Herman hanya membaca pesan itu, dan tak berniat untuk membalasnya. dimasukkan kembali ponselnha kedalam saku celananya. Dia fokus kembali pada wanita didepannya.
Waktu terasa sangat lama bagi Herman, sesaat setelah Amira tak sadarkan diri. Herman teringat akan pekerjaan kantornya, ia segera mengambil ponselnya kembali.
"Andi, mungkin beberapa hari ke depan aku tidak masuk kantor, istriku sakit. Tolong handel semua tugasku. Datanglah ke Rumah sakit xx andai ada hal penting yang harus ku tandatangani"
"Baik pak, akan saya laksanakan semua tugas saya dengan baik, semoga istri bapak lekas sembuh"
"Hmmm" Herman langsung menutup telponnya. Tiba-tiba ponsel Amira berdering, dilihatnya mama memanggil. Yap, mama hana memanggil Amira, Herman gelagapan, dia bingung apa harus mengangkatnya atau membirkannya. Dia berpikir sejenak, kemudian mengangkat telpon dari mertuanya itu.
"Ya mah, ini aku Herman "
Pelukannya semakin kuat, ia takkan menyia-nyiakan istri dan anaknya lagi. Begitulah pikiran Herman saat ini.Setelah dirasa Amira cukup tenang, dilepaskannya pelukannya itu, dicium keningnya hingga beberapa kali, ya mungkin itulah bukti bahwa Herman benar-benar takut kehilangan Amiranya. Amira hanya diam diperlakukan seperti itu oleh suaminya. Tiba- tiba suara perut Amira memecah keheningan diantara mereka berdua, Amira spontan memegangi perutnya. Wajahnya sedikit memerah menahan malu."Kau lapar sayang?ohh iya bagaimana aku bisa lupa, kau tak sadarkan diri hampir 7jam,Herman mengambil makanan di nampan dan bersiap menyuapi Amira. "Buka mulutmu sayang, aa, aa..ia membulatkan mulutnya membentuk O sebagai contoh kepada Amira. Amira yang sangat merasa lapar langsung membuka mulutnya, dan menerima suapan Herman satu persatu, sesekali mereka saling pandang. Entah kenapa ada rasa canggung diantara mereka,
Amira tak berhenti menatap suaminya, ingin rasanya dia memeluknya, tapi situasi tidak mendukung untuk saat ini. Herman yang merasa ada sesuatu yang menywntuhnya akhirnya terbangun. Dikedip-kedipkan matanya berulang. Ia setengah tak percaya dengan apa yang ia lihat. Nampak wajah Amira begitu dekat dengannya. Terlihat mata Amira yang sendu, bibir merahnya yang ranum, kulitnya yang bersih menghiasi pandangannya zaat ia membuka mata. Matanya terbelalak melihat wajah istrinya itu. Ia tersenyum tipis, sedikit namun membuat jantung Amira berdegup dengan cepat. Wajahnya memerah seperti tomat matang. yap Amira merasa malu karena kepergok diam-diam mencium dan memandangi Herman dengan intens. Sontak ia menjauhkan wajahnya dari Herman, namun kalah cepat dengan tangan Herman yang langsung meraih tengkuk Amira dan mendekatkan wajahnya kembali."A aa aapa yang kau lakukan mas ?" tanya Amira gugup. Herman hanya menyeringai puas. " Bukankah aku ya
Tak lama Amira keluar, dia nampak telah segar dengan pakaian baru yang ia kenakan. Wajahnya tak lagi pucat seperti kemarin. Herman tertegun menatap Amira yang berambut basah. "Kau nampak lebih segar sayang" ucap Herman dengan seulas senyumnya. Amira hanya menunduk malu mendengar pujian Herman. "Kau segeralah mandi mas, kita akan segera pulang kan? aku sudah pulih benar sekarang" ajak Amira sambil membereskan pakaian miliknya."Ijinkan aku memelukmu, sebentar saja," Herman mulai menggoda Amira. Tangannya yang nakal, mencubit gemas pipi istrinya."Mas, malu!" Amira menepis tangan Herman."Baiklah, Mas faham kalau kamu ingin segera pulang, kamu kengen kan?" goda nya lagi."Sudah la Mas..mandi gih sana!" Herman pun akhirnya mengalah, dan segera ke kamar mandi. "Tok tok tok" suara dibalik pintu terdengar, dokter masuk beserta lerawat disampingnya. "Anda terlihat sudah pulih nyonya Amira?" ucap dokter sambil mendekati
Herman yang menyaksikan pemandangan didepannya sejenak berhenti dari makannya. Baru pertama kali ia melihat seorang wanita makan dengan lahap tanpa rasa malu didepannya. Suapan demi suapannya seperti orang yang benar-benar sedang kelaparan. "ia sangat rakus" Herman berbicara dalam hatinya. "Hati-hati tersedak nona, jangan terlalu terburu-buru begitu" ucap Herman."Owh euh,, heeh " Hanya kata itu yang keluar dari Adinda, baginya sekarang perut kosongnya yang paling penting. Kapan lagi ia bisa menemukan makanan seenak ini, dan yang pastinya gratis. Setelah selesai dengan makanan didepannya, ia melirik minuman berwarna lemon dimejanya, minuman itu nampak menggairahkan, sangat segar dipandang, diraihnya segera minuman itu, dalam satu tegukan minuman itu tandas begitu saja. Herman semakin heran melihat tingkah perempuan didepannya itu. "Sudah berapa hari anda tidak makan?" Herman bertanya sambil memicingkan matanya."Apa maka
Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata memperhatikan tingkah mereka berdua, ya...mama Hana sedang menyaksikan keromantisan anak dan menantunya.Dalam hatinya, ia sangat merasa senang karena anaknya mendapatkan suami seperti Herman. Ia merasa tidak khawatir lagi walaupun ia tak ada disisi Amira, karena menantunya bisa diandalkan. "Khemm,, suara mama Hana membuat keduanya salah tingkah, Herman langsung melepaskan tangannya yang saat ini sedang memegang erat tangan Amira. Wajahnya menoleh kesana kemari, seolah mencari sesuatu yang tak jelas. "Maaf mengganggu kalian, mama hanya ingin melihat keadaan Amira. ucap Hana sambil mendekati mereka. "Tapi sepertinya mama lihat Amira sudah pulih yah? bahkan sangat pulih" Hana sedikit menggoda mereka. Dengan mencubit pinggang Amira."Aaah mama, kenapa tidak mengetuk pintu dulu? Amira mengerucutkan bibirnya manja."Mama senang melihat kalian seperti ini, tetap begini ya, jaga keharmonisan
Segera ia mengeluarkan ponselnya mencari nomor Adinda, ditekannya dengan kuat nomor bertuliskan Adinda, namun sayang tak ada sahutan sama sekali. Sudah lebih dari sepuluh kali ia meneleponnya, tapi tetap tak ada jawaban. Kemudian ia menelepon nomor yang pertama mengirim video itu ke ponsel Andi, namun lagi-lagi tak ada jawaban. Hal itu membuatnya semakin frustasi. "Masalah apalagi ini?" Herman memegang keningnya dan mengurutnya dengan kuat sampai menimbulkan bekas merah dikeningnya. Barusaja ia merasakan sedikit perasaan lega kini datang lagi masalah yang lebih parah. "Kenapa masalah datang bertubi-tubi, apa ini karmaku karena melanggar perjanjian suci dihadapan Tuhan? Herman memejamkan matanya sambil berpikir kuat. Ponselnya berdering. " Ya bagaimana Andi? sudah kau bereskan semuanya?"Dalam waktu 2jam kabar itu akan segera kita dapatkan pak"" Aku tak mau mendengar alasan apapun, segera selesaikan sceepatnya!!!
Ditambah banyak kenangan yang masih membekas dalam dipikiran dan hatinya,terlebih didalam ponselnya, ia menyimpan banyak foto Herman bersamanya. Saat dia iseng membuka-buka galery di ponselnya, ia menemukan video terakhir yang ia rekam, ya..itu adalah adegan saat dia bercinta dengan Herman. Tanpa sepengetahuan Herman, dia selalu merekam diam-diam kegiatan intim mereka, bukan apa-apa, awalnya itu digunakan hanya untuk mengusir rindu saat Herman tak bersamanya. Namun berhubung Herman mencampakkannya begitu saja, ia mulai menyusun rencana busuknya. Dulu Adinda adalah karyawan dikantor Herman, maka dia tahu salah satu no ponsel karyawan disana, dan tentu no ponsel Andi. Ia sengaja mengirimkan video itu, untuk memberi pelajaran pada Herman. "Sepertinya aku harus sedikit bermain-main dengannya. Adinda tertawa terbahak- bahak setelah ia berhasil mengirim video itu. Dengan begitu Herman tak akan lagi menganggapnya remeh. Dia mampu melakukan hal yang tak pernah
Di dudukinya kursinya, ia memesan kopi hitam kesukaannya. Sambil menunggu perempuan itu, dia menyeruput kopi hitamnya, sedikit demi sedikit, sambil memukul-mukul pelan meja didepannya dengan telunjuknya. Menunggu adalah hal yang paling dia benci, namun karena perempuan itu, dia harus menunggu hampir setengah jam. Tak terasa dia sudah menghabiskan dua gelas kopi hitam didepannya. Waktu berlalu, hingga akhirnya matanya melihat sosok dari kejauhan perempuan dengan warna merah menyala. Dressnya yang seksi diatas lutut, sepatu high heelsnya senada dengan tasnya. Dari cara berjalannya Herman sangat kenal kalau itu adalah perempuan yang sedang ia tunggu. Herman mengepalkan tangannya erat, kalau saja disana tidak ada orang, mungkin dia sudah merusak wajah perempuan itu dengan tangannya. Perempuan itu semakin mendekat, dilenggak lenggokannya tubuhnya, seolah dia sedang menggodanya. Namun bukannya tertarik, Herman merasa sangat mual melihat perempuan didepannya.