimu itu. Kamu pikir bisa menikmati sendirian harta Arya, hah! Tidak akan kubiarkan selama aku masih hidup!" cetus ibu mertua Shanum secara tiba-tiba setelah keheningan yang membelenggu. Jari telunjuknya menunjuk tepat di wajah Shanum.

Shanum tak merasakan lagi sakit di hatinya. Seperti sudah mati rasa dengan kata-kata cacian itu. 

"Arya itu menikah denganmu semata karena kasihan, kamu tahu! Kamu itu cuma anak sebatang kara dan nggak punya siapa-siapa! Berterimakasihlah Arya tak menceraikanmu setelah punya istri baru. Dasar wanita benalu, mandul!" racau ibu mertua Shanum lagi. Semakin menambah serpihan luka di hatinya. 

Shanum diam, dan hanya menganggap suaranya bak radio butut yang sudah rusak.

"Stop, Bu! Hentikan!" hardik Arya yang sudah hilang kesabaran pada setiap kata-kata sang Ibu. Arya tampak menatap Shanum dengan tatapan yang entah.

"Sha, maafkan ibuku. Itu ... sungguh nggak seperti yang kamu pikirkan. Jangan terlalu dipikirkan ucapan ibuku. Kumohon, cukup terimalah Ibu, Lila, dan Anara di sini. Aku tak ingin berdebat dan membuat rumit permasalahan lagi." Arya tampak bangkit dari tempat duduknya, mendekati Shanum dan menggenggam tangannya erat-erat.

Namun, telinga Shanum sudah telanjur mendengar semua hal menyakitkan dari ibu mertuanya. Ia tak akan tinggal diam.

"Ibu," ucap Shanum begitu lirih. Yang dipanggil pun segera menatapku sang menantu masih dengan tatapan sinisnya.

"Ibu bilang kalau aku sebatang kara? Ibu bilang juga, kalau aku hanya benalu yang hanya ingin menguasai harta anakmu? Ibu bilang, aku ini mandul?" tanya Shanum mengulang setiap cercaan dan makian Bu Desi dengan jelas. Kedua matanya menatap lekat wanita bertubuh gempal dengan perhiasan emas yang menghiasi hampir seluruh tubuhnya. Persis toko Emas berjalan, dan beliau adalah ibu mertua yang selalu dihormatinya selama ini.

"Iya? Memang kenapa? Apakah perkataanku kurang jelas? Kamu tuli?" sahut Bu Desi balik menatap nyalang ke arah Shanum. 

Shanum memiringkan sudut bibirnya. "Aku nggak tahu, apa saja yang Mas Arya ceritakan tentangku pada Ibu. Yang jelas, tanyakan sendiri kebenarannya pada anakmu, Bu. Siapa yang sesungguhnya jadi benalu di sini? Aku atau anakmu?" ujar Shanum dengan nada mengintimidasi.

Seketika saja Arya terlihat gugup. Sementara,  Anara dan Lila yang usianya sebaya itu tampak penasaran dengan hal yang terjadi selanjutnya. Mereka hanya menyimak dan mendengarkan perdebatan tiga orang dewasa itu saja. 

Sedangkan ibu mertua Shanum justru terlihat memandang wajah tampan putranya, seakan-akan tengah menagih penjelasan dari Arya atas ucapan Shanum tadi.

Shanum menyeringai, 'Maukah kuceritakan cerita yang lucu pada kalian? Di mana sang benalu, menganggap pohon inangnya sebagai benalu,' desisnya dalam hati sembari menatap lawan bicaranya dengan tatapan yang sulit diartikan. 

***

Komen (2)
goodnovel comment avatar
jess
komen yg sama, terlalu banyak bacot dalam hati. Aneh juga menikah tapi tak kenal.
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
terlalu banyak bacot dlm hati kau num
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status