Share

Saudara Perempuan Alex?

"Selamat datang, Pak Alex" ucap seorang resepsionis wanita dengan senyuman ramah dibibirnya.

Alex yang melihatnya hanya tersenyum kecil, sebagai sapaan hormat. Kedatangannya di perusahaan Xander bukan semata-mata hanya kunjungan biasa, melainkan ia ingin menemui sahabatnya, Xander.

Sudah lama sejak ia mengunjungi perusahaan ini, mungkin beberapa bulan yang lalu. Tapi, sepertinya ada yang aneh dengan semua karyawan disini. Kenapa rasanya mereka seperti tertekan?

"Aku rasa ada yang salah dengan semua karyawan yang ada disini" Tanya Alex pada resepsionis wanita itu. Sudah beberapa bulan sejak ia tidak datang ke perusahaan ini dan setelah ia datang, ada yang aneh dari semua karyawannya. Ia merasakan bahwa Mereka seperti terpaksa untuk bekerja di perusahaan ini.

"Beberapa hari ini Pak Xander sering memarahi seluruh karyawan yang melakukan kesalahan dan menekan seluruh karyawan untuk bisa bekerja dengan maksimal" wanita itu hanya menatap Alex dengan tatapan lesuh. Ia tidak tahu apakah akan mengatakan semuanya atau tidak, apalagi Alex adalah sahabat dari atasannya.

Kalau sampai ia mengatakan semuanya maka habislah riwayatnya, sudah pasti ia akan dipecat. Bukan senang mencari pekerjaan di tengah padatnya masyarakat, pekerjaan sebagai resepsionis saja sudah seperti latihan militer. Harus dihadapkan dengan atasan yang otoriter.

"Apa yang salah dengan itu? Bukankah Xander memang biasa memperlakukan karyawannya seperti itu?" Tanya Alex dengan heran. Ia sangat mengenal betul bagaimana sikap dan perilaku Xander yang sangat suka memerintahkan orang lain sesuai dengan keinginannya. Menurutnya tidak ada yang aneh dengan itu.

"Masalahnya adalah, biasanya Pak Xander tidak terlalu peduli dan akan menyerahkan segala urusannya pada sekretarisnya saja. Tapi sekarang, bahkan masalah sekecilpun akan menjadi masalah yang besar baginya" wanita itu mengucapkan kalimatnya dengan gusar. Semakin ia tertekan maka semakin banyak pula ia bicara. Rasanya ingin sekali ia membicarakan semua keanehan yang terjadi pada atasannya baru-baru ini.

"Masalah kecil seperti apa yang kau maksud?" Alex mengkerutkan keningnya pada wanita dihadapannya.

"Misalnya seperti, ada seorang karyawan yang mengangkat ponsel saat bekerja dan Pak Xander langsung memarahinya dengan keras. Padahal ia mendapat telpon dari rumah sakit kalau ibunya meninggal dan meminta izin untuk datang ke rumah sakit. Tapi Pak Xander tidak mengizinkannya dan mengancam akan memecatnya. Dengan terpaksa ia mengabaikan ibunya dan tetap bekerja di perusahaan" ucap wanita itu dengan pelan, takut ada seseorang yang akan mendengarnya. Apalagi jika atasannya tidak sengaja mendengarkannya.

"Bukankah itu sudah keterlaluan!" Alex yang mendengarnya langsung terkejut. Ia awalnya tidak terlalu mempercayai apa yang telah dikatakan oleh resepsionis didepannya. Tapi kalau melihat kondisi sekarang, pasti hal itu memang benar.

Seingatnya, Xander bukan seseorang yang begitu kejam hingga memperlakukan karyawannya dengan begitu buruk. Apalagi saat mendengar kesulitan yang dihadapi oleh karyawan yang ibunya meninggal dan ia harus terpaksa bekerja karena terpaksalah. Menurutnya itu sudah sangat keterlaluan, bagaimana mungkin ia memperlakukan karyawannya dengan cara seperti itu?

"Saya rasa memang benar. Tapi kami tidak berani melawan perintahnya" ucap wanita itu dengan kepala tertunduk. Sebenarnya ia juga ingin mengatakannya secara langsung pada atasannya kalau sikapnya itu keterlaluan. Tapi ia hanyalah wanita biasa yang masih membutuhkan pekerjaan.

"Biar aku yang bicara padanya!" Alex langsung berjalan dan melangkahkan kakinya dengan keras. Kalau sikap Xander seperti itu terus maka seluruh karyawan di perusahaan ini bisa kabur dan perusahaan juga akan terkena dampaknya.

