Share

Bab 2

Pakaian yang disiapkan istrinya, tidak dipakainya. Pria itu hanya diam dan termenung. Saat ini yang ada di dalam pikirannya hanyalah Karin.

"Bagaimana kabar Karin saat ini?" Pernikahan yang dilakukannya sudah pasti melukai hati wanita yang masih menjadi kekasihnya. Berada dalam kondisi seperti ini, membuatnya frustasi .

sedangkan Cinta yang berada di dalam kamar mandi, berusaha untuk menenangkan dirinya.

Tidak diduganya jika Rafasya akan keluar dengan tampilan polos seperti itu. "Apa dia ingin membunuh ku." Wajahnya masih pucat karena melihat ulah suaminya. Diusapnya kening yang memerah dan sedikit bengkak.

Tiba-tiba saja Cinta merasa panik yang luar biasa. Saat ini dia sudah membayangkan seperti apa nanti malam pertamanya dengan Rafasya. "Siap nggak siap harus siap." Cinta mengingatkan dirinya sendiri karena sekarang ia seorang istri yang memang sudah memiliki kewajiban untuk melayani suaminya.

Setelah cukup lama menenangkan diri wanita itu akhirnya memandi dan membersihkan tubuhnya. Apa saja yang diperintahkan oleh sang Mama mertua diikutinya. Cinta memakai pakaian yang diberikan oleh sang mertua. Kemudian ia sedikit merias wajahnya dan memakai parfum. Sedangkan rambut, dibiarkan tergerai dan basah.

Cinta berdiri di depan cermin besar dan memandang pantulan dirinya. Ia sudah terlihat sangat cantik dengan memakai mini dress berwarna putih transparan, dengan tali spaghetti. Betapa malunya, ketika menyadari seperti apa tampilannya.

Jila suaminya melihat tampilannya, entah apa penilaian pria dingin tersebut. Ada rasa ragu ketika akan keluar dari kamar mandi. "Apa aku harus mengganti pakaian saja," kata Cinta dengan penuh keraguan.

Wajahnya sudah terlihat sangat cantik. Penampilannya juga seksi dan menggoda. Cinta menggigit bibir bawahnya, dengan terus berpikir. "Dia sudah menjadi suamiku, jadi berpenampilan seperti ini tidak apa-apa dan bahkan pahala." Cinta meyakinkan dirinya dan menguatkan tekadnya. Setelah yakin, Cinta keluar dari dalam kamar mandi dan menuju ke kamarnya.

Betapa terkejutnya, ketika melihat suaminya. Cinta hanya diam dan berdiri mematung, memandang Rafasya yang sudah berpakaian rapi seperti ini. Baju kemeja pendek tangan, berwarna abu-abu pekat dan celana jeans berwarna hitam.

"Aku Akan keluar, untuk makan malam. Untuk makan malam kamu, sudah ada di atas meja." Rafasya berbicara dengan sorot mata yang tajam. Seakan pria itu ingin menguliti istrinya hidup-hidup.

Cinta diam saat mendengar ucapan suaminya. Dadanya terasa sangat sakit dan juga sesak. Air matanya seakan ingin menetes keluar, namun sekuat tenaga ditahannya agar cairan bening itu tidak membasahi pipinya.

"Abang mau ke mana?" tanya Cinta terpatah-patah. Kalimat itu begitu sangat menyakitkan ketika keluar dari bibirnya."

"Kau tuli, bukankah aku sudah mengatakan kalau aku akan makan malam bersama dengan Karin." Rafasya mengeraskan suaranya hingga Cinta terkejut.

"Kau pikir, aku tertarik melihat kau berpakaian seperti ini? Bahkan jika kau telanjang bugil di depan ku, aku tidak akan terlihat untuk menyentuh mu. Kau terlihat menjijikkan dan persis seperti jalang." Setelah mengatakan itu, ia pergi meninggalkan istrinya yang masih berdiri dan mematung.

Cinta diam tanpa berkata apa-apa.

Tatapan matanya tidak berkedip sedikitpun ketika melihat punggung lebar milik suaminya, dengan mata yang berkaca-kaca. Ditatapnya pintu yang saat ini tertutup rapat, ketika Rafasa keluar dari pintu.

