Hai guys, jangan lupa tinggalkan koment yaa. Biar author makin semangat nih upnyaa. Dan jangan lupa untuk follow sosmed Thorthor @Meilyyanam yahh
Di sebrang jalan sana, Aidan baru saja keluar dari florist, sebelah tangan pria itu membawa sebuket bunga mawar putih yang tampak begitu indah. Dari kejauhan Dayana melihat sosok yang duduk di samping kemudi. Beruntung kaca mobilnya terbuka, sehingga ia bisa leluasa mengambil gambar dan menyaksikannya secara langsung. Dari layar ponselnya, Dayana melihat Aidan menyerahkan bunga tersebut pada Shana. Wanita yang tengah memakai dress tanpa lengan dan kerah itu tampak tersenyum bahagia. Ia pun tak sungkan memberikan kecupan hangat yang dibalas dengan senang hati oleh Aidan. Saat Dayana sibuk merekamnya, tiba-tiba layar ponselnya menggelap. Dayana pun mendongak perlahan. Ia melihat tubuh tegap berdiri di depannya. “Sagara?” lirih Dayana saat bertukar pandang dengan Sagara. “Jangan menyakiti hatimu semakin dalam.” Dayana pun segera menyimpan ponselnya. “Apa semua pria sama saja?” tanya Dayana setelah menyimpan ponselnya. Ia bersandar pada kursi halte, bahunya tampak turun. Tanpa banyak
Keadaan Dayana semakin terhimpit, ia tak bisa mengelak lagi. Petugas keamanan menemukan dompet ibu-ibu itu. Dayana mendesah kasar, wajahnya dipenuhi kebingungan. Bisik-bisik pun mulai terdengar menghiasi sekeliling Dayana, ada yang menyerangnya ada pula yang merasa iba pada Dayana. “Cantik-cantik kok pencuri‼” “Justru karena cantik makanya jadi pencuri. Jangan-jangan dia juga pelakor ibu-ibu.” “Ih dipegangin bu suaminya nanti dicuri juga.” Dayana hanya diam mendengarkan bisik-bisik yang tertuju untuknya. “Pak sungguh saya tidak melakukan hal itu, saya juga tidak tahu kenapa –“ “Halah mana ada sih maling yang mau ngaku‼ Kalau maling ngaku semua penjara pasti penuh!” “Iya pak, tangkap saja Pak. Laporkan ke kantor polisi, ini bisa mencoreng nama baik mall ini loh Pak! Masak mall sebesar ini ada copetnya!” “Bu, ikut saya ke kantor. Daripada ibu kena amuk masa.” Dengan pasrah Dayana pun mengikuti langkah kaki petugas keamanan itu. Awalnya Dayana mengira jika dirinya akan dibawa ke
“Tidak ada,” sahut Dayana singkat. “Terima kasih sudah membantuku … lagi.” “Anytime, kapan pun kamu butuh bantuan sebisa mungkin aku akan bantu. Sebagai makhluk sosial kita harus saling tolong menolong, ‘kan?” balas Sagara dengan tenang. “Masuklah.” Pria itu membukakan pintu mobil untuk Dayana. Dayana menangguk, setelah Dayana duduk Sagara berjalan memutari mobil ia membuka pintu mobil dan duduk di bagian kursi kemudi. “Sekarang apa rencanamu? Jadi belanja?” “Sepertinya aku sudah tak berniat lagi.” Sagara pun mengangguk ia lantas menyalakan mesin mobil. Di tengah perjalanan, terbesit niat Dayana yang ingin meminta bantuan pada Sagara untuk mengurus perceraian juga tuntutannya. “Saga?” cicit Dayana tanpa melihat ke arah sang Pemilik nama. “Ya?” tanya pria itu melirik dari ekor matanya. Dayana tampak ragu menceritakan permasalahannya. Ia tak enak hati jika harus melibatkan pria itu dalam setiap masalah yang menimpa hidupnya. “Em … .” “Ada apa katakan saja.” “Apa kamu bisa memban
“Maaf pak, lebih baik saya kehilangan pekerjaan daripada kehilangan harga diri. Terima kasih, saya akan mengajukan surat resign. Secepatnya.” Dayana mengatakannya dengan tenang walau di dalam hatinya bergemuruh amarah yang membuncah.Setelah mengucapkannya Dayana pun berjalan menuju pintu utama. “Kalau kamu mengajukan resign, saya akan buat namamu buruk.”“Saya tidak peduli, Pak. Terima kasih,” balas Dayana dan berlalu meninggalkan ruangan pria tambun itu.“Na? Ada apa? Kudengar kamu dipanggil hrd?” tanya rekan kerjanya yang berdiri di ambang pintu ruang hrd.Dayana menghela napas berat. “Aku resign, La.”“Hah? Kenapa? Apa yang terjadi?” tanya rekan kerja sekaligus temannya dari kampung asal Dayana.“Ceritanya panjang. Nanti siang aku ceritakan. Kamu kembalilah bekerja, jangan karena aku kamu jadi kena masalah juga.”“Apa karena gosip itu?” tanya rekannya lagi.Dayan mengendikkan bahu. “Salah satunya, ya sudah aku keluar yah. Nanti siang kita bertemu di tempat biasa. Semangat bekerja
