Dear reader Terimakasih sudah membaca sampai saat ini XOXO
Kembali ke masa SMA di tahun dua ribu lima belas. Rico tengah berjalan santai menuju ruang OSIS untuk menemui Ana sore itu. “Astaga dia bisa tertidur dengan pulas ditempat seperti ini.” Rico bergumam pelan. Dia tersenyum melihat Ana, pacarnya yang merupakan kakak kelas sekaligus ketua Osis disekolahnya. “Teledor banget sampai gak nyadar ada orang yang membuka pintu,” dengan pelan dan hati-hati Rico mendekati Ana. Dia terus menatap Ana penuh kasih. ‘Memang cantik banget cewekku ini!’ batinnya. Kini tangan usilnya tengah memainkan ujung rambut Ana pelan. Membuat kening Ana mulai berkerut dan membuka matanya perlahan. “Aaaaawww..” rintih Rico saat dengan cepat Ana malah memelintir tangannya. “Rico!” Ana lekas melepaskan tangannya begitu menyadari pria yang dihadapannya adalah kekasihnya. “Maaf, habisnya kamu mengagetkan aku sih salah siapa coba!” dengan kesal Ana menggembungkan pipinya. Melihat Ana yang begitu lucu, Rico pun tidak tega untuk memarahi Ana. “Kamu yang budeg sayang, a
“Aaaargh gila lu Rico, gue belum mau mati!” Vania memegang seat beltnya erat-erat.Rico tetap tidak memperhatikan sepupunya tersebut. Kini dia hanya ingin melampiaskan emosinya dengan melaju mobilnya secepat mungkin.“Anj*ng Rico! Lu kalau mau mati jangan ajak-ajak gue tolong!” kali ini dia mengerahkan sekuat tenaganya untuk berteriak dan berhasil menyadarkan Rico.‘Kriieeeeet….’ Rico menginjak rem mobilnya mendadak membuat bunyi deritan yang cukup panjang.“Sumpah yah lu gak ada otak!” Vania terus saja berteriak, meluapkan kekesalannya.“Sorry gue gak sadar Van,” dengan gelagapan Rico menjawab.Vania menarik nafas dalam, mencoba mengatur emosinya. “Okee.. Sekarang lu tenang dulu, abis itu baru cerita sama gue yah.”Rico mengangguk lemas, dia sudah sangat kalut dan tenggelam dalam pikirannya. Tak terasa air matanya mengalir.“Gila gue nangis cuman gara diselingkuhi si Ana. Bangsat emang tu cewek!” Rico memukul dasboard depan mobilnya.Vania mengelus punggung Rico pelan. Mencoba menena
“Sudah tenang?” Novan segera menyambut Ana yang baru masuk ke dalam mobil.Ana mengangguk pelan, “keluar bentar yuk, biar lebih enak ngobrolnya.”Mereka pun duduk berdua dibawah pohon yang rindang.Ana menarik nafas panjang, “Novan, I love you. Really loving you. Tapi kita harus sadar, kadang tidak semua yang kita inginkan bisa kita dapatkan.” Ana mulai meraih tangan Novan, “maafkan aku terlalu pengecut untuk memilih bersama kamu. Aku pun sadar kita sangat berbeda baik dari keluarga dan lainnya, hal itu akan menyusahkan kamu kedepannya.”Novan menggenggam tangan Ana dengan kuat. “Me too, Ana. Aku dari awal menyerahkan semua pilihan padamu. Maafkan aku telah menempatkan kamu ke dalam situasi yang rumit ini.” Omongan Novan sedikit tertahan, “andai, maksudku aku berharap kamu selalu mendapat yang terbaik.”Dengan cepat Ana menggelengkan kepalanya, “tidak Novan, aku bisa memilih untuk menolakmu dari awal. Tapi aku tetap bersama mu pada akhirnya. Terimakasih telah memberikan ku kepercayaan
“Ini gak bener Novan!” Ungkap Ana. Dia mendorong tubuh Novan yang hendak mencium bibirnya perlahan. Novan mendekatkan bibirnya ke telinga Ana dan kemudian berbisik “Kenapa? bukankah kita memiliki perasaan yang sama?”.“Tapi, aku merasa tidak berbeda dengan Rico. Bila saat ini kita melanjutkannya lebih jauh lagi,” ucap Ana penuh keraguan. Novan mendekapnya pelan. “Kak, aku akan melakukannya dengan lembut.” Diciumlah pucuk kepala Ana, membuatnya sedikit tenang. “Van.” Kini Ana menatap wajah Novan dalam-dalam. Dia memperhatikan setiap garis wajah Novan yang begitu kuat. Tergambar dengan jelas. Laki-laki itu sudah tidak sabar ingin memiliki dia seutuhnya kali ini. Ana terlarut didalam pikirannya. Dia tidak menyadari, kini tangan Novan mulai beralih ke belakang lehernya. Entah sejak kapan, semua terjadi dengan begitu cepat. Kini bibir mereka saling memagut satu sama lain. Ciuman yang berawal lembut, semenit kemudian bertambah liar. Menjadi sebuah bentuk pengekspresian dari emosi yang s
