Hal pertama yang Rico lihat saat keluar kamar mandi adalah pemandangan seorang wanita yang masih ditutupi selimut hangatnya.
Setelah menemukan Ana tidak ada dikantornya kemarin malam. Rico kembali menghabiskan malamnya dengan wanitanya tadi siang.
Dia mendekat dan mengelus pelan kepala wanitanya itu, “Aku pulang dulu yah. Siang ini aku ada janji dengan yang lain,” ucap Rico setengah berbisik.
Wanita tersebut hanya mengangguk pelan yang disusul dengan Rico yang keluar dari kamar kosan temannya tersebut.
Alasan sebenarnya dia menolak bertemu dengan Ana hari ini, karena dari kemarin dia memang belum pulang. Saat dia hendak menaikin motornya, “Rico, kamu kemana aja dua hari ini?”
Terlihat pesan masuk di Hp nya. Dia pun membalas singkat pesan tersebut. “Sorry Nis, aku sibuk 2 hari kemarin. Ada apa?”
“Aku kangen tau, kamu gak ada kabar dua hari ini,” balas Nisa.
Rico mendecik pelan. Dia sangat tidak menyukak ketika ditanya seperti itu. “Nanti aku hubungi lagi yah. Aku mau pergi dulu ini.”
Kemudian dia mulai mengendarai motornya, menuju ke tempat pemberhentian selanjutnya.
***
Sambil menikmati suasana sore-sore, Ana tengah duduk di cafetaria kampusnya. Dia kemudian dikejutkan oleh sapaan temannya. “Eh Na, kenapa lu bengong sendirian disini?”
“Gw lagi agak kesel sebenernya.” Ana sambil memainkan sedotan didalam minumannya.
“Kesel kenapa?” Dia pun duduk disamping Ana.
“Biasa itu. Padahal gw udah ijin dari kantor buat Acc skripsian, eh dosennya gak ada.” Ana menaikan setiap nada perkataannya.
“Lah kita senasib. Gw juga udah berkali-kali di php sama dosen.” Teman Ana mulai memilih pesanannya. Dia pun melanjutkan perkataannya. “Btw Na, kayaknya kemarin gw sempet lihat cowok lu deh di bioskop.”
“Lu salah lihat kali. Kemarin dia bilang lagi sama emaknya.” Raut mukanya berubah. Dia yakin bahwa Rico kemarin bersama ibunya.
“Masa sih, cowok lu kan mudah banget dikenalin. Badannya yang tinggi itu bikin dia mudah ditemukan,” sanggah temannya.
“Kan yang badannya tinggi banyak.” Ana masih berusaha untuk menyanggah pernyataan temannya tersebut.
“Tapi yang tinggi item manis kek oppa-oppa korea kan cuman cowok lu,” sambung temannya.
Ana hampir tersedak mendengarnya. “Oppa korengan yang ada, hehe.”
“Yaudah gw pulang dulu yah bye,” jawab Ana melanjutkan. Dia pun berdiri dan bergegas untuk pulang.
Pernyataan temannya tersebut sedikit mengganggu pikiran Ana. Namun kali ini dia sudah memutuskan untuk mempercayai Rico kembali dan menghiraukan ucapan temannya tersebut.
Malam pun tiba, tapi Rico masih belum menghubungi Ana. ‘Dia masih sama temannya gitu yah? Apa aku telpon saja’ pikir Ana.
Tidak ada jawaban dari Rico yang membuat ana sedikit khawatir.
Untuk menghindari pikiran-pikiran negatifnya bermunculan, Ana mulai membuka grup chat sanggarnya.
‘Besok aku harus bersikap seperti apa yah sama Novan.' Dia mempelajari beberapa pertanyaan di grup chatnya. Seketika pikiran itu melintas dibenak Ana. ‘Setidaknya aku harus memberikan jawaban yang pasti untuknya.’
Tengah asik menggulirkan layar hp nya, ada telpon masuk dari papanya Rico. “Halo Ana. Om mau tanya apa Rico sama kamu?”
Ana menyipitkan matanya. “Gak om. Tadi siang Rico bilang kalau dia ada urusan sama temen-temennya.”
“Gitu yah, kamu tahu gak dengan siapa. Dari kemarin Rico gak pulang. Mamanya khawatir,” terang papanya.