Ia tidak bisa membiarkan sahabatnya terjerumus ke dalam jurang keegoisan. Untungnya ia datang kemari dan mendengarkan ceritanya langsung. Kalau tidak, sampai kapanpun ia tidak akan mengetahuinya.

Tanpa menunggu izin, Alex langsung masuk kedalam ruangannya. Bahkan sekretarisnya pun tidak bisa menghentikan kedatangan Alex, karena ia mengetahui bagaimana hubungan Alex dengan atasannya.

"Hebat sekali kau masuk tanpa izin dariku!" Xander langsung mencibirkan bibirnya dengan kesal saat melihat sosok pria yang berani masuk kedalam ruangannya tanpa menunggu izinnya. Kalau saja yang datang bukan sahabatnya maka ia akan langsung membawanya ke pihak yang berwajib.

"Kenapa? Kau mau mengusirku!?" Alex yang melihat tatapan permusuhan datang dari Xander langsung menyambutnya dengan tidak kalah sengit.

"Pergilah, aku sedang tidak mood untuk bertarung denganmu" Xander berusaha untuk mengabaikan Alex dan menyuruhnya untuk segera pergi. Hari ini ia benar-benar merasa buruk dan tidak mood untuk melawan Alex.

"Kau gila! Siapa yang ingin bertarung denganmu" Alex langsung membantah kalimat Xander dengan kesal.  

"Lalu?" Tanya Xander dengan bosan. Jika tidak ingin bertarung dengannya, kenapa Alex datang ke perusahaannya dan mengganggu waktunya. Mereka sudah menyelesaikan urusan kerjasamanya kemarin.

"Aku datang kesini karena ada yang mau aku bicarakan denganmu" Alex langsung mengatakan niatnya untuk datang ke perusahaan ini. Niat awalnya memang hanya untuk mengunjunginya saja, tapi setelah mendengar semuanya dari resepsionis itu, ia langsung mengubah niat kedatangannya untuk menceramahi Xander.

"Apa?" Xander langsung membalasnya dengan datar.

Drttt...drt...

Baru saja Alex akan melanjutkan pembicaraannya, tapi ponselnya terus bergetar dan berbunyi disaku celananya. Ia sempat marah sebelumnya saat mengetahui ada seseorang yang mengganggu pembicaraannya dengan meneleponnya.

Namun, saat melihat nama adiknya tertera di layar ponselnya, ia langsung tersenyum lembut. Tumben Alexa meneleponnya, biasanya ia yang sering menghubunginya. Jangan-jangan ada hal buruk yang terjadi padanya.

"Sebentar, aku akan mengangkat ponselku dulu" ucap Alex pada sahabatnya.

Alex lalu berjalan menjauh dari ruangan Xander, tidak ingin ada satu orangpun yang mendengar pembicaraan mereka. Apalagi ini terkait dengan adiknya sendiri.

***

Alexa memutari seluruh ruangan kamarnya dengan gelisah. Sejak tadi ia terus kepikiran apakah akan menelepon kakaknya atau tidak. Meneleponnya untuk mengirimkannya kue dari Amerika ke Sidney.

Setelah tidur siang, dirinya tiba-tiba menginginkan kue kesukaannya, tapi kue itu hanya ada di Amerika dan tidak ada disini. Membuatnya sendiri pun tidak mungkin, karena bahan-bahannya sangat sulit untuk ditemukan ditempat ini.

Setelah pertimbangan yang cukup lama, ia memutuskan untuk menghubungi kakaknya. Berharap kakaknya akan menyetujui permintaannya, lagian ini adalah permintaan dari keponakannya sendiri. Jadi, ia harus mengabulkannya.

Heehee

Alexa langsung tertawa riang didalam hatinya. Melihat jam sekarang, pasti di Amerika sudah waktunya makan siang dan istirahat. Sepertinya tidak masalah kalau ia menelepon kakaknya sekarang.

Alexa lalu mengambil ponselnya diatas ranjang, membuka layar dan mencari nama kakaknya di daftar telepon. Hanya ada nama kakaknya didaftar telepon, Karena ia tidak pernah menyimpan nomor telepon temannya dari sekolah.

'Halo'

'Kakak'

'Kenapa menelepon? Merindukan kakakmu ini? Hmm, atau kau sudah memutuskan untuk kembali? Kalau begitu aku akan segera menyiapkan penerbangan mu segera!'

'Kenapa banyak sekali pertanyaannya? Siapa juga yang mau kembali kesana!"

'Lalu? Kenapa menelepon?'

'Ada sesuatu yang aku inginkan'

'Apa?'

'Apakah kakak ingat kue yang sering aku makan waktu di Amerika?'

