Share

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga

Max mengepalkan kedua tangannya. Ia ingin sekali memukul wajah Radit, tapi dia tidak memiliki keberanian karena disaksikan oleh wakil kepala yayasan.

"Jangan bermimpi! Kamu hanya sampah bagiku. Kamu pikir kamu bisa berbuat apa kepadaku, hah?" Max balik berbisik pelan. Ia menantang Radit karena merasa ancaman Tuan Brando hanya angin lalu saja. Tidak mungkin masalah tadi membuat ayahnya marah dan membela Radit yang bukan siapa-siapa. Max tahu siapa ayahnya.

Radit tersenyum kecut. "Baiklah. Kita lihat nanti. Apakah kita akan diwisuda bersama-sama atau kau yang nyatanya harus keluar dari kampus elit ini," ucap Radit sambil berlalu dengan santai meninggalkan Max yang terdiam mematung.

"Ck. Sialan! Beraninya dia mengancamku!" decak Max.

Baru beberapa langkah Radit beranjak, tak lama suara ponsel Max berbunyi. Di balik ponsel itu terdengar suara pria yang sedang marah besar dan memaki-maki Max. Usai menutup telepon Max buru-buru mengejar Radit dan menarik lengannya.

"Mau apa lagi? Mau ngajak ribut?"

Baru Radit merespon tiba-tiba beberapa polisi muncul. Radit awalnya berpikir bahwa dirinya akan ditangkap lagi, tapi ternyata dugaannya salah. Dua polisi mendekati mereka lalu salah seorang bertanya

"Siapa yang bernama saudara Max?"

Radit reflek menoleh ke arah Max yang wajahnya memucat.

"Dia," tunjuk Radit.

"Tuan Max, Anda ditahan atas dugaan pemukulan yang menyebabkan salah seorang mahasiswa di sini terluka dan juga pencemaran nama baik."

"Ttu–tunggu, Pak! Saya tidak bersalah!" Max mencoba menghindar saat salah seorang polisi ingin memborgol tangannya.

"Dia! Dia yang bersalah. Dia menabrak seorang wanita hingga cacat, lalu dia kabur dari penjara. Kemudian mencari keributan dengan saya," tuduh Max.

"Anda bisa jelaskan nanti di kantor. Sebaiknya siapkan juga pengacara untuk membela Anda," ucap sang polisi tak acuh.

Max langsung berlutut. Ia merengek kepada Radit kali ini.

"Dit, tolong! Kita sudah berteman baik dari dulu. Tak ada yang mau berteman denganmu kecuali aku. Tolong katakan kepada polisi ini, aku tidak bersalah. Tolongggg!"

Radit diam saja tak mengindahkan. Ia mencoba tak berbelas kasih kepada Max. Kali ini Max sudah kelewat batas dan Max mengkhianatinya. Radit merasa Max perlu diberi pelajaran.

"Bawa dia. Saya adalah korbannya," kata Radit dengan dingin.

"Gila kamu ya! Aku sudah berlutut begini, merendahkan diriku di depanmu tapi kamu nggak mau nolong? Dasar tak tahu diuntung! Brengsek kamu, Dit!" Max berubah marah. Ia ingin menyerang Radit tapi tertahan dengan polisi.

"Lihat saja, aku akan membalasmu! Kamu pikir ayahku akan diam saja? Aku akan segera bebas!" ucapnya seraya pergi diiringi dua orang polisi yang menangkapnya.

Semua orang bergerumbul. Mereka sibuk bergosip tentang kejadian hari ini.

"Ku dengar dia kabur dari penjara. Dia mantan narapidana,"

"Ya, dia bahkan menyerang Max tadi."

"Kenapa Max yang malah dituduh. Harusnya penjahat seperti dia yang dibui."

"Kasihan sekali, Max. Dia salah memilih teman."

"Ya, Radit kacang lupa kulitnya!"

"Kita harus berhati-hati dengannya. Dia pembawa sial."

"Harusnya dia keluar saja dari kampus elit kita ini. Dia hanya orang miskin yang tak tahu malu."