Mata Ana terbelalak. Dia merasa aneh dengan pernyataan ayah Rico barusan. "Bukannya kemarin Rico sama tante ya om seharian?”
“Enggak kok Ana. Dari kemarin siang Rico pergi. Dia bilang akan makan malam dengan kamu. Jadi om kira dia nginep dirumah kamu.”
Alangkah terkejutnya Ana, bila apa yang diucapkan papanya benar berarti Rico sudah membohonginya kembali. Tapi Ana sekuat tenaga berusaha untuk tetap sopan didepan papanya Rico. “Kemarin emang mau makan malam Ana tadinya. Cuman gak jadi om, nanti coba Ana tanya sama temen-temennya ya om.”
Suara Papa Rico sedikit tercekat. “Oke Ana, makasih yah sebelumnya.”
Ana merasa tidak bisa lebih lama menahan kekecewaannya. “Gapapa Om, Ana tutup telpon nya yah.”
“Iya Ana, selamat malam.”
“Iya malam juga om.” Jawab Ana sambil mematikan sambungan telpon miliknya.
Sekali lagi Ana sangat kecewa oleh tindakan Rico. Dia pun teringat dengan ucapan salah satu temannya tadi sore.
Ana mulai memberanikan diri untuk menelpon temannya tersebut, “Malam, sorry ganggu. Lu lagi sibuk gak?”
“Malem juga Na, gak kok. Tumben lu nelpon malem-malem gini?” Terdengar keragu-raguan didalam ucapan temannya.
Ana mengigit pelan bibir bawahnya. Menahan emosinya. “Gw mau tanya, kemarin lu lihat yang mirip Rico tuh jam berapaan yah?”
“Sekitar jam dua apa jam tiga kali yah. Gw juga gak begitu inget soalnya kayak sekilas gitu dia terburu-buru keluar dari studio sama cewek. Padahal filmnya belum selesai, soalnya cuman mereka berdua aja yang keluar,” jelas temannya.
Mendengar hal itu membuat Ana diam. “Lu gak apa-apa kan? Gak usah terlalu lu pikirin mungkin gw yang salah lihat,” sambung temannya khawatir.
“Ah iya gak papa, thanks yah,” ucap Ana dengan sedikit terbata.
“No problem dear, udah jangan lu pikirin banget,” ucap temannya. Dia merasa ada sesuatu yang tidak beres dengan Ana.
“Iya gw tutup yah, makasih sekali lagi.” Ana langsung menutup telponnya.
Ana pun kini kehilangan semua tenaganya. Hatinya sangat sakit. Penyesalan dan pengkhianatan yang dia alami kini semakin terasa berat.
Dia menyadari bahwa Rico sudah membohonginya lagi. Terlebih fakta bahwa Rico dari kemarin tidak pulang ke rumah membuat Ana semakin terluka.
Dia tidak pernah jadi prioritas untuk Rico, itulah yang dibenak Ana saat ini. Dia merasa sangat bodoh telah merasa bersalah pada Rico belakangan ini.
Ternyata dari awal dialah yang selalu dicurangin oleh Rico. Anapun hanya bis menangis dibalik selimutnya sepanjang malam.
Sama halnya dengan Novan, malam itu sangat berbeda dari minggu kemarin. Novan terlihat lebih lemas dan tidak bersemangat untuk menghadiri pertemuan kedua besok pagi.
Namun dia merasa harus meminta maaf terhadap Ana. Dia akan menerima apapun yang akan diputuskan Ana besok. Dan mungkin saja dia harus menerima juga kalau Ana akan benar-benar menolaknya. Tapi itu adalah yang terbaik untuk dirinya dan Ana.
Kedua insan itu tengah terlarut dalam kegelisahan dan kekecewaannya masing-masing. Mereka tidak menyadari bahwa takdir akan mulai mempermainkan mereka.