"Ini benar-benar sangat menyakitkan." Cinta menekan dadanya yang terasa amat sakit dan sesak. Kalimat yang keluar dari mulut suaminya, bagaikan belati yang menghujam jantungnya.

*

Rafasa berjalan dengan tergesa-gesa keluar dari hotel. Tidak butuh waktu lama, ia sudah berada di parkiran dan langsung masuk ke dalam mobil. Dikeluarkannya ponsel dari dalam saku celananya. Dihubungi nomor ponsel milik kekasihnya berulang-ulang kali, Namun tidak ada jawaban sama sekali.

"Mengapa Karin tidak mengangkatnya." Rafasya Begitu sangat mencemaskan kondisi Karin saat ini.

Ia mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Dinyalakannya mesin mobil dan pergi meninggalkan parkiran hotel. Setelah membaca pesan yang dikirimkan Karin, pria itu semakin mencemaskan kondisi kekasihnya.

"Aku tidak akan pernah bisa memanfaatkan diriku sendiri, bila terjadi sesuatu yang buruk terhadap kamu Karin. Aku akan memberikan pelajaran untuk wanita itu." Digenggamnya stir mobil dengan keras hingga urat tangganya keluar.

Dikemudikannya mobil dengan kecepatan tinggi. Suara klakson mobil tidak ada henti-hentinya dibunyikan, setiap kali ada kendaraan di depan yang menghalangi laju mobilnya. Saat ini, hanya Karin yang ada dibenak pikirannya. Ia sudah tidak sabar ingin secepatnya sampai di apartemen milik Karin.

Mobil milik Rafasya berhenti di parkiran apartemen. Dengan sangat cepat, ia turun dari dalam mobil dan berlari masuk kedalam gedung apartemen. Rafasya naik lift dan langsung ke kamar apartemen milik Karin.

Pria itu tidak menekan tombol bel namun langsung menekan pin pintu dan masuk ke dalam apartemen saat pintu terbuka. Apartemen ini dibelikannya untuk Karin, ia juga yang sudah membuat kode pin pintup sehingga sangat mudah untuk dirinya masuk ke dalam.

Saat ini kondisi didalam apartemen sangat gelap tanpa ada cahaya penerangan sama sekali. Ia berjalan dengan meraba dinding dan mencari sekring lamu.

"Bodoh, hal seperti ini saja aku bisa lupa." Rafasa memaki dirinya sendiri. Ia baru teringat memakai senter di ponselnya. Dikeluarkannya ponsel dari dalam saku celananya dan menyalakan senter. Ditekannya sekring lampu yang berada di dekatnya berdiri saat ini.

"Karin... Karin... Karin..." Rafasya memanggil nama kekasihnya dan sedikit berlari menuju kamar milik Karin. Dibukanya pintu kamar dan melihat keadaan gelap didalam. Dari ambang pintu tempat berdiri, ia sudah mencium aroma alkohol yang menyengat. Dinyalakan lampu kamar dan melihat botol minuman yang berserak di lantai dan juga pecahan kaca dari botol minuman yang sengaja dipecahkan.

Melihat kondisi kamar yang seperti ini, sudah bisa diketahui apa yang sedang terjadi. Karin mengamuk dan menghancurkan semua barang yang ada di dalam kamarnya. Bahkan botol minuman dan serpihan kaca berserakan di lantai. Dadanya terasa sakit dan sesak, ketika melihat wanita yang dicintainya menderita seperti ini. Rafasa Melangkahkan kakinya menuju ke tempat tidur . Matanya terbuka lebar saat melihat Karin yang tidak memakai sehelai benangpun.

"Karin, jangan seperti ini." Dengan cepat ditutupinya tubuh wanita itu dengan selimut.

"Ini mimpi." Karin berbicara dengan nada orang yang sedang ngelantur.

Rafasya menggelengkan kepalanya. "Ini tidak mimpi, ini Abang, Karin,"

Karin tertawa lepas ketika mendengar apa yang dikatakan Rafasya. Dengan sengaja di buangnya selimut yang menutupi tubuhnya. Diletakkannya tangan Rafasya di atas dadanya yang berisi dan padat. "Abang sudah datang ke sini, aku akan menggantikan tugas dia bang. Aku tidak akan mengecewakan Abang. Aku tidak ingin Abang menyentuh dia. Aku tidak ingin."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status