Bab 04
Setelah lulus dari sekolah tingkat atas, Genta dihadapkan pilihan yang Gala ingin dirinya melakukan pilihan Gala. Padahal dia ingin memilih apa yang menjadi masa depannya.
Genta sedang bersama Ditya, mereka membahas tentang apa yang akan Genta pilih untuk melanjutkan pendidikannya. "Apa kamu akan mengambil jurusan ilmu hukum, Nak?" tanya Ditya dengan suara lembutnya yang menenangkan.
"Iya, tapi kakak melarangku untuk mengambil jurusan itu. Kakak menyuruhku untuk memilih jurusan yang lain," jawab Genta.
"Memangnya kenapa?"
"Ibu tahu bagaimana sifat Kak Gala. Saat kakak sudah mengatakan tidak, siapa yang berani membantahnya?"
"Tapi dia tidak berhak mengatur apa yang ingin kau lakukan untuk masa depanmu. Biar ibu membantu bicara kepada Kakakmu nanti," ucap Ditya berjanji.
"Tidak, Bu. Percuma saja, kakak pasti akan marah, biarkan aku menuruti apa yang kakak inginkan," Genta menolak niat sang ibu dengan halus. Dia tidak akan menolak permintaan Gala. Lagi pula dia sudah berjanji untuk melakukan apa yang Gala katakan tanpa membatahnya.
"Tetapi 'kan…." Ditya mencoba meyakinkan Genta namun disela olehnya.
"Tidak apa-apa, Bu."
Genta menuruti apa yang Gala katakan, walaupun dia tidak ingin melakukannya dia ingin membalas apa yang sudah Gala berikan padanya selama ini.
Tanpa sepengetahuan Genta, Ditya membicarakan apa yang dibicarakan dengan Genta pagi tadi. Padahal Genta sudah melarang Ibunya agar tidak membicarakan hal ini lagi.
"Jenggala, biarkan adikmu melakukan apa yang dia inginkan, kau tidak bisa terus melarang kemauannya, Nak." ucap Ditya mencoba bicara dengan Gala agar dia membolehkan Genta untuk mengambil mata kuliah yang diminati. "Dia sudah dewasa."
"Ibu tahu kau sangat sayang padanya. Genta juga sudah membuktikan kalau dirinya mampu meskipun ayahmu tetap tidak mau melihat usahanya. Biarkan dia memilih apa yang menjadi keinginannya." Ditya tidak ingin Gala terus menekan kemauannya sendiri pada Genta.
"Izinkan saja adikmu dengan pilihannya," ujar Ditya sekali lagi pada Galau yang hanya diam.
"Apa dengan menjadi Hakim atau Pengacara lantas membuat ayah menganggapnya lagi?" tanya Gala setelah lama terdiam,"Tidak, Bu tidak. Keputusannya hanya akan membuat ayah semakin marah. Di keluarga kita tidak ada yang menjadi hakim atau pengacara yang jujur, mereka semua kotor. Aku tidak ingin Genta sama seperti mereka, itu alasanku kenapa aku melarang Genta mengambil jurusan hukum."
"Aku ingin adikku menjadi Genta yang tidak mengerti apa yang keluarga kita kerjakan. Aku tidak mau dia mengikuti jejakku ataupun jejak ayah. Setidaknya, aku ingin yang terbaik untuk adikku, saat aku sendiri sudah buruk seperti ini."
Dia hanya tidak ingin menjerumuskan Genta pada jalan yang salah. Selagi dia mampu terus mempertahankan kemurnian bocah itu dari buruknya keluarga angkatnya, dia tidak akan mundur. Tidak akan goyah atas keputusannya sendiri.
"Ibu yakin Genta berbeda, Nak. Dia tidak akan seperti mereka yang mau bekerja kotor. Dia anak yang baik, ibu yakin itu." Ditya yang tidak menyerah masih berusaha mematahkan keputusan putranya sendiri.
Gala terdiam singkat lalu menghela nafas pelan. Dia tahu ibunya hanya ingin yang terbaik untuk Genta. Namun, tetap saja, dia tidak akan pernah mendapatkan pengakuan dari Hardana. Di mata Hardana, Genta hanya sebuah beban. Dan saat Genta memilih menjadi seorang Hakim, keputusannya itu hanya akan membahayakan dirinya. Karena dia paham, saat Genta memilih melakukan hal baik, apa tidak mungkin ayahnya akan mencelakai Genta?
