Abimanyu langsung mengayunkan langkah lebarnya dengan cepat bersamaan dengan lengkingan keras suara sang ibu.
"Abi capek, Mah. Mau istirahat." Sudah di tengah tangga pula anak itu.
Sementara Affandi dan Aiman yang mendengar suara Binar yang memekik keras, langsung Affandi menghampiri sang istri.
"Ada apa?" Affandi tampak cemas.
Binar mengentakkan kaki sambil membawa nampan yang dipegangnya di ruang keluarga. Menaruh benda tersebut dengan wajah muram.
"Ada apa, Nona?" Lagi, Affandi bertanya cemas. Aiman pun ikutan panik dengan pandangan mengarah ke lantai atas, ke pintu kamar Abimanyu.
"Abi, Bang ... Abimanyu minum lagi!" Ketus, Binar berucap. "Sudah berapa kali aku bilang, jangan minum!"
Affandi menghembuskan napas panjang. "Wajarlah, Nona. Kalau Abi nggak minum, ya mati."
Langkah Abimanyu dan Chelsi yang menuju ke luar kantor, terhalang oleh kedatangan Angkasa. Pria dengan setelah jas rapi itu, mengernyit melihat kelakuan abang sepupunya yang makin hari, makin tidak bisa ditolerir. Angkasa segera menahan langkah Abimanyu yang menyeret Chelsi."Minggir!" Tingkah Angkasa membuat Abimanyu geram. Dia melayangkan tatapan tajam pada sang adik sepupu."Lepasin dia!" Angkasa malah mengalihkan pandangan pada pergelangan tangan Chelsi yang digenggaman kuat oleh Abimanyu. "Lepas!" lanjutnya menegaskan."Jangan ikut campur urusanku!" Abimanyu menepis kasar tangan Angkasa yang hendak meraih lengan Chelsi. "Jangan pikir kamu direktur di perusahaan ini, saya akan tunduk padamu?" Tatapan Abimanyu, melayangkan permusuhan.Angkasa menghela napas dalam-dalam. Dia mengamati raut kesakitan yang terpajang di wajah manis Chelsi. Angkasa memang tidak tah
Sudah hampir seminggu, Chelsi bekerja di Group Adipati. Selama seminggu itu pula, Chelsi tak pernah lagi melihat Abimanyu datang ke kantor. Di ruangannya, Chelsi disibukkan dengan file-file yang menggunung, diberikan oleh Revi. "Kerjakan semua ini!""Ini juga!""Semua ini diperintahkan oleh Pak Angkasa. Karena Pak Abi tak datang ke kantor, jadi kamu yang harus meng-handeled pekerjaannya. Bisa 'kan? Kalau nggak bisa, ya mending keluar aja."Setiap hari, Revi masuk ke ruangan Chelsi sambil membawakan gadis itu pekerjaan. Dengan menjual nama Angkasa, Revi memberi perintah sesuka hati. Bahkan, ada beberapa pekerjaan yang harusnya dia kerjakan, tetapi malah menyuruh Chelsi untuk mengerjakannya. Lima hari ini, Chelsi pulang sampai larut malam. Kadang, dia takut sendirian bekerja di kantor. Dia juga takut pulang sendirian. Tapi apa boleh buat, semuanya harus dia lawan demi sesuap nasi. "Heh, mau ke mana?" Revi menahan ketika melihat Chelsi keluar ruangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 12.
Wajah gadis itu memucat dengan langkah yang perlahan tertarik ke belakang. Hampir saja terjungkal saat pahanya menabrak kursi, untung seseorang yang dia tampar tadi lekas menahan pinggang ramping wanita itu. Menariknya mendekat. Mata Chelsi membulat sempurna mendapat perlakukan tiba-tiba seperti itu. Sementara pria dingin di hadapannya tetap memperlihatkan raut datar. Dari cahaya senter ponsel si pria, mereka bisa saling melihat netra masing-masing. Chelsi tenggelam beberapa saat dalam tatapan elang yang tampak menghunjam itu, sementara sang pria terlena menatap mata bulat di bawah dadanya. Sampai petir kembali berkilat disusul raungannya yang keras, Chelsi terlonjak sadar."Maaf, maaf." Gadis itu segera menjauh, sambil mengusap lengannya yang terasa basah."Dasar bodoh!" umpat sang pria yang tak lain adalah Abimanyu. Dia mengusap wajahnya yang terasa lumayan memanas akibat tamparan si gadis.
