Share

Telat Datang Bulan

Lasmini memandang kalender dengan tatapan nanar. Wajahnya seketika pucat, mengetahui kalau dia sudah telat datang bulan. Tangisnya pecah seketika saat membayangkan apa yang akan dia alami, karena dia masih sekitar tiga bulan lagi lulus sekolah.

Tangisnya pun semakin kencang saat ibunya datang untuk mengetahui apa yang membuat dirinya menangis. Lasmini segera menceritakan tentang keterlambatan tamu bulanannya.

Sulastri tidak bisa berkata apa-apa lagi, bibirnya terkatup dan dadanya terasa nyeri karena putri semata wayangnya telah dirusak oleh orang lain yang sebelumnya dia ketahui sebagai laki-laki yang baik. Tangannya terkepal menahan amarah dan akhirnya dia hanya bisa menangis meratapi nasib anaknya.

“Kamu ujian kapan, Mini?” Tanya Sulastri memastikan, untuk menentukan langkah selanjutnya yang akan dia ambil untuk melindungi anaknya.

“Sekitar tiga bulan lagi, Bu.” Sahut Lasmini disela tangisannya.

Sulastri menghitung usia kehamilan Lasmini sampai dia ujian sekolah nanti. Dan dia mengambil kesimpulan kalau usia kehamilan anaknya sekitar empat bulan saat Lasmini ujian sekolah. Sulastri berencana akan membawa anaknya ke bidan yang ada di desa tempat saudaranya tinggal, karena dia tidak mau orang di desanya tahu tentang kehamilan anaknya.

Sulastri lantas membawa Lasmini ke rumah saudaranya yang ada di desa sebelah. Dia menceritakan mengenai kehamilan anaknya, dan dia berharap kalau saudaranya dapat membantunya untuk menutupi kehamilan anaknya.

“Lalu apa rencana Mba Lastri selanjutnya?” Tanya Agus pada kakaknya itu.

“Aku ingin Lasmini lulus sekolah tanpa orang tahu tentang kehamilannya.” Ucap Sulastri sambil menghapus air matanya.

“Mba Lastri tidak berniat untuk melenyapkan bayi itu, bukan?” Tanya Agus hati-hati takut menyinggung perasaan kakaknya.

“Tentu tidak, Gus! bayi itu tidak berdosa justru aku ingin melindungi anak dan cucuku dengan membawa ke bidan yang ada di desa ini, agar Lasmini dapat memeriksakan kandungannya tanpa orang desa tempat aku tinggal tahu.” Jawab Sulastri sambil mengelus bahu anaknya yang menundukkan kepalanya.

“Baiklah, aku akan bantu Mba Lastri agar bisa tinggal di desa ini. Dan aku akan mengantar Lasmini berangkat ke sekolah dan Mba Lastri yang akan menjemputnya nanti.” Ucap Agus memberikan solusi dari permasalahan yang di hadapi kakaknya.

“Terima kasih banyak, Gus.” Ucap Sulastri sambil menggenggam tangan adiknya.

“Dan kamu sebaiknya memakai baju yang longgar ya, Mini, agar kehamilan kamu tidak diketahui oleh pihak sekolah dan kamu dapat mengikuti ujian sekolah nanti.” Saran Agus kepada keponakannya itu.

“Iya, Paman.” Sahut Lasmini yang masih tetap menundukkan kepalanya karena malu.

Akhirnya Lasmini dan ibunya akan tinggal di desa tempat pamannya tinggal, untuk menghindari gunjingan orang yang akan berakibat fatal pada pendidikan Lasmini.

***

Lasmini dan ibunya sudah satu bulan tinggal di desa tempat tinggal pamannya. Dia dan ibunya tinggal di rumah yang terletak disamping rumah pamannya. Sulastri menjual rumah peninggalan mendiang suaminya dan membeli rumah di desa itu.

Lasmini semakin giat belajar demi bisa lulus sekolah, sedangkan Sulastri berjualan makanan untuk menyambung hidup mereka.

Sulastri sangat bersyukur, kehamilan anaknya sama sekali tidak mengganggu kegiatan belajar Lasmini. Dia berharap agar kehamilan Lasmini tidak diketahui oleh pihak sekolah, sehingga anaknya dapat menyelesaikan sekolahnya dengan baik. Dan dia juga bersyukur, menurut bidan yang memeriksa kandungan Lasmini bahwa calon cucunya itu sehat.

Sesuai dengan anjuran pamannya, Lasmini selalu memakai pakaian yang longgar sehingga perut nya yang sedikit membuncit tidak tampak. Bibinya juga sering memberikan makanan dan minuman yang bergizi agar Lasmini dan bayinya kondisinya selalu sehat.

