Teman-teman, jika suka cerita ini, jangan lupa tinggalkan komentar juga ulasan dan bintang 5, ya. Terima kasih banyak.
“Mami, kapan Mami bisa antar sekolah lagi?” tanya Emily sambil menatap bayangan Aruna dari pantulan cermin. Aruna tersenyum sambil menyisir rambut Emily lantas menjawab, “Hari ini mami yang mengantarmu.” “Benarkah?” Emily terlihat sangat senang, bahkan dia tersenyum lebar. Aruna mengangguk-angguk, lantas menyelesaikan menyisir agar Emily siap ke sekolah. Aruna dan Emily pergi ke ruang makan, di sana sudah ada Ansel dan yang lain menunggu mereka. “Hari ini Mami mau antar ke sekolah, Oma.” Emily duduk di kursi sambil memberitahukan informasi yang membuatnya senang. “Benarkah?” Bintang langsung menatap Aruna setelah mendengar ucapan Emily. “Apa kamu yakin sudah bisa mengantar Emi?” tanya Ansel sambil menatap istrinya itu. “Aku tidak sendiri, nanti biar diantar sopir jadi aku tidak perlu menyetir,” jawab Aruna karena tahu akan kecemasan sang suami. Ansel mengangguk paham mendengar jawaban Aruna. Dia hanya tak ingin kalau istrinya kelelahan atau kenapa-napa lagi karena belum sepen
“Aku tadi bertemu Milea.” Aruna sengaja mendatangi kantor Hanzel sambil menunggu jam sekolah Emily selesai. Hanzel langsung menatap Aruna saat mendengar apa yang diucapkan sepupunya itu. “Kenapa harus melapor? Kamu ke sini hanya untuk mengatakan itu?” Hanzel mendadak berubah sikap karena Aruna membahas Milea. Aruna benar-benar penasaran, kenapa Hanzel selalu kesal tiap membahas Milea. “Tadi aku ngobrol sebentar dengannya, dia--” Apa yang ingin diucapkan Aruna dipotong cepat oleh Hanzel. “Sudahlah, kenapa harus membahas dia. Aku dan dia sudah tidak ada hubungan apa pun. Aku juga tak mau mendengar namanya lagi,” ujar Hanzel memotong ucapan Aruna. “Sudah tidak ada? Berarti dulu ada? Apa karena dia pergi ke luar negeri, makanya tak ada hubungan lagi?” tanya Aruna menebak. Hanzel tak menjawab pertanyaan Aruna. Dia hanya menatap tajam ke sepupunya itu. Aruna sendiri tampak terkejut melihat tatapan Hanzel. Dia tak pernah melihat tatapan semengerikan itu dari mata sang adik sepupu yang
Hari itu Ansel menepati janji mengajak jalan-jalan Emily dan Aruna. Aruna dan Emily sudah bersiap-siap, memakai pakaian santai bermotif sama sehingga keduanya terlihat sangat menggemaskan. “Kami siap,” ucap Aruna saat menemui Ansel yang masih di kamar. Ansel menoleh dan melihat dua perempuan kesayangannya itu berpakaian kembar. “Dari mana datangnya ide memakai pakaian sama, hm?” tanya Ansel sambil mendekat ke Aruna dan Emily. “Mami,” jawab Emily sambil menunjuk ke Aruna. “Tentu saja aku,” jawab Aruna juga. “Sebagai ibu dan anak, kami harus kompak. Bukankah begitu, Emi?” Aruna mengajak Emily melakukan tos. Emily memberikan tos yang diinginkan sang mami, lantas tertawa menggemaskan. “Kalau begitu ayo kita berangkat,” ajak Ansel. Emily dan Aruna mengangguk. Emily menggandeng Ansel dan Aruna saat menuruni anak tangga, tak lupa mereka pamit ke Bintang dan Langit sebelum pergi. Sepanjang perjalanan, Emily menyanyikan lagu yang diajarkan di sekolah. Dia sangat senang karena akhirnya
“Bagaimana kondisi Winnie, Kak? Dia sudah dibawa pulang, kan?” tanya Aruna saat menemui kakak iparnya itu. “Duduklah dulu, kamu ini baru datang tapi langsung tanya,” protes Sashi karena sang adik tak sabaran. “Ya, kan aku hanya ingin tahu. Lebih cepat, lebih baik,” balas Aruna karena terkena teguran sang kakak. Sashi mencebik karena tingkah sang adik. Dia pun mengajak adik dan iparnya itu duduk untuk membahas Winnie. “Kamu tanya-tanya soal Winnie, apa karena Bumi?” tanya Sashi menebak karena tahu soal hubungan Winnie dan Bumi. Nanda sendiri terkejut istrinya tahu karena dirinya tak pernah tahu soal itu. “Iya, aku kasihan saja karena Bumi benar-benar mencintai Winnie, tapi mendadak Winnie tak bisa dihubungi,” jawab Aruna jujur ke sang kakak. “Jadi, bagaimana kondisinya? Dia baik-baik saja, kan?” tanya Aruna sambil menatap sang kakak ipar. Nanda dan Sashi saling tatap sejenak, lantas menatap Aruna bersamaan. “Sebenarnya tidak baik,” jawab Sashi. “Kami tadi sudah ke sana karena
