Share

Meet 4

Angin sore di iringi ramainya suara transportasi menyatakan kesan bahwa ini jam pulang kerja. Tapi tidak halnya dengan Nadhirah, Ia berjalan jalan menikmati suasa sore kota Bandung bukan karena telah selesai dengan pekerjaannya dan akan pulang menuju rumahnya, melainkan untuk menenangkan diri atau sekedar menghirup udara sore yang belakangan ini tidak ia nikmati.

Nadhirah orang yang pekerja keras sehingga jarang sekali untuk menikmati suasana sore seperti saat ini. Setiap harinya ia bagaikan robot yang telah di setel otomatis dengan jadwal yang telah ditentukan. Bangun pagi berangkat kerja, melakukan pekerjaan kemudian pulang kembali ke rumah untuk istirahat atau jika ia punya waktu luang akan kembali menuliskan ceritanya atau berjalan di taman baik itu pagi, siang, sore, malam, hanya sekedar untuk menyegarkan pikirannya.

Dan hari ini di waktu menjelang sore menjadi pilihannya untuk menyembuhkan pikiran. Apakah alasan itu masuk akal? atau mungkin karena ada seseorang yang mengganggu pikirannya. Mungkin alasan kedua lebih masuk akal karena Nadhirah bukan tipe orang yang sering membuang waktu hanya untuk hal tidak berguna. Oh ayolah apakah karena ada seseorang yang mengganggu pikirannya sekarang ia akan mencari orang tersebut karena rasa penasarannya. Jadi apakah ini hal yang berguna? sungguh munafik jika Nadhirah menganggap hal ini tidak berguna. Sekeras apapun menolak, sekuat apapun membuat tembok penghalang dan sebesar apapun keegosian, untuk masalah hati semuanya akan runtuh dengan sekejap.

Langkahnya terus menuntun Nadhirah menyusuri jalanan dengan berbagai toko makanan mulai dari makanan berat, toko roti ataupun café  yang menjadi tempat andalan untuk nongkrong anak muda saat ini. Tempat-tempat itu menjadi penghias jalanan kota Bandung di sisi kanan dan kirinya menambah kesan bahwa persaingan bisnis untuk saat ini memang sangat tinggi.

Langkahnya terhenti di salah satu café, menikmati coklat panas di suasana seperti ini mungkin bisa menenangkan pikir Nadhirah.

“Selamat sore silahkan ingin pesan apa?”

“Satu Hot Chocolate dan satu Chocolate Walnut.”

“Baik, mohon di tunggu pesanannya kak.”

Pojok kiri dengan samping kiri jendela besar yang menampilkan jalan raya sebagai pemandangan menjadi pilihan Nadhirah untuk mengistirahatkan dirinya setelah lelahnya menyusuri jalan.

“Silahkan pesanannya ka.”

“Terimakasih.” Dengan mata yang masih memperhatikan jalanan. Tapi mendengar suara pelayan ini sangat mirip dengan Rendi dan itu mengingatkannya kembali tentang Rendi yang selalu menjelajahi pikirannya setiap hari. Sekuat itu Rendi hadir dihidupnya hingga suara pelayan saja Nadhira kaitkan dengan Rendi. 

“Sama-sama Nadhirah Aleena.”

Sontak Nadhirah memalingkan wajahnya untuk melihat pelayan yang membawakan pesananya, tapi jika di pikir Nadhirah belum mengenalkan namanya dan mana mungkin pelayan mengetahui namanya. Siapa lagi kalau bukan Rendi yang akhir-akhir ini mengganggu pikirannya dan sekarang muncul lagi di hadapannya. Rendi sudah melihat perempuan cantik ini pertama kali saat Nadhirah lewat di depan café nya dan memutuskan untuk masuk dan memesan salah satu menu. Bagaikan sebuah lotre di sore hari setelah beberapa minggu terakhir tidak bertemu orang yang sangat ingin di temui setiap harinya. Di pertemuan ke empat ini apakah masih bisa dikatakan sebagai sebuah takdir? atau mungkin hanya keberuntungan saja.

Setelah mengatakan terimakasih Rendi duduk berhadapan dengan Nadhirah dan melihat setiap inchi wajah dari wanita yang kini sedang menempati hatinya. Lain halnya dengan Nadhirah ia justru memalingkan kembali wajahnya melihat jalanan seolah menjadi tontonan yang lebih menarik dibandingkan dengan laki-laki di hadapannya ini.