Mendengar banyak yang menggunjing Radit. Wakil kepala lalu mengambil perannya.

"Sudah! Sudah! Semua bubar ... jangan lagi membahas ini. Awas ada yang merekam dan berita ini menyebar sampai keluar lingkungan kampus. Saya akan beri hukuman berat!" kecamnya sambil membubarkan kerumunan.

Perlahan semua pun memilih pergi dari kantin. Mereka tidak mau bernasib sial seperti Max. Sementara itu wakil kepala yayasan mendekati Radit kembali lalu menepuk pundak Radit sambil memberikan senyuman palsu.

"Itu saya yang lapor. Biar dia jera. Saya akan membelamu," ucapnya berbohong.

Radit menaikkan alisnya satu. "Bapak yang panggil polisi?"

"Ya. Demi menjaga kepercayaan lingkungan kampus. Kami bersikap netral dan tidak boleh memihak. Bukan begitu?"

Radit diam tak menjawab. Dia tahu wakil kepala yayasan berbohong.

"Apakah ini yang dimaksud Tuan Brando tadi? Pria itu benar-benar membuat wakil kepala mencabut hukuman kepadaku bahkan berlutut meminta maaf. Sekarang dia juga membawa polisi untuk menangkap Max karena sudah mencelakaiku. Aku rasa aku tadi kelewatan marah dengannya," batin Radit merasa bersalah.

"Pak,"

"Ya?"

"Bapak ada nomor ponsel Tuan Brando?" tanya Radit.

"Oh, tentu ada. Ahaha! Kau pasti mau mengatakan kepadanya tentang semua kebaikanku, kan? Kau memang mahasiswa yang baik."

Radit tersenyum terpaksa.

"Aku akan meneleponnya. Bisa minta nomornya."

Wakil kepala pun dengan senang hati memberikan. Ia merasa riang karena berpikir Radit memihaknya dan akan menolongnya agar tidak mendapat masalah untuk jabatannya.

Setelah mendapatkan nomor telepon Tuan Brando. Radit pun langsung menghubungi pria itu.

"Halo ...."

****

Usai urusannya di kampus, Radit pulang ke rumah mertuanya. Baru di pertigaan menuju komplek perumahan, sepeda motor bututnya mati. Mau tak mau, Radit harus menuntunnya dan merubah tujuannya menuju bengkel.

Panas terik membuat dirinya berpeluhan. Ia berulang kali mengusap wajahnya yang tampan itu.

Tiiiittttt ... Tiitttt!

Sebuah mobil membunyikan klaksonnya. Radit menoleh ke asal suara. Seseorang menurunkan kaca mobil lalu dengan sengaja mengambil foto dengan ponsel miliknya.

"Lihat, pria miskin sepertimu sungguh hanya membuat keluarga Nasution malu. Ini aib. Hahaha!"

Radit mendengkus. Ia mencoba tak menggubris ledekan pria di dalam mobil itu. Radit justru menoleh ke kanan dan ke kiri bersiap ingin menyebrang sambil menenteng motornya yang mati.

Kesal karena merasa Radit cuek, pria itu sengaja sekali menyerempet Radit hingga terjatuh bersama motornya. Melihat Radit terjatuh, pemilik mobil itu melajukan mobilnya kembali meninggalkan Radit yang kesakitan.

"Woyyyy!" Radit berteriak lalu merintih.

Ingin sekali mengejar lalu melempari mobil mewah itu dengan batu. Sayangnya, itu tidak mungkin.

Sudah jatuh tertimpa tangga pula, mungkin itu perumpamaan yang pas untuk yang Radit alami. Ia pun perlahan bangun sambil meringis.

"Dasar tua bangka!" umpatnya kesal.

"Tunggu dulu, itu kan arah rumah ayah mertua. Ck. Apa dia mau ke rumah ayah mertua? Dia pasti akan menganggu Lucy jika tidak ada aku. Aku harus segera pulang kalau begitu!" ucapnya berbicara kepada dirinya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status