Bunyi alarm di Hp Ana pagi itu sudah mulai berdering. "Sial gue belum tidur dari semalam!" Rutuk Ana pada dirinya sendiri. Dia hanya menangis semalaman dibalik selimut tebalnya. Dengan langkah gontai Ana menuju kamar mandi. Dia berfikir lebih baik melupakan masalahnya dengan Rico terlebih dahulu dan fokus terhadap projeknya kali ini. Setelah selesai mandi, dia bergegas melihat Hp nya. Belum ada satu pun pesan dari Rico membuatnya menjadi lebih sakit. Dengan sisa tenaganya dia mulai memakai baju dan bersiap-siap untuk pergi ke taman kota. Kali ini Ana pergi dengan ojek online, karena merasa bahwa dia tidak akan bisa mengendarai motornya dengan baik. Tak berbeda jauh dengan Ana, Novan yang baru terlelap setelah lewat tengah malam. Bangun dengan sedikit lemas dan lebih murung. "Gue harus minta maaf kali ini sama Ana." Dia sudah sangat membulatkan tekadnya untuk mengakhiri permainannya. Dia merasa tidak enak bila terus membuat Ana menjadi tidak nyaman. Dilain tempat terlihat Rico ya
“Ahhh,Novan.” Rintih Ana. “Sakit kah?” Dia mengakhiri ciumannya dan mengusap pelan bibir Ana. Ana kini menelungkupkan mukanya di dada Novan.“Kamu, nakal ternyata.” “Makasih yah kak." Novan mulai mengelus kepala Ana. Dia memberikan sebuah ciuman lembut dipucuk kepala Ana. “Iya, aku pun merasa senang. ” Ana kembali memeluk erat tubuh Novan. Kini Ana mendorong sedikit tubuh Novan, dia mendongkakan kepalanya keatas. Dilihatnya wajah Novan yang kini mulai menatapnya. Novan menunduk. Menatap Ana dengan heran. “Kenapa kak?” “Gapapa, aku cuman seneng aja. Ternyata ini rasanya jujur dengan diriku sendiri.” Tergambar sebuah senyum manis dimuka Ana. Novan kembali mendekapnya. “Kak, mau kemana habis ini? Kita harus merayakan hari ini?” Dia sedikit menggoyangkan tubuh mungil Ana. “Mau makan dulu aja? Mumpung masih belum jam tujuh malem,” jawab Ana. Alih-alih melepaskan pelukannya. Novan malah semaki
Setelah pulang ke rumahnya, kini raut wajah Rico berubah panik. Terlebih ketika dia mendengar bahwa papanya secara tidak sengaja mengungkapkan kebohongannya terhadap Ana. Didalam kamarnya Rico beberapa kali terlihat mengirim pesan singkat terhadap Ana. “Na, aku bisa jelaskan.” Belum semenit dia menulis pesan kembali, “besok kita ketemu ya sayang.” Tetap tidak ada balasan dari Ana. Rico pun memutuskan untuk menelpon Ana. Saat itu Ana sedang berada dipanggilan lain. ‘Apa Ana menolak panggilanku?’ Selang sepuluh menit dia pun kembali menelpon Ana. Kali ini bahkan tidak ada jawaban sama sekali. Rico hanya bisa menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Rasanya ingin sekali dia menelpon orang tua Ana. Namun segera diurungkan niatan tersebut. ‘Gimana kalau nanti papanya Ana malah balik tanya sama gue?’ batinnya. Sementara itu Ana kini telah berada didepan rumahnya. Sebelum turun, dia memberikan se
Dari semenjak bangun tidur, wajah Novan nampak sangat ceria. Siang ini adalah waktu dia akan jalan dengan Ana untuk pertama kalinya. Sejak malam kemarin ketika akan mengajak Ana, dia sebenarnya ragu. Takut bila Ana akan menolak lagi untuk jalan bersamanya. Namun kali ini berbeda, dengan senang hati Ana menerima tawarannya. Setiap hari sabtu Ana hanya kerja sampai jam satu siang saja. Maka dari itu, mereka bisa berencana untuk jalan bersama. “Kak, nanti aku jemput kakak yah!”Tulis Novan. Tak berapa lama, balasan dari Ana diterimanya. “Oke, tapi nanti kamu jangan keluar mobil yah. Aku takut ada yang lihat salah paham.” Perasaan tidak nyaman muncul ketika melihat balasan Ana. Dia sebenarnya paham betul dengan konsekuensi hubungan mereka. Hanya saja entah kenapa hatinya masih belum terbiasa dengan itu. “Siap bu bos.” Dia pun mencoba menepis perasaannya dan kembali mempersiapkan keberangkatannya.
