Keluar dari ruangan Lina dengan perasaan tak karuan, Langit justru bertemu seorang lelaki. Lelaki yang entah kenapa seperti familiar di benaknya.Mereka saling bertatapan."Bisa bicara sebentar," tanya lelaki itu pada Langit."Anda siapa?""Saya Reno, mantan suaminya Lina."Langit terhenyak."Aku minta waktu sebentar saja, ada hal penting yang inginku bicarakan dengan Mas Langit."Meski diawali rasa ragu untuk mengiyakan, tapi entah kenapa langkah Langit terulur jua untuk mengikuti lelaki di hadapannya. Mereka duduk di kantin rumah sakit."Sudah lama saya ingin ke Jakarta terutama untuk menemui Mas Langit. Tapi selalu terkendala karena mengurus ibu kandung yang sedang sakit.""Ada perlu apa kamu ingin menemuiku."Lelaki di hadapan Langit tersenyum kecil."Maaf sebelum aku jujur tentang tujuanku menemuimu, bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan saja pada Mas Langit?""Silahkan.""Apakah Mas Langit dan Lina sudah resmi menikah?""Memangnya kenapa?"Lelaki di hadapan Langit menarik napa
Langkah Hana terhenti saat mendapati lelaki yang keluar dari kamar rawatan Hana menyapa merwka.Udah pada ramai-ramai di sini, ah ada dr. Rezky juga ternyata? Apa kabar dok?"Dr. Helmi mengulurkan tangan menyalami dua lelaki dan satu perempuan yang ada di hadapannya."Alhamdulillah, sangat baik. Dok sendiri apa kabar?""Sehat, bahkan semakin sehat. Lihat saja berat badan saya yang semakin tua semakin bertambah."Lelaki-lelaki itu tertawa."Ngomong-ngomong pada mau ngejenguk Lina semua ne?" tanyanya menatap satu persatu yang hadir di tempat itu.Rezky mengangguk."Owalah, Lina pasti senang dikunjungi sama teman-temannya."Pandangan dr. Helmi tertuju pada Syaina."Yang ini siapa Dok?" tanyanya pada Langit.Rezky terhenyak, sementara Hana hanya bisa mengelus dada. Pada kenyataan selama ini Langit memang selalu tak pernah menganggap mereka ada."Ini anak saya dok.""Masya Allah udah sebesar ini."Dua netra dr. Helmi seketika menatap Hana."Ini ibunya?"Langit mengangguk, sementara Hana me
"Innalilahi wainnailaihi rajiun."Lina mengusap wajah yang penuh air mata, penyesalannya demikian dalam menghujam dada. Padahal ia sudah tahu bahwa kondisi jantung sang ibu belum stabil, sehabis berdebat tempo hari dengan Langit. Harusnya ia bisa menjaga tutur bicara agar tidak mengguncang perasaan sang ibu hingga membuat ia mengalami serangan jantung kembali.Ya Allah ... Karena dendamku, ibu meregang nyawanya. Apa yang sudah kulakukan. Tolong kembalikan waktu, aku ingin mengubah semu pikiran buruk ini. Demi ibu. Demi nyawa ibu.Lina memegangi jasad ibundanya yang sudah terbungkus kain kafan. Air mata mengalir tanpa jeda di kedua sudut. Langit yang berdiri di ambang pintu menyaksikan dengan perasaan sedih. Ia melangkah masuk lebih jauh."Sudah berhentilah menangis, aku yakin Ibumu sudah tenang di sisi Allah.""Aku menyesal, Mas. Akulah penyebab kepergiannya.""Tak ada satupun di dunia ini yang terjadi tanpa kendali dari-Nya. Kamu harus percaya itu."Langit membalikkan badan hendak pe
Lima belas menit sudah ibunda dokter Rezky duduk bersama keluar Datuk Basri, tak ada tanda-tanda anaknya keluar dari kamar. Ibu Hanum memerintahkan adiknya untuk mengecek ke kamar sang anak."Uda Rezky, Ama memanggil. Di suruh cepat sedikit."Dengan berat hati Rezky keluar dari kamar. Akhirnya, ia ikut bergabung bersama ibunda dan keluarga Datuk Basri.Percakapan hangat sebelum proses lamaran terjadi. Datuk tampak akrab dengan ibunda dokter Rezky. Sementara di sisi lain, sang lelaki hanya terdiam. Sama halnya dengan putri Datuk. Gadis itu juga ikut terdiam.Lima belas menit terlalui dalam suasana yang cukup menyenangkan hingga masuk dalam tahap lamaran."Jadi mungkin Uda Rezky udah tahu maksud kedatangan Datuk kemari?"Rezky terkesiap. Meskipun sudah bergelar dokter spesialis tapi dia tetap takzim pada orang tua. Inginnya tak menolak, tapi hati memberontak."Ambo tahu Datuk.""Kalau begitu bagaimana pendapatmu. Apa kau setuju menikahi putriku?"Rezky menatap Mika yang masih menunduk.