Ayahnya tidak ingin seorangpun mengganggu bisnisnya, dia menutupi bisnis ilegalnya dengan kedok pengusaha kontraktor. Dia masih merahasiakan pekerjaan yang dia lakukan selama ini dari Genta. Dia tidak ingin Genta menjadi sama dengannya. Pekerjaan kotor seperti yang sedang dia lakukan memang mendapatkan untung yang besar, tetapi apa artinya untung besar kalau merugikan orang lain? Apalagi sampai harus menumpahkan darah untuk itu.
Dia menginginkan Genta menjadi seorang dokter, profesi yang tidak akan merugikan keluarganya ataupun mencelakai diri sang adik dari ancaman Hardana yang ingin memanfaatkannya.
"Bukankah anak itu sudah lulus? Ajarkan dia bisnis kita, agar dia tahu bagaimana susahnya mencari uang, tidak hanya bisa menikmatinya saja," ujar Hardana kala itu padanya.
"Tidak! Aku tidak ingin dia seperti kita," jawab Gala menentang keras keputusan sang ayah. Dia tidak setuju dengan pendapat ayahnya tentang Genta yang harus meneruskan jejak keluarganya.
"Memangnya kenapa? Dia bahkan mau menikmati hasilnya," ucap Hardana tak mau kalah. Tatapannya sangat merendahkan dan mengejek penolakan sang putra yang dianggapnya menjijikkan.
"Cukup aku yang anda perbudak, tidak dengannya!" Gala tetap menolak dengan keras. Tidak gentar meski kini dia ditatap dengan pandangan membunuh.
"Aku dengar dia ingin mengambil ilmu Hukum, itu pilihan bagus. Aku bisa membuatnya menjadi Hakim hebat, dengan dia menjadi seorang Hakim, kita tidak perlu takut lagi saat pihak berwajib mencurigai kita," jelas Hardana akan persetujuannya terhadap pilihan Genta yang dia dengar. Jelas sekali bahwa dia memiliki niat buruk terhadap bocah yang dibawa oleh sang putra ke dalam keluarga Surendra.
"Jangan pernah berpikir kalau anda bisa membuatnya sama dengan anda! Dia berbeda, aku tidak ingin anda memperbudaknya!" ujar Gala tegas.
"Terserah kau saja, pada akhirnya dia akan tahu bisnis gelap keluarga ini tanpa kau yang memberitahunya lebih dulu."
Gala tidak menjawabnya, benar juga kata Hardana. Genta pada akhirnya akan tahu kebenarannya. Namun, dia tidak ingin Genta menjadi sama sepertinya, menjalankan bisnis kotor keluarga dan terjebak dalam lubang hitam yang semakin dalam seperti dirinya.
***
"Kau yakin akan melakukan ini tanpa persetujuan kakakmu?" tanya Kavin. Mereka berada di sebuah tempat tanpa mengatakan kepada Gala.
"Iya, aku yakin," jawab Genta mengangkat bahu.
Setelah Kavin selesai mengantarkan Genta, mereka berdua segera pergi untuk mendaftarkan diri sebagai mahasiswa kedokteran seperti permintaan Gala. Genta hanya mengembalikan formulir yang diberikan Gala, dia yang memilihkan Genta masuk ke universitas kedokteran.
Gala juga membantu Kavin untuk melanjutkan pendidikannya, awalnya Kavin tidak mau karena menurutnya itu akan memakan banyak biaya, dan merepotkan Gala. Namun, setelah dia dibujuk oleh Gala, Kavin tidak punya pilihan selain menyetujui tawaran Gala.
Bisa dikatakan, Kavin disuruh Gala untuk menemani Genta dan menceritakan apa yang Genta lakukan.
Bisnis yang dijalankan keluarga Gala selama ini tidak akan habis hanya karena membiayai pendidikan Genta dan Kavin. Keluarga Surendra sudah terkenal kaya raya, walaupun hanya sebagai pengusaha kontraktor bisnis gelap yang sedang keluarga Surendra jalankan lebih menjanjikan
Sesampainya di apartemen, Genta melihat Gala yang sedang bersantai dan segera menghampirinya.
"Aku pulang." ucap Genta sambil berjalan menghampiri Gala.
"Duduk." Tanpa mengangkat kepalanya, Gala menyuruh Genta duduk. Genta duduk sambil memberikan brosur dari universitas kedokteran yang dia ambil bersama Kavin sebagai bukti untuk Gala.