“Ternyata kamu masih menyukai coklat…,“ menggantungkan perkataanya.

“Lalu, kapan menyukaiku?” sambungnya.

“Kurasa itu pertanyaan yang tidak perlu di jawab tuan, tidak sopan menanyakan hal seperti itu kepada pengunjung café anda. Tuan Rendi.” Dengan tubuh yang bersandar pada punggung kursi dan mata yang kini teralihkan untuk menatap lawan bicara.

“Jadi pertanyaan apa yang harus saya tanyakan pada anda. Nona Nadhirah?” Balasnya dengan menantang.

“Ah aku paham, kurasa kita memang sudah di takdirkan untuk bertemu lagi dan suatu hari ditakdirkan untuk bersama bukan begitu?” sambungnya dengan mngedipkan sebelah mata.

Nadhirah masih diam dan tak bergeming dengan tetap melihat setiap inchi wajah lawan bicaranya ini.

“Minum hot chocolatenya sebelum dingin, aku tahu kamu haus setelah jalan-jalan sore, tidak perlu gengsi minum saja aku tidak akan minta.” Menggeserkan Hot Chocolate ke depan Nadhirah.

Nadhirah meminum Hot Chocolate yang disodorkan bukan karena tunduk perintah Rendi tapi memang untuk menetralkan pikirannya semenjak orang dihadapannya ini muncul.

“Ternyata selain orang yang selalu ikut campur urusan orang lain anda juga seorang penguntit ya Tuan.”  Setelah selesai menyesap minumannya.

“Wah ternyata benar kamu sudah berjalan-jalan sore. Itu hanya pernyataan yang ingin aku tanyakan kebenerannya dan kamu menjawabnya. Jadi apakah aku masih menjadi seorang penguntit?”

“Oke tapi kamu tetap menjadi orang yang ikut campur urusan orang lain.” Keputusan Nadhirah yang tidak bisa dibantah.

“Terimakasih, suatu kehormatan untuk saya Nona.” Ucap Rendi dengan bangga.

Nadhirah tidak membalas apapun dan memalingkan wajahnya untuk melihat kembali jalanan, entah apa yang yang menarik untuk dilihat dari kendaraan yang berlalu lalang. Dan Rendi sibuk memandang pahatan wajah Nadhirah dari samping dan menelisik apa sebenarnya yang ada di pikiran perempuan cantik dihadapannya ini. Andai jika dia bisa membaca pikiran, Nadhirah adalah orang pertama yang akan ia baca untuk mengetahui apakah Nadhirah baik-baik saja. Tentu saja Rendi tahu bahwa jawabannya adalah Nadhirah tidak baik-baik saja tapi apa yang menjadi alasan untuk tidak baik-baik saja? Itu yang ingin Rendi cari tahu. Keduanya diam dan larut dengan pikiran masing-masing yang diiringi dengan suara ocehan dari pengunjung lain dan suara musik yang mengalun di seisi ruangan.

“Nad, kamu baik-baik saja?” dengan nada lirih untuk meyakinkan bahwa Rendi sangat serius dengan ucapannya.

Nadhirah hanya diam tanpa mengalihkan pandangan, menghela nafas kasar dan tersenyum tipis yang hampir tidak terlihat oleh lawan bicaranya ini.

Chocolate Walnut nya aku suka, Hot Chocolatenya juga. Aku sarankan tambah varian untuk Hot Chocolatenya.” Melihat lawan bicara dan memberikan senyuman tipis yang bisa terlihat oleh lawan bicara meskipun samar.

Suara Nadhirah terkesan merdu di telinga Rendi karena terdengar hangat dan mengalun indah tidak seperti biasanya yang hanya di dominasi dengan tatapan mengintimidasi dan nada yang dingin. Serta jangan lupa dengan senyuman yang selama ini di rindukan Rendi.

“Semoga bisnismu lancar.” Beranjak pergi namun langkahnya terhenti oleh suara Rendi.

“Varian Chocolate apa yang kamu mau?” Tanya Rendi begitu antusias, karena ini merupakan suatu kesempatan besar yang tidak boleh dilewatkan.

Tidak ada kalimat atau sekedar mengucap satu kata sebagai jawaban. Nadhirah hanya menampilkan senyumnya dengan tulus dan melangkah pergi meninggalkan Rendi.

“Semoga kita bertemu lagi.“ Teriak Rendi saat Nadhirah sudah di ambang pintu keluar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status