'Ya! Lalu?'

'Aku menginginkannya sekarang! Aku mau kakak mengirimkannya padaku'

'Kue yang kau inginkan itu sangat mudah membusuk jika terlalu lama berada dalam pengiriman. Bagaimana kalau aku mengirimkan seseorang langsung dari Amerika agar membuatkan kuenya untukmu disana'

'Benarkah? Kakak tidak akan membohongiku kan?'

'Kapan aku membohongi mu?'

'Kalau begitu, kakak bisa kirimkan orangnya segera. Aku tidak sabar untuk memakannya'

'Hmm, jaga dirimu baik-baik. Aku tutup dulu teleponnya'

Alexa langsung berteriak senang pada kakaknya. Sebentar lagi orang yang dikirim kakaknya akan segera datang untuk membuatkan kue kesukaannya waktu di Amerika.

***

Xander memperhatikan kembali kedatangan Alex ke dalam ruangannya dengan wajah lesuh. Aneh, wajahnya langsung berubah setelah menerima telpon. Pasti orang penting yang menghubunginya tadi.

"Wajahmu terlihat seperti orang yang habis dicampakkan" ucap Xander dengan seringai disudut bibirnya.

"Adikku menelepon karena hanya menginginkan sebuah kue kesukaannya dari pada menanyakan kabar kakaknya sendiri!" Alex langsung meringis sedih saat mengingat permintaan adiknya di telepon tadi. Walaupun begitu, ia tidak tega untuk menolaknya, apalagi jika berhubungan dengan calon keponakannya.

"Kau punya adik? Kenapa aku tidak pernah mengetahuinya?" Xander mengerutkan keningnya penasaran. Ia tidak mengetahui kalau Alex memiliki seorang adik, padahal mereka sudah kenal selama 5 tahun.

Waktu ia berkunjung kerumahnya pun tetap saja tidak bertemu dengan adiknya. Apa mungkin papanya menikah secara diam-diam dan baru memberitahu Alex kalau ia memiliki adik dari ibu yang lain.

"Sejak kapan kau peduli dengan urusan keluarga ku?" Alex yang melihat tatapan penasaran yang keluar dari mata sahabatnya langsung tersenyum licik.

"......" Xander hanya terdiam saat mendengar kalimat Alex barusan. Dirinya memang tidak terlalu mempedulikan urusan sahabatnya ini. Tapi saat mendengar kalau Alex memiliki seorang adik, membuat ia jadi penasaran dengan sosok adiknya. Apakah mereka terlihat mirip?

"Baiklah, sejak kecil aku memang tidak pernah memberitahukan kehadiran adikku kepada siapapun, bahkan kau sekalipun. Setelah berumur 5 tahun, Papa membawanya ke Inggris agar ia bisa tinggal di asrama sampai umur 20 tahun. Setelah pendidikannya selesai, orangtua kami meninggal dan ia kembali ke Amerika. 2 tahun kembalinya ia ke Amerika, beberapa Minggu yang lalu ia memutuskan untuk tinggal sementara di Australia. Itulah sebabnya kau tidak akan menemukannya di rumahku" Alex menjelaskan seluruh kejadian yang menjadi alasan mengapa banyak orang yang tidak mengetahui bahwa dirinya memiliki seorang adik.

Alex termasuk orang yang tertutup dan tidak mudah bergaul dengan orang lain. Perkataan orangtuanya yang menyuruhnya untuk berhati-hati dalam memilih teman membuatnya hidup sendirian. Kalaupun ia memiliki teman, itu hanyalah formalitas. Satu-satunya teman yang ia miliki adalah Xander.

"Walaupun kalian terpisah jauh, tapi hubungan mu dengan adikmu terjalin dengan baik" ucap Xander dengan tatapan tidak percaya. Ia adalah anak tunggal, tidak pernah merasakan memiliki seorang saudara. Membayangkan Alex yang memiliki saudara membuatnya iri. Pasti menyenangkan jika memiliki saudara.

"Karena aku hanya memiliki adikku di dunia ini, itu sebabnya aku sangat menyayanginya" Alex mengatakannya dengan mata berbinar.

Xander yang melihatnya hanya memutarkan bola matanya kesal, melihat sikap Alex yang menurutnya terlalu berlebihan. Ia berharap kalau sifat saudaranya tidak akan sama seperti Alex. Kalau tidak, maka orang yang menyebalkan seperti Alex akan bertambah satu.

Pembicaraan mereka terus berlanjut, sepertinya Alex lupa akan tujuan kedatangannya untuk menceramahi Xander.

~Next

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status