Setelah terdiam cukup lama, Dayana pun memutuskan untuk mengabaikan panggilan tersebut. Ia kembali memejamkan mata sejenak merasakan kepahitan di hidupnya. Hingga dering singkat di ponselnya kembali terdengar dengan setengah hati, Dayana membuka ponselnya.Ia menatap tak percaya isi pesan yang diterimanya, napas wanita itu memburu ia bahkan nyaris menjatuhkan ponselnya. Beruntung dirinya masih bisa menyelamatkan satu-satunya barang berharda yang ia punya.Di lain tempat, Aidan tengah menatap layar ponselnya dengan senyum lebar. Entah mengapa ada rasa senang di dalam dirinya ketika melihat Dayana tersiksa atau bersedih. Wanita yang dipilihkan ibunya itu sama sekali tak masuk kriteria Aidan, ia menikahi Dayana hanya demi wasiat sang Ibu dan permintaan terakhirnya. Aidan tak pernah sedikit pun menaruh hati pada Dayana, itu sebabnya ia selalu bertingkah kasar dan semaunya sendiri.“Mas? Lagi senang banget kayaknya?” sapa seorang wanita yang baru saja datang dari kamar mandi. Ia tampak leb
Salah seorang notaris mengeluarkan brangkas mini ia menekan angka di sana, setelah itu brangkas terbuka. Aidan menatap isi brangkas mini yang terbalut dengan warna metalic.“Sebenarnya ada satu wasiat lagi yang tertinggal, Pak. Dan berdasarkan perintah mendiang, mereka meminta kami untuk membukanya setelah tepat satu tahun kepergiannya.”“Mengapa begitu?” tanya Aidan merasa ada hal yang tidak beres akan terjadi.“Saya sendiri tidak tahu maksud mendiang ayah dan ibu, Bapak. Saya hanya menjalankan perintah dan permintaan client saja. “Apa bisa saya baca sekarang?” tanya pria itu, Aidan pun mengangguk mempersilakannya.“Bandung, tiga puluh oktober 2021. Teruntuk putraku satu-satunya aku tahu kamu bertanya-tanya mengapa aku membuat surat ini, ‘kan? Ibu tahu kalau pernikahanmu tak berjalan mulus bukan? Anakku, terimalah ia seperti ayahmu menerima ibu dulu. Sayangi dia seperti ia menyanyangi ibu. Jangan kamu menyakitinya karena dia perempuan yang terbaik untukmu. Bersama surat ini ibu ingin
“Pak Aidan?” tanya wanita itu dengan mata menyipit.Aidan terkejut kala wanita di sampingnya menyebutkan namanya, ia pun menatap wajah wanita itu lekat-lekat. Mencoba menggali ingatannya akan wanita di sampingnya.“Bapak tidak akan ingat saya siapa, tapi saya ingat siapa bapak.” Lagi-lagi Aidan terkejut mendengar penuturan wanita di sampingnya. “Saya Bella, sekretaris perusahaan Adiguna.”Kening pria itu berkerut, ia seperti familiar dengan nama wanita itu. “Ck, tidak perlu diingat lebih lanjut. Akan memalukan.”Interaksi keduanya tak luput dari penglihatan bartender yang bekerja di balik meja bar, ia mengamati keduanya yang tampak akrab berbicara. Keduanya pun larut dalam pikirannya hingga ia mengangkat gelasnya berbarengan.“Ini tuan dan nyonya,” ujar bartender itu seraya menyerahkan dua gelas dengan aroma yang sama me
“Enggaklah, Bel. Aku hanya ingin tahu bukan berarti aku ingin kembali.”Bella menganggukkan kepalanya. “Siapa tahu kamu kasihan melihat kehidupannya sekarang.”“Memangnya kenapa?”“Tadi aku bertemu Pak Aidan di club gitu, penampilannya kusust banget wajahnya terlihat penuh beban. Yang aku tahu, sore ini seharusnya ia menghadiri meeting tender dengan perusahaan Angkasa ternyata ia membatalkannya dengan alasan yang gak jelas. Terus tadi aku bertemu dengannya di club, sepertinya ia sedang galau.”Dayana hanya mengangguk pikirannya melayang mengingat seberapa Aidan tak menginginkan kehadirannya. ‘Apa mungkin Mas Aidan mabuk karena kepergianku?’“Aku rasa ia mabuk karena hal lain, karena seingatku bartender di sana mengatakan harta dan cinta harus sejalan? Tetapi aku tak tahu apa yang sebelumnya mereka