“Semua keputusan ada di tanganmu. Lagi pula, mau melanjutkan atau tidak, itu hakmu. Aku hanya memberitahumu akan kondisinya.” Aruna dan Ansel menemui Bumi. Mereka menceritakan kondisi Winnie saat ini. Bumi sangat terkejut mendengar semua cerita Aruna. Dia sampai terdiam tak bisa berkata-kata, tatapan matanya yang tenang sampai tak bisa ditebak apa yang sebenarnya sedang dipikirkan. “Kami tahu jika pasti berat menerima semuanya. Tak ada juga orang yang mau menerima pasangan tak sempurna, tapi Kak Sashi bilang masih ada harapan Winnie sembuh, hanya saja Winnie depresi dan seperti kehilangan semangat. Dia menolak melakukan terapi,” ujar Aruna lagi. Bumi masih diam mendengar ucapan Aruna, hingga akhirnya terdengar suara helaan napas kasar dari bibirnya. “Kamu mau menemaniku menemuinya?” tanya Bumi sambil menatap Aruna. Aruna dan Ansel terkejut mendengar pertanyaan Bumi. Aruna pun menganggukkan kepala menjawab pertanyaan itu. “Tapi, kamu mau menemuinya untuk mengakhiri hubungan kalia
“Kamu yakin ingin masuk sendiri?” tanya Aruna sambil menatap Bumi yang sedang memandang pintu kamar Winnie. Bumi menoleh Aruna, lantas menganggukkan kepala. Dia membuka pintu perlahan, lantas masuk tanpa menutup pintu agar tidak ada kesalahpahaman. Bumi melihat Winnie yang duduk di kursi roda, menghadap ke jendela kamar. “Sudah aku bilang, aku tidak mau bertemu siapa pun. Tidak perlu susah-susah mengantar makanan untukku juga.” Suara Winnie terdengar dingin, tak terdengar seperti dulu yang manja. Bumi berhenti di ambang pintu mendengar suara Winnie. Aruna dan ibu Winnie pun cemas, keduanya menatap Bumi yang berhenti melangkah. Bumi menarik napas panjang, lantas mengembuskan perlahan. Dia lantas berjalan perlahan menghampiri Winnie, Bumi tak ingin terburu-buru karena takut mengejutkan gadis itu. “Sudah kubilang, aku tidak mau diganggu.” Winnie kembali bicara karena mendengar suara langkah kaki. Bumi berhenti tepat di belakang Winnie, gadis itu tampaknya belum menyadari jika yang
“Apa mereka sudah lama menjalin hubungan?” tanya ibu Winnie saat bicara berdua dengan Aruna. Wanita dan Aruna melihat bagaimana Bumi membujuk Winnie hingga akhirnya gadis itu tenang. Wanita paruh baya itu kemudian mengajak Aruna pergi dari kamar Winnie untuk memberi privasi keduanya. “Aku tidak tahu pastinya, Bi. Hanya saja, Bumi pernah bercerita kalau mereka kenal sejak Winnie SMA. Aku juga tahu kalau ayahnya Bumi sudah tahu hubungan mereka dan merestui,” ujar Aruna menjelaskan apa yang diketahuinya karena orang tua Winnie juga sudah tahu soal Bumi. “Tapi, kenapa Winnie tidak pernah bilang?” Wanita itu bertanya-tanya. “Mungkin karena Winnie masih kuliah, jadi dia ingin menyelesaikan dulu sebelum menceritakan soal hubungan mereka. Bisa jadi Winnie juga takut mengecewakan Bibi dan Paman kalau pacaran sebelum lulus kuliah,” ujar Aruna menjelaskan. Wanita itu mengangguk-angguk paham mendengar ucapan Aruna. “Jika memang dia bisa mengembalikan semangat Winnie untuk sembuh, bahkan mem
“Kamu sudah yakin dengan keputusanmu?” tanya Aruna saat dalam perjalanan pulang dari rumah Winnie. “Ya, aku sudah memikirkannya seribu kali,” jawab Bumi lantas menoleh ke sisi kanan sejenak sebelum kembali fokus ke depan. Aruna mengangguk-anggukan kepala mendengar jawaban Bumi. Dia hanya tak menyangka jika Bumi bisa menerima kekurangan Winnie. “Winnie begitu sabar menungguku, memenuhi syarat yang aku berikan saat dia berkata menyukaiku. Lantas, apa aku punya alasan untuk meninggalkan semua usahanya,” ujar Bumi sambil fokus menyetir. Aruna menoleh Bumi saat mendengar ucapan sepupunya itu. “Apa dia menyukaimu sejak lama?” tanya Aruna penasaran. “Aku tidak tahu kapan pastinya. Tapi setelah aku memberinya banyak wejangan, dia hampir setiap hari datang ke kafe. Bahkan bisa duduk berjam-jam di sana, hingga aku menyadari jika dia duduk di sana hanya untuk memperhatikanku,” jawab Bumi menceritakan bagaimana Winnie akhirnya bisa mencuri perhatiannya. Bumi mengulum bibir bawahnya menging