"Apa ini?" tanya Gala dengan raut kebingungan.
"Aku sudah mengembalikan formulir yang kakak berikan kemarin, aku memilih jurusan kedokteran seperti yang kakak katakan," jawab Genta menjelaskan.
Kebetulan sekali Gala akan membicarakan tentang ini. "Kau yakin dengan keputusanmu? Bukankah kau ingin menjadi seorang Hakim?" tanyanya memastikan.
"Tidak, aku sudah putuskan untuk menuruti apa yang kakak katakan, jadi aku akan melakukan apa yang kakak perintahkan," Genta berucap dengan nada serius.
"Maafkan aku, tapi aku tidak ingin kau menjadi seorang hakim. Aku ingin melihatmu menjadi seorang dokter, Genta. Dengan kau memilih profesi itu, siapa memangnya yang masih berani memperalatmu?"
"Apa maksud, kakak? Memperalat bagaimana?" tanya Genta yang tidak mengerti dengan maksud perkataan kakak laki-lakinya.
"Aku memiliki alasan menyuruhmu memilih jurusan kedokteran."
"Kakak tidak bisa menjelaskan alasannya. Kenapa begitu?"
"Tolong mengertilah, ini untuk kebaikanmu," ujar Gala mengelak, bersikeras tidak ingin memberitahu alasan keputusannya. Padahal, Genta hanya ingin mendapatkan sebuah penjelasan saja darinya.
"Baikk, aku tahu. Tak peduli seberapa penasarannya aku ingin tahu jawabannya, kakak tidak akan mau mengatakannya," ucap Genta pasrah. "Tenang saja, aku akan menepati janjiku untuk menjadi Genta seperti permintaan kakak."
Terus saja hal ini yang membuat mereka berdebat akhir-akhir ini.
"Apa kau pikir aku hanya menganggapmu seperti itu? Apa kau pikir aku menyuruhmu untuk melakukan apa yang semua aku mau karena perjanjian itu?" tanya Gala tak percaya dan kecewa. "Memang benar aku sering melarangmu. Namun, itu hanya karena aku ingin melarang adikku agar tidak terjerumus ke hal yang tidak baik. Salahkah aku melakukan itu?"
"Ya, aku memang salah karena tidak pernah memberimu alasan tentang laranganku padamu, tapi aku mohon percayalah kalau aku menyayangimu bukan karena aku melihatmu sebagai Genta. Kau, Raffa dan kau adikku. Hanya itu." lanjutnya serius penuh menekankan setiap ucapannya agar Genta tahu.
Gala mengatakannya dengan mata yang sudah memerah karena menahan air matanya untuk tidak turun. Dia sedih, merasa kesal, dan juga marah. Raffa selalu saja berpikir kalau dia hanya menganggapnya sebagai Genta, padahal tidak. Gala sangat sayang kepada Raffa sejak dia menemukannya di taman itu. Mungkin dulu dia pernah memperlakukan Raffa sebagai Genta tapi tidak untuk sekarang. Selamanya Raffa tidak mungkin bisa menjadi Genta, adik kandungnya yang sudah meninggal, tidak akan pernah.
Gala hanya tidak ingin Raffa sama sepertinya. Ayahnya saja sudah mengatakan kalau dia memiliki rencana agar Raffa mengenal bisnis yang mereka jalankan. Dia tetap dengan pendiriannya, tidak ingin Raffa terjerumus ke lubang yang sama dengannya. Dia mungkin ingin identitas Raffa berubah menjadi Genta tetapi dia tetap tidak bisa merubah Raffa menjadi Genta adik kandungnya.
Raffa berpikir, sekeras apapun dia berusaha tetap saja, Gala tidak akan melihatnya sebagai dirinya, melainkan melihatnya sebagai adik kandungnya yang sudah mati. Itu karena Gala jarang mengutarakan isi hatinya, semua dia pendam sendiri. Identitas mereka yang sebenarnya boleh berbeda. Namun, Raffardian akan tetap menjadi Raffardian walaupun identitasnya bertuliskan Genta Surendra.
"Apa yang harus aku buktikan agar kau percaya dengan apa yang aku katakan ini benar?" tanya Gala kepada Genta.
