Kejadian lama pun diangkat lagi, masih membicarakan kemesraan yang sudah lalu itu.Ekspresi Alya sedikit berubah. Bibir merahnya bergerak. Akhirnya, Alya menatapnya dan berkata, "Rizki, kamu sungguh nggak tahu malu."Pria ini sudah memiliki Hana tetapi masih ingin berhubungan dengannya.Memangnya dia pikir dia siapa?Benar-benar lucu.Apakah 5 tahun yang lalu Rizki belum cukup menyakitinya?"Nggak tahu malu?"Rizki melangkah ke depan, makin mendekat, memaksa Alya untuk mundur hingga ke sudut ruangan. Ketika Alya mencoba untuk kabur, pria itu mengulurkan tangannya, menghalangi jalan keluar Alya. Rizki tersenyum dan berkata, "Waktu kamu berada di atas tempat tidurku, kamu nggak berkata seperti itu."Plak!Alya tidak bisa mengendalikan emosinya dan menampar Rizki.Sepertinya Rizki tidak menduga Alya akan tiba-tiba menamparnya, sehingga wajahnya pun tertampar hingga menoleh ke samping.Begitu dia tersadar, dia segera menggenggam pergelangan tangan Alya, lalu membungkuk dan mencoba untuk me
Melihat mata basah wanita cantik ini, Felix merasa sangat menyesal. Dia merasa dirinya benar-benar seorang bajingan.Dia ingin dengan hati-hati bertanya, tetapi Alya langsung berjalan melewatinya tanpa berniat untuk berhenti dan berbicara padanya.Felix berdiri terdiam. Di dalam pikirannya, hanya ada sepasang mata dingin yang terus menahan tangis. Rasa bersalah pun memenuhi hatinya.Ketika dia hendak mengejar, Alya berhenti melangkah. Wanita itu berbalik dan menghampirinya lagi."Pak Felix.""Ah?" sahut Felix."Apakah kamu sama sekali nggak mau berinvestasi di perusahaanku?""Apa?"Felix terkejut mendengar perkataannya. "Ber ... berinvestasi di perusahaanmu? Kamu mendirikan perusahaan? Tunggu, jadi yang kamu maksud dengan membicarakan pekerjaan adalah ini?"Mendengar ucapannya ini, Alya pun menunjukkan sedikit kecurigaan di sudut matanya."Kalau bukan, memangnya apa lagi?""A ... aku kira kamu akhirnya sudah mengambil keputusan dan mau bekerja di perusahaanku. Kemudian Rizki, bajingan
Di ruang kantor lantai teratas.Felix baru saja naik dan segera mencari Rizki."Hei, hei, aku kira dia mau bekerja di perusahaanku, tapi ternyata dia datang untuk mencari investasi. Apakah kamu sudah mengetahui hal ini dan nggak memberitahuku?""Lalu, apa kamu tahu bahwa wajahnya terlihat buruk saat dia meninggalkan perusahaan? Apa kamu membuatnya menangis seperti itu?"Rizki yang awalnya bersandar di dinding, membeku sejenak ketika mendengar perkataannya. Kemudian, sebuah senyum muncul di bibir tipisnya."Begitukah?"Wanita sekejam itu masih bisa menangis?Sungguh aneh."Apa? Dilihat dari ekspresimu, sepertinya kamu nggak percaya? Sialan, apa kamu benar-benar nggak tahu betapa bajingannya kamu? Kamu sudah membuat seseorang menangis tapi kamu masih secuek ini."Rizki tidak merespons, dia berdiri di sana dengan bibir terkatup dan wajah pucat.Akan tetapi, Felix yang ceroboh tidak menyadari ada yang aneh dan masih terus mengoceh."Dengan sikapmu ini, aku bahkan nggak tahu apa yang ingin
Ketika memikirkan Alya yang kemarin memakai pakaian berkuda di arena pacuan, yang tampak begitu polos dengan rambut panjang terurai, Felix masih merasa berdebar.Kenapa Alya harus menjadi wanitanya Rizki?Seandainya dia bersama pria lain ....Karena telah lama bersamanya, sang asisten mungkin tahu apa yang ada di benak Felix. Asisten itu berkata, "Pak Felix, kalau kamu menyukainya, kejarlah dia. Lagi pula, mereka berdua hanyalah masa lalu. Sekarang Nona Alya melajang, mengejarnya juga bukanlah tindakan ilegal.""Kamu nggak mengerti, gampang saja kamu berbicara. Apakah kamu nggak melihat penampilan Rizki? Pria itu sama sekali belum melepas Alya. Kamu menyuruhku untuk mengejar Alya? Bukankah artinya aku akan melawannya?"Sang asisten tampak bingung. "Bukankah Pak Rizki sudah punya tunangan?""Maksudmu Hana? Apanya yang tunangan?""Tapi semua orang berkata seperti itu. Selama bertahun-tahun ini, di sisi Pak Rizki ....""Maksudmu selama bertahun-tahun ini, nggak ada orang lain di sisi Rizk