*Warning 21+* Beberapa adegan mungkin akan menimbulkan perasaan tidak nyaman untuk sebagian orang. *** “Rico, lu beneran gak akan masuk dulu?” tanya teman wanitanya. “Gak lah, gw mau pulang aja cape. Bye ya duluan.” Rico melambaikan tangannya. Dia pun segera memacu mobil menuju rumahnya. Sesampainya dirumah, tak bisa dipungkiri kalau Rico memikirkan apa yang dia lihat tadi siang. ‘Apa mungkin itu Ana? Tapi Ana gak akan mungkin kayak gitu. Dia kan udah cinta mati ama gw.’ ‘Apa gw terlalu lembek akhir-akhir ini sama dia? Sampe dia berani diemin gw kayak gini?’ sambungnya pada dirinya sendiri. Semakin Rico memikirkan hal itu, semakin dia menjadi pusing. Tak lama kemudian ada telpon masuk ke HP Rico. ‘Nisa? Sudah lama dia gak nelpon.’ “Halo Rico, kamu gimana kabar?” tanya Nisa dibalik telponnya. Rico tersenyum riang. Dia benar-benar bahagia mendengar suara Nisa. “Nisa, kamu memang ajaib tau aj
Sepulangnya dari tempat karaoke perasaan Ana mulai membaik, namun tidak untuk Novan. Dia dipenuhi dengan rasa bersalah yang sangat dalam. Dia tidak menyangka bahwa orang yang dia dekati adalah serapuh ini. Sampai merasa bahwa Ana akan sangat hancur ketika dia genggam dengan sedikit lebih keras.“Van, kamu mikirin apa?” tanya Ana.“Gak apa-apa kak, yuk abis ini kita mau kemana lagi?” jawab Novan. Mereka pun mulai memasuki mobilnya dan keluar dari tempat parkir.“Hmmm, aku lagi pengen beli sesuatu yang manis-manis Van.” ujar Ana memecah keheningan.“Kalau gitu kita ke cafe unicornaja yah, disana banyak cake-cakemanis loh kak. Pasti kamu suka,” usul Novan.“Boleh, aku belum pernah kesana. Katanya disana juga konsepnya lucu banget gitu loh Van. Makasih ya Van,” ucap Ana.“Yes princess, anything for you.” jawab Novan sambil mengelus kepa
Saat itu, Rico adalah yang paling pertama sampai ke rumah Ana.Mendengar suara motor Rico yang kini sudah berhenti, Ana segera menuruni tangga rumahnya.Begitu sampai Rico pun segera memarkirkan motornya dan bergegas untuk mengetuk pintu. Namun, dia harus terhenti sejenak ketika melihat mobil yang cukup asing mulai terparkir dihalaman rumah Ana.Mendengar suara mobil Novan, Ana mengurungkan niatnya untuk membukakan Rico pintu. Dia sangat takut dan memilih untuk mendengarkan terlebih dahulu apa yang akan mereka bicarakan.Keluarlah Novan dari dalam mobil, dia sedikit terkejut dengan kehadiran Rico disana. Segera dia ubah raut mukanya menjadi sangat ramah kepada Rico.“Halo kak, saya Novan.” sapa Novan sambil mengulurkan tangan. .“Oh iya saya Rico, kamu mau ke siapa yah?” tanya Rico.“Ah kebetulan saya mau ketemu kak Ana, ada titipan dari kak Ana buat project nanti kak,” jawab Rico.&lsq
Tepat setelah mereka berdua pulang, Ana kini tengah terduduk sendiri diruang tamu rumahnya. Pikirannya kosong, dia tidak bisa berfikir dengan benar kembali. Baru saja dia telah bermain api tepat didepan Rico. Beberapa kali Ana menepuk-nepuk mukanya, “Sadar Ana, sadar astaga.” ucap Ana pada dirinya sendiri.Dia bahkan tidak bisa menahan hasratnya sedikitpun untuk tidak melakukan hal itu. Entah apa yang Novan lakukan padanya. Setiap melihat kedua bola mata Novan yang memandangnya penuh hasrat, membuat diri Ana bergetar. Seakan terperangkap, dia tidak dapat lepas dari permainan Novan dan lupa diri. Semakin Novan menariknya, semakin ia menginginkannya pula. “Ini tidak baik untukku,” umpat Ana pada dirinya sendiri lagi. Namun sisi lain dirinya tidak dapat berbohong, bahwa dia pun menyukai hal itu. Malam tersebut Ana habiskan dalam keadaan yang penuh dengan penyangkalan.***Pagi hari pun tiba, Ana masih senantiasa mendekap selimut hangatnya ke