“Makan yang banyak ya, Mini, supaya kamu dan bayi kamu sehat.” Ucap Titiek, bibinya Lasmini.

“Iya, Bi, terima kasih atas kebaikan Bibi.” Sahut Lasmini sambil memeluk bibinya yang berdiri dihadapannya.

“Kamu sudah aku anggap sebagai anakku, Mini.” Ucap Titiek balas memeluk Lasmini dengan penuh kasih sayang.

Air mata Lasmini jatuh menetes di pipinya yang halus, dia terharu akan kebaikan saudaranya dan dia sangat menyesali perbuatannya dahulu dengan Ario, yang mengakibatkan keluarganya ikut menanggung akibat perbuatan dirinya.

Seandainya waktu dapat diputar kembali, Lasmini memilih untuk tidak mengenal orang yang bernama Ario. Penyesalan sekarang tidak lah berguna karena semua sudah terjadi, dan Lasmini kini menanggung akibat dari kebodohannya karena dengan mudah tergoda dengan rayuan Ario.

“Ujian semakin dekat, aku harus semangat belajar supaya cepat lulus dan nanti kalau aku sudah melahirkan, aku akan mencari pekerjaan untuk membantu ibu.” Ujar Lasmini bermonolog.

***

Satu bulan kemudian.

Lasmini dan teman-temannya kini mulai mengikuti serangkaian ujian praktek untuk melengkapi hasil dari ujian sekolah. Ujian praktek itu dilaksanakan selama satu minggu, dan beruntung bahwa Lasmini masih bisa mengikutinya dengan baik dalam kondisinya yang sedang hamil muda.

Lasmini sedang berdiri didepan papan pengumuman dan sedang mencatat jadwal ujian sekolah yang akan diadakan dua minggu lagi. Dan saat itulah Asih, sahabatnya mendekati dirinya.

“Mini, kamu kenapa kok pindah rumah?” Tanya Asih yang hanya mendapatkan senyuman Lasmini sebagai jawaban.

“Lho, kenapa cuma senyum saja jawabannya?” Tanya Asih lagi sambil mengguncang lengan Lasmini menginginkan jawaban lebih dari sekedar senyuman.

“Aku pindah karena rumah aku dijual sama ibuku dan aku tidak tahu kenapa rumahku dijual, paham!” Elak Lasmini dengan tegas lalu pergi meninggalkan Asih yang terperangah mendengar jawaban temannya itu.

Lasmini berjalan cepat untuk menghindari Asih yang dia takutkan akan mengikutinya dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang enggan dia jawab.

Dia menengok ke belakang dan bersyukur saat dilihatnya Asih sedang berbincang dengan temannya yang lain dan tidak mengikutinya lagi. Karena terlalu khawatir Asih akan mengikutinya, Lasmini berjalan sambil menengok kebelakang sehingga dia tidak melihat ada orang didepannya.

Brukk.

Lasmini terperanjat saat dirinya menabrak gurunya yang juga sedang berjalan sambil menundukkan kepalanya, sehingga mereka saling bertabrakan dan hampir saja tubuh Lasmini terjatuh kalau guru itu tidak memegang pinggangnya. Seketika Lasmini sadar kalau guru itu memegang daerah perutnya, lalu segera dia tepis tangan guru itu dan bergegas pergi dari sana.

Guru itu tiba-tiba menahan tangan Lasmini yang hendak berlalu dari sana.

“Lasmini, kenapa perut kamu?” Tanya guru itu yang sontak membuat Lasmini terkejut dan wajahnya menjadi pucat pasi.

“Ti-tidak apa-apa, Bu.” Jawab Lasmini dengan tergagap sambil berusaha sewajar mungkin didepan gurunya.

“Lalu kenapa kamu tadi menepis tangan saya kalau memang tidak ada apa-apa?” Guru itu bertanya lagi yang semakin membuat Lasmini panik karena takut kehamilannya akan diketahui oleh gurunya.

“Maaf, Bu, tadi saya refleks.” Sahut Lasmini dengan wajah yang memelas.

“Kamu tahu kalau itu tidak sopan, bukan?” Guru itu masih tidak puas dengan jawaban Lasmini.

‘Mati aku, jangan sampai bu guru curiga kalau aku sedang hamil’ batin Lasmini.

“Saya mohon maaf, Bu, saya janji tidak akan mengulanginya lagi.” Ucap Lasmini sambil menatap wajah gurunya dengan tatapan permohonan dan kedua tangan yang dia tautkan didepan dadanya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status