Chelsi menatap lekat kedalaman mata yang tampak kelam itu. Sementara Abimanyu tetap memperlihatkan raut datar, sambil menungunci tatapan si gadis. Mencoba meneror pikiran gadis itu dengan perkataan juga sikapnya."Mau saya buatkan mie, Pak?" Chelsi bangkit berdiri, memutuskan kontak mata dengan Abimanyu.Sementara sang pria tak menjawab apa pun. Dia lapar, tapi gengsi bilang iya. Alhasil, dia hanya menutup mata.Melihat sang bos hanya diam saja, Chelsi berinisiatif membuatkan mie tersebut. Lagi pula, dia juga sudah merasa lapar. Sebelumnya, sore tadi dia sudah membawa amunisi buat teman lemburnya malam ini. Karena tidak mungkin, jika dia lapar, harus ke pantry dulu di sela kesibukannya."Iyah, tinggal satu." Chelsi mengulum bibir sendiri, baru teringat tadi sudah menyeduh satu cup mie instan. Tinggal satu lagi. Sementara dia sudah menawarkan akan me
Cahaya mentari di pagi hari menembus kaca jendela besar itu. Menghantarkan hangat juga silau pada wajah manis yang berada di dalam ruangan tersebut. Chelsi menggeliat, alisnya bertaut tak suka pada cahaya yang menganggu tidurnya, yang terasa baru sekejap. Dia menggeliat lagi, dan merasakan begitu nyaman tempat tidurnya saat ini. Begitu empuk, lengkap dengan selimut yang membalut tubuhnya.Tunggu? Selimut? Chelsi langsung mengingat jika semalam terlelap sambil terduduk di lantai. Segera gadis itu membulatkan mata. Bangun, dan mengecek pakaian ketika mengingat jika dia semalam terjebak bersama sang manajer yang selalu memancing hal tidak-tidak padanya."Huft, syukurlah ...." Chelsi menghembuskan napas lega. Tapi setelah itu, dia terdiam sambil berpikir keras. Dirinya sekarang tertidur di sofa, dibalut selimut pula. Siapa yang melakukannya?"Apakah Pak Manajer?" Gadis itu menged
Chelsi lari menuju ke dalam kantor, dengan Abimanyu yang mengejarnya lewat tatapan tajam. Ingin menangkap gadis kurang ajar itu, tetapi lengan Abimanyu gegas dicekal oleh gadis yang memberikan Abimanyu kue cokelat tadi."Lucu sekali kamu, Abi. Demi menghindariku, malah menarik gadis lainnya untuk menjadi tunangan pura-pura kamu. Mana gadis itu nolak kamu mentah-mentah pula." Tawa yang dibuat seolah mengejek Abimanyu itu, berhasil membuat ego sang pria tertampar.Rahang Abimanyu mengeras, tatapan tajamnya dia lemparkan ke gadis berbaju mini itu. "Lepas!" perintahnya tegas sambil menatap lengan kekarnya yang masih digenggam erat si gadis bodoh di sampingnya itu."Abi ....""Menjauh dari hadapanku!" Abimanyu sedikit menyetak lengan halus itu, membuat Friska sedikit terhuyung ke belakang.Mengembuskan napas kasar, Abimanyu kembali m
Layangan tangan Revi terhenti di udara, dengan tatapan melotot pada siapa yang lancang, berani menghentikan tamparannya ke Chelsi. Sementara Chelsi juga ikutan melebar matanya melihat pria dengan rompi maroon itu, yang telah menyelamatkan dirinya dari layangan tangan kasar Revi. Sebenarnya, Chelsi bukannya tak bisa melawan wanita seperti Revi. Tapi, dia sadar jika Revi bukanlah lawannya. Chelsi takut, jika dia ikutan bertindak kasar, dipastikan tulang sekertaris direktur itu bisa saja patah."Apa yang kau lakukan pagi-pagi begini di ruanganku, hmm?" Pria yang tak lain adalah Abimanyu itu, menggengam keras lengan kecil itu."Aww, sakit, Pak." Revi meringis, tak tahan dengan tenaga kuat Abimanyu."Jangan mencari masalah, jika tak ingin disakiti!" Abimanyu menyentak lengan Revi. Pinggul wanita itu sedikit membentur meja. Membuatnya kembali meringis."K
Mendengar suara dengan intonasi dingin di belakangnya, Chelsi sontak berbalik. Mengahadap kegelapan. Sepertinya familiar dengan suara bariton yang mencekam itu. Lampu di dalam mobil dinyalakan oleh si empu mobil, membuat mata Chelsi sontak menutup erat. Netranya terkejut dengan cahaya yang tiba-tiba itu. Dan ketika hendak membuka mata, wajah sang manajer garang itu memenuhi indra penglihatan."P-Pak ...?" Melotot gadis itu ketika mengetahui dia masuk ke sarang serigala. Pandangannya mengedar tak percaya ke seisi mobil, lalu terhenti pada wajah Abimanyu yang tampak datar. "I-ini mobil Anda?" tanyanya tertekan.Abimanyu tak menjawab. Dia sedang berusaha menahan senyum. Entah kenapa, wajah Chelsi dengan raut syok seperti itu sangat menggemaskan untuk dilihat. Belum lagi wajahnya yang mulai merona merah, menambah kesan manis di wajah gadis tersebut."Malu dilihat Angkasa dalam kondisi