Hana sedikit gelagapan. Ia menepis segala keraguan yang mencoba menggoyahkan niatnya untuk bersama Rezky."Terserah Mas saja, tapi saya hanya takut jikadipercepat, Syainanya justru belum siap. Hana belum memberitahu apapun padanya tentang hal ini.""Tidak apa, Syaina akan kita beritahu perlahan."Hana terdiam sejenak."Bagaimana tanggapan Mama dan saudara Mas di kampung? Apa mereka setuju Mas menikahiku?"Rezky menatap Hana secara dekat."Jangan risaukam restu, aku ini sudah dewasa. Bisa memutuskan apa yang terbaik untuk diriku sendiri.""Maksud Mas?""Sudah lupakanlah, bulan depan. Bagaimana?"Hana masih dipenuhi rasa penasaran, tapi pertanyaan Rezky lagi-lagi membuyarkan rasa itu."Bulan depan?""Iya ada tanggal cantik di bulan depan. Tanggal dua bulan dua tahun dua ribu dua puluh dua."Hana tercenung sejenak."Lo kok melamun? Siap nggak kembali jadi seorang istri?"Hana memejam sejenak, lalu tersenyum. Senyum yang membuat Rezky semakin ingin segera memilikinya, cantik dan menawan.
Wajahnya teralihkan untuk menatap Langit. Mereka saling bertatapan hingga getar ponsel sang lelaki membuat keduanya terhenyak.Langit menunduk sejenak mengontrol perasaan hati, lalu mengeluarkan ponsel di saku celana untuk kemudian membaca pesan yang terkirim ke benda pipih tersebut.Sebuah pesan dari Rezky. Ia abaikan dan menyimpan kembali ponselnya."Jika waktu bisa berputar, satu hal yang tidak akan Mas sia-siakan. Mencintaimu Han."Dua netra Langit tiba-tiba terlihat basah."Tapi sayangnya waktu memang nggak bisa berputar. Mas cuma bisa doa aja, supaya kelak hidup kamu bahagia."Ucapan itu pada akhirnya ikut membuat dua netra Hana basah. Hanyut dalam suasana."Terima kasih atas doa baik Mas untuk saya. Saya juga akan mendoakan Mas Langit, supaya mendapat jodoh yang baik yang bisa menuntun Mas menjadi pribadi yang lebih baik lagi.""Aammiin ...."Mereka kembali saling memandang."Mas nangis?"Langit menekan dua bola matanya lalu tersenyum."Kamu juga nangis?"Hana memaksa tersenyum
"Aku ingin mengucapkan terima kasih pada Uda karena sudah menolak perjodohan kita."Dua netra Rezky membelalak, tak seperti dugaannya dimana dia pikir Mika akan kecewa karena penolakannya terhadap perjodohan itu. Namun, sebaliknya gadis itu justru bahagia.Lucu!Batin Rezky sedikit menaruh penasaran pada Mika."Kenapa harus berterima kasih.""Ya karena Ambo tidak menginginkan pernikahan itu, Uda. Ambo Masih muda, masih pengenlah berkarir dan milih-milih soal jodoh. Setidaknya yang lebih muda lah, bukan yang setua Uda."Rezky menelan ludah mendengar perkataan Mika.Tua? "Lagian Uda itu bukan level Ambo. Ambo tu suka sama laki-laki yang berpeci, khas anak pesantren gitu lah Uda. Sekali lagi maaf ya Uda, atas kejujuran ini."Rezky menarik napas panjang mendengar omongan gadis itu."Emang Mika umur berapa sih?" tanya Rezky tergerak untuk tahu seberapa muda gadis di hadapannya."Dua puluh lima tahun."Seketika Rezky terkekeh."Perempuan Minang itu rata-rata menikah 20 sampai 25 tahun? Ema
"Ma, Papa ada nelpon nggak?"Sebuah pertanyaan yang membuat Hana bingung bagaimana menjawab."Em Sayang, maafkan Mama ya. Ponsel Mama ketingalan di rumah."Wajah Syaina seketika berubah."Nanti kalau Papa nelpon gimana, Ma?""Kalau Papa nelpon terus nggak Mama angkat, pasti Papa nggak nunggu kita pulang. Langsung balik ke Jakarta.""Tapi Syaina pengen ketemu Papa.""Iya Sayang, tapi Mama benar-benar lupa. Nggak disengaja. Mama minta maaf, ya.""Yaudah deh, tapi janji nanti pas nyampai rumah isi pulsa terus langsung telpon Papa, ya."Hana mengangguk demi menyenangkan hati putrinya. Memang selama ini ia selalu menolak jika Syaina meminta menelpon sang Papa. Alasannya tak lain, karena tak ingin mengganggu Langit. Jujur, ia berharap lelaki itulah yang terlebih dahulu menelpon, tapi seminggu lamanya terlalui, tak satu kalipun Langit memberi kabar.Palingan juga udah mulai dapat gebetan baru setelah Lina. Huh, dasar lelaki.Hana kembali disibukkan dengan mengurus anak-anak hingga waktu teru