"Aku tidak pernah menyuruhmu untuk menjadi Genta. Memang, demi kesembuhan ibu aku memintamu untuk menjadi Genta dan merubah identitasmu menjadi Genta, tapi hanya itu." ucap Gala pada Genta yang hanya diam. "Aku tidak menyuruhmu untuk merubah jati dirimu. Kau itu Raffa, dan akan tetap menjadi Raffa. Kau selalu berpikir kalau aku hanya menganggapmu Genta, kau salah." ucap Gala dia sudah terlalu kesal saat Raffa terus saja berpikir kalau Gala menjadikan Raffa orang yang berbeda. Walaupun kenyataannya memang seperti itu, tetapi maksud Gala bukan seperti apa yang Raffa pikirkan. Dia tidak menuntut Raffa melakukan apa yang dia inginkan tanpa sengaja.
"Kalau kau ingin mengambil jurusan hukum, lakukan kalau memang hal itu bisa membuatmu percaya denganku. Aku terlihat menyedihkan saat apa yang aku lakukan kau anggap salah."
Gala beranjak dan berjalan masuk ke dalam kamarnya, hatinya sakit saat mendengar Raffa selalu menganggapnya salah.
Dia kembali memperdebatkan hal ini dengan sang kakak. Padahal, dia sudah menyakinkan hatinya untuk mengambil jurusan kedokteran agar sang kakak tidak merasa khawatir kepadanya. Namun, apa yang dia katakan tadi sudah membuat Gala salah paham kepadanya.
Bab 05 Genta tetap dengan keputusannya, memilih mata kuliah kedokteran seperti keinginan Gala. Walau Gala sudah membolehkan Genta untuk mengambil mata kuliah yang dia mau. Hari ini, hari pertamanya menjadi seorang mahasiswa. "Kak, bisa kakak mengantarkanku hari ini? Motorku sedang di bengkel dan aku kesiangan, bisa tidak, Kak?" Genta mencoba membangunkan Gala yang sedang tidur. "Bawa saja mobil kakak. Kakak mengantuk sekali," ucap Gala, matanya masih terpejam. Dia memang baru pulang dini hari tadi dan baru tidur beberapa jam saat Genta membangunkannya. "Ya sudah, aku menggunakan bus saja untuk berangkat, tapi nanti setelah Kakak bangun. Ambilkan motorku, tinggal mengambilnya saja. Ya, kak?" "Hmmm …," gumam Gala yang masih mengantuk. Setelahnya Genta segera berangkat ke kampus, dia tidak ingin di hari pertamanya masuk kuliah, dia terlambat. Sebenarnya bisa saja Genta meminta bantuan Kavin un
Bab 06Prak!Gelas itu pecah tepat di samping Gala yang sedang berdiri. Tanpa mendengar penjelasan dari Gala, Hardana melampiaskan kemarahannya pada Gala yang gagal dalam tugasnya. Padahal harusnya yang bertanggung jawab atas kegagalan itu Hardana sendiri."Ini pasti karena perempuan kemarin, dia yang memberikan informasi kepada polisi dan menggagalkan rencana ku." Hardana marah dengan kegagalan yang menurutnya disebabkan perempuan yang di hajarnya kemarin tapi Gala menghalanginya."Kalau saja aku membunuhnya semalam, dia tidak akan membocorkan apa yang akan kita lakukan hari itu.""Ambil barang itu lagi, aku tidak mau tahu bagaimana caramu mengambilnya," tegas Hardana.Gala hanya diam, dia tidak ingin membantah Ayahnya sepatah kata pun, itu tidak akan baik untuknya. Belum lagi tentang Gala membujuk Ayahnya agar mengizinkan Ditya pergi ke apartemennya. Kalau Gala membantahnya lagi, itu akan membuat
Bab 07 “Siapa kau?” tanya seseorang pada Gala yang berjalan ke mobil Arga. "Aku sudah menunggumu lama, kenapa tidak menjawab teleponku." Arga datang merangkul Gala, membawanya masuk ke dalam mobil lebih cepat. Meninggalkan orang yang Gala temui itu. "Untung saja." Arga bernafas lega saat sudah di dalam mobil. Mungkin keberuntungan masih bersamanya, apa yang dia lakukan selalu berhasil walau Ayahnya selalu saja merasa kurang. Dan semoga Gala selalu mendapatkan keberuntungan dalam hidupnya, kalau tidak, akan seperti apa nasibnya nanti saat kebenaran terkuak. Setelah membuat Genta bahkan Ibunya menunggu kabar darinya, sekarang Gala sedang menikmati tidurnya. Hal yang selalu membuatnya lupa dengan permasalahan hidupnya, yakni tidur. Kebetulan Ditya juga bermalam di apartemen, pagi-pagi sekali dia sudah membuatkan sarapan untuk putra putranya. Genta sibuk dengan beberapa buku yang dia baca, walau jurusan kedok