Perkataan Angga membuat Alya merasa sangat tidak nyaman. Bahkan, ekspresi dan nada bicara Angga yang percaya diri membuat perkataannya tadi terdengar benar.Apa yang tidak ada, dibuat seakan-akan ada."Kalau nggak ada apa-apa, seharusnya kamu akan cuek saat mendengarku berkata seperti itu. Lagi pula, kebanyakan orang nggak akan merasakan apa-apa bila luka mereka yang sudah sembuh disentuh.""Begitu, ya?" Alya terkekeh pelan. "Pak Angga, luka yang sudah sembuh memang nggak akan sakit saat disentuh. Tapi bila kamu memukul luka itu dengan tongkat, apa kamu berani bilang itu nggak sakit?"Mendengar ini, Angga mengangkat alisnya."Aku hanya mengatakannya dengan santai, tapi kamu mendeskripsikannya seserius itu? Atau mungkin, orang yang terluka itu masih belum sembuh karena lukanya terlalu parah."Saat ini, senyum di bibir Alya perlahan menjadi dingin."Kamu salah paham, aku sungguh nggak peduli."Angga mengangkat bahunya. "Bos, kalau kamu bisa mengesampingkan masalah pribadimu dan fokus pad
"Kalau kita benar-benar nggak bisa menemukan sponsor di sini, tentu saja menemukan satu di luar negeri juga bagus. Hanya saja, kita ini perusahaan kecil. Saat ini, orang-orang di dalam negeri kebanyakan mencari pekerjaan yang stabil. Meskipun perusahaan di luar negeri itu besar, tapi mereka jauh. Bisnis mereka juga mungkin nggak matang. Mungkin beberapa orang akan mau datang, tetapi nggak banyak."Mendengar hal ini, Alya juga memiliki beberapa ide."Jadi kalau kita sudah menemui jalan buntu, cara ini masih bisa kita pakai?""Ya. Kenapa? Ada sponsor yang kamu tahu di luar negeri?" Angga memasang ekspresi bergosip. "Apa kamu keberatan kalau aku menanyakan hal pribadi?"Tanpa mendengar pertanyaannya pun Alya sudah tahu, jadi setelah Angga selesai berbicara, Alya langsung menolaknya, "Keberatan."Mendengar jawabannya, Angga tersenyum dan berkata, "Sebenarnya aku ingin bertanya apakah nanti Bos akan menikah lagi, bukankah sekarang kamu lajang?"Alya terdiam.Dia melihat Angga dengan tak ber
Irfan adalah orang yang sangat peka. Kemarin dia hanya menginap satu malam dan malam ini dia tidak bilang akan menginap lagi.Sebelum pergi, Irfan berkata padanya, "Besok pagi aku akan membawakan sarapan dan sekalian mengantarmu."Alya terdiam sejenak, lalu mengangguk."Oke, aku mengerti."Melihat wanita ini tidak menolaknya lagi, Irfan pun mengelus kepala Alya. "Akhirnya kamu nggak bilang nggak usah lagi, ini suatu kemajuan untukku. Ayo teruskan."Alya memandang Irfan, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu."Jangan berpikir berlebihan."Sepertinya Irfan dapat memahami maksudnya, tetapi dia masih mengatakan isi hatinya, "Sebenarnya saat kita di luar negeri, aku nggak pernah punya kesempatan untuk memberitahumu, tapi sekarang seharusnya aku punya. Meskipun waktunya nggak tepat, Alya, aku ingin memberitahumu bahwa kalau kamu memilihku, aku pasti akan menjadi seorang ayah yang baik. Aku akan memperlakukan Maya dan Satya layaknya anakku sendiri. Aku juga dapat menjamin, bahwa se
Jika tidak membicarakan siaran langsung, Alya benar-benar hampir melupakan masalah ini.Ketika sedang bersiap untuk kembali ke Negara Surya, kegiatan siaran langsung kedua anaknya untuk sementara dihentikan.Karena faktor lingkungan, mereka tidak mengumumkan kapan mereka akan kembali melakukan siaran langsung. Belakangan ini Alya juga sibuk, jadi dia tidak memperhatikannya.Sekarang, setelah dibicarakan oleh kedua anaknya, dia pun mengeluarkan ponselnya dan mulai membaca komentar.Ternyata, lebih dari setengah bulan telah berlalu. VIdeo terakhir yang dia unggah juga memiliki puluhan ribu komentar.Komentar-komentar ini bertanya kapan mereka akan kembali, bahkan sebuah komentar yang mengekspresikan kerinduannya pada Satya dan Maya juga menjadi komentar terbaik."Hmm." Alya berpikir sejenak. "Sebenarnya dengan tugas sekolah kalian yang sekarang, siaran langsung bukannya nggak mustahil, hanya saja mulai sekarang kita nggak bisa melakukannya terlalu sering. Selain itu, sebaiknya kita lebih