“Rico Please kali ini jujur sama aku. Aku capek kamu giniin terus. Kamu gak pernah berubah sama sekali!” Ana meninggikan setiap kata yang dia ucapkan dibalik panggilan telponnya. Rico memegang kepalanya yang berat. “kamu kenapa sih Ana? Aku baru mau tidur! Kita lanjutkan obrolan ini nanti saat aku menjemputmu, oke?” tanpa mendengar jawaban dari Ana dia langsung menutup telponnya. Ana merasa putus Asa setelah telponnya ditutup begitu kasar. “Kenapa kamu melakukan ini padaku?” Tangisnya pun seketika pecah. Dia sangat menyesali apa yang terjadi saat ini. Andai saja dulu dia tidak terus memaafkan apapun kesalahan Rico. “Kenapa bisa aku sangat mencintainya. Bahkan dia hanya menganggapku tak lebih dari tempat persinggahan saja,” ucapnya lirih. Ana mulai mengingat kembali masa lalunya. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih SMA. Rico adalah adik kelas Ana, seorang siswa populer yang hampir mendekati sempurna. Hal itu didukung oleh postur tubuhnya yang lumayan tinggi. Bentuk tubuh ya
Kriiiingggg, kriiiinnnggg "Akhirnya pagi juga," Ucap Novan. Tepat pukul sepuluh pagi, ia terbangunkan oleh alarm miliknya. Dia bangun dengan begitu semangat. Pasalnya hari ini adalah kali pertama dia menghadiri pertemuan organisasi kesenian yang baru dia ikuti minggu lalu. “Jangan lupa hari ini kumpul jam 1 siang ya!”Terlihat notif pesan di hp Novan. “Siap kak Izal aku pasti datang dong!” Novan membalas pesan tersebut dengan cepat. Melihat reaksi Novan. Salah satu anggota grup pun mulai menggodanya. "Ini mah Novan ada mau nya kan, semangat banget nih.” “Aku kan mau ketemu kalian ya kan, harus semangat dong ya.” Novan tersenyum. Dia tidak bisa menyangkal bahwa memang itu yang sebenarnya ia nantikan. “Ketemu kita atau Ana Van?”Tanya Izal menegaskan. Novan sudah tidak bisa berkutik. Dia membalas pesan tersebut dengan stiker malu-malu.
"Tenangkan dirimu sebentar, aku sungguh tidak ada hubungan apapun lagi dengannya. Aku sudah tidak penasaran lagi dengannya. Kamu disana dulu bentar aku harus pergi mengurus sesuatu, nanti malam aku jemput kamu!" Ana melihat sebuah pesan masuk dari Rico. tidak ada sedikitpun rasa menyesal dari diri Rico setelah dia meninggalkan Ana. Ana pun segera membalas pesan tersebut dengan singkat.“Tidak perlu aku bisa pulang sendiri!” Semua kenangan masa lalu teringat kembali oleh Ana. "Aku tidak menyangka kamu setega ini Ric. Kamu terus-terusan menduakanku." Ana menangkup kedua wajahnya yang kini sedang menangis. "Bodohnya aku terus memaafkanmu." Entah karena rasa cinta Ana yang terlalu besar terhadap Rico.Mungkin juga karena obsesi yang ada pada dirinya sendiri. Obsesi Ana untuk menikah dengan orang yang telah merenggut segalanya dari hidupnya. Ana terlalu takut membayangkan. Akan seperti apa dia dipandang oleh lelaki lain se
Izal mulai merasa khawatir terhadap Novan yang mungkin saja kesulitan menemukan Ana. Dia kemudian beranjak untuk menyusul mereka. Pandangan Izal terheran-heran melihat sesuatu yang tidak biasa dihadapannya. "Kenapa Ana nangis kayak gitu. Itu si Novan lagi malah megangin tangannya," gumamnya. Namun dia mencoba untuk tidak berfikir negatif dan memanggil mereka. “Ana, Novan yuk dimulai yang lain udah nunggu tuh!” Teriak Izal cukup kencang. Ana sangat kaget mendengar Izal. Dia langsung melepaskan tangan Novan. “Iya Zal, gw kesana tunggu bentar!” Ucap Ana setengah berteriak. Sama seperti Ana. Novan pun kaget dengan teriakan Izal. Dia sedikit kecewa dengan Ana yang melepas genggamannya. Novan pun akhirnya mengikuti Ana berjalan dibelakangnya. *** “Oke kumpulan pertama kita sampai disini dulu yah. Kalau ada pertanyaan nanti dilist di grup aja biar kita bahas di pertemuan minggu depan!” Izal pun menutup pertemuan mereka. Cukup lama perbi