Bab 08"Aku polisi, aku hanya ..." ucap seseorang yang sedang bersama Genta."Dari divisi mana?" tanya Genta, lawannya itu kemudian menunjukkan tanda pengenalnya."Kau disini bersama kelompokmu?""Hubungi komandan Adinata dari divisi intelijen, kau akan tahu nanti."Orang itu ternyata menyamar, untuk memancing Genta dan Elvan agar mereka bisa menangkapnya."Kau tidak apa-apa, Kak?""Tidak, aku baik-baik saja. Apa barangnya sudah dipindahkan ke mobil. Kita pergi sekarang?""Iya, un
Bab 09"Apa teman gangster mu?" tanya Gala."Aku tidak mau kau bergaul dengan orang seperti mereka. Untuk apa kau bergaul dengan mereka?" lanjutnya."Fokus dengan kuliahmu, Kakak tidak mau kau terpengaruh dengan orang seperti mereka.""Darimana Kakak tahu tentang itu? Apa Kavin yang mengatakannya kepada Kakak?""Tidak penting dari siapa aku tahu, yang penting kau harus fokus dengan kuliahmu."Genta terdiam setelah Gala keluar dari kamarnya. Bagaimana Kakaknya bisa tahu kalau Genta akhir-akhir ini sering bersama teman gangsternya, walau itu bagian dari tugas Genta menjadi mata-mata.Apa mungkin Gala juga tahu, tentang dirinya menjadi seorang Polisi? Pikiran itu terus mengganggu Genta setelah perkataan Gala, dia harus lebih berhati-hati lagi mulai sekarang. Dia harus menyimpan rapat-rapat rahasia tentang dirinya adalah seorang polisi.***Walau Gala melarangnya agar tidak berkumpul bersama teman gangster nya tapi Genta tetap
Bab 10 "Apa kau sudah gila." Seseorang menarik Genta dari dalam bathup, dia Gala yang sengaja mendengar suara air mengalir saat melewati kamar Genta yang memang dekat dengan dapur, dirasa tidak ada orang di apartemen, Gala mencoba melihatnya. Dan saat melihat pintu kamar Genta terbuka dia segera masuk dan berjalan ke arah kamar mandi, melihat Genta mencoba menenggelamkan tubuhnya dalam bathup yang terisi penuh dengan air yang terus saja mengalir. Genta terbatuk saat Gala menariknya keluar dari dalam bathup, dia bahkan mendapatkan tamparan dari Gala yang terkejut dengan yang dilakukan Genta. "Ada apa? Kenapa kau melakukan ini? Apa kau ingin mati?" Dia terdengar sangat marah dengan yang dilakukan Genta.
Bab 11 Genta mengambil ponsel Gala begitu saja. dan mematikan sambungan teleponnya. “Ada apa denganmu?” "Kenapa kakak begitu ingin tahu, lupakan saja, bukankah aku tidak pergi." Setelahnya Genta hanya diam, dia memejamkan mata berharap Gala tidak membahas hal itu lagi. Kepalanya sudah cukup sakit untuk pertanyaan yang akan Gala lontarkan. Semoga keesokan harinya Gala tidak membahasnya lagi. *** Genta bangun dari tidurnya, menatap wajah pucat yang terlihat begitu menyedihkan. Dia merasa dirinya begitu lemah, saat dia mencoba untuk kuat. Bayang-bayang masa lalunya datang, dimana dia diperlakukan tidak baik oleh paman dan bibin
Bab 12 "Kenapa Kakak melakukan itu." "Aku–" "Aku bilang, katakan terimakasih saat kau merasa seseorang membantumu." Genta memotong ucapan Elvan. "Sebenarnya apa rencana Kakak?" "Aku hanya ingin kau terbebas darinya. Jadi sekarang lebih baik kita cari orang ini sebelum bos cerewet itu memarahi mu." Memang bukan niat awal Genta, tapi dia merasa Elvan di perbudak oleh Bos Alex. Dia hanya berada di tempat yang salah dan Genta ingin membantunya. *** Gala sedang berada di basecam