Kampung Sepuh, sebuah kampung yang berada di pegunungan di daerah Selatan Jawa Barat. Kampung kecil yang dihuni oleh beberapa puluh rumah dengan akses jalan yang sangat sulit untuk dilalui.
Meskipun di tahun ini Kampung Sepuh sudah mulai berbenah diri, namun pada tahun 1980 an. Kampung ini sangatlah terisolir, tidak ada listrik di tiap rumah, jalanan yang masih berbatu, juga Akses yang sangat sulit dicapai.
Bahkan para warga Kampung Sepuh, harus rela berjalan beberapa kilometer hanya untuk pergi ke pasar atau ke Kantor Desa yang berada di Kampung sebelah.
Untuk ke kota saja, para warga kampung harus menempuh waktu selama delapan jam lamanya, dengan jalanan yang cukup terjal dengan banyak hutan dan gunung yang harus dilewati agar bisa sampai ke kota besar.
Namun pesona Kampung Sepuh di mata beberapa orang adalah suatu tempat yang harus mereka tuju, terutama bagi orang-orang yang mempunyai kesulitan dalam hidupnya. Dan ingin memakai cara yang mungkin saja bisa membantunya agar dia bisa keluar dari masalah yang dihadapinya pada saat ini.
Meskipun jalan yang berbatu dan akan becek dan berlumpur ketika hujan tiba, juga jarak yang bisa dibilang sangat jauh dari kota besar, mereka rela untuk menempuh medan tersebut dengan susah payah.
Mereka sengaja datang ke Kampung Sepuh dengan satu tujuan, yaitu masuk ke dalam salah satu gunung yang letaknya tepat berada di ujung kampung. Salah satu gunung yang dikeramatkan oleh banyak orang, bahkan mereka tak segan-segan untuk menyembah gunung tersebut untuk membantu menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Mereka datang untuk melakukan ritual, sebuah ritual yang terlarang dengan para makhluk yang ada di dalam gunung. Sebuah ritual perjanjian dengan para makhluk untuk bisa membantu mereka mencapai tujuannya.
Kekayaan, kekuasaan, kemakmuran, bahkan keilmuan. Semuanya bisa dilakukan oleh para makhluk yang berdiam diri di Gunung Sepuh. Sehingga bagi masyarakat tertentu, Gunung Sepuh adalah tempat yang ideal bagi mereka yang ingin mendapatkan kekayaan dengan cara yang instan.
kini,
Aku berada di tengah-tengah hutan Gunung Sepuh pada malam ini. Dan hanya berbekal secarik kertas dari bapak tanpa sedikitpun memberi tahu tujuan dari apa yang sudah dia lakukan kepadaku pada saat itu.
“Aku sekarang harus bagaimana? ” Pikirku.
Aku hanya terduduk lemas di bawah sebuah pohon besar di dekatku. Tak terasa, mataku tiba-tiba berkunang-kunang, aku bingung harus melakukan apa sekarang.
Cerita-cerita tentang para makhluk Gunung Sepuh yang sering Ibu ceritakan ketika aku kecil, kini terbayang-bayang kembali olehku. Meskipun aku kini sudah beranjak dewasa, namun tetap saja. Hal itu bisa membuatku ketakutan.
Kukkkkk, Kukkkk, kukkkkk,
Aku tiba-tiba kaget dengan suara yang tiba-tiba terdengar oleh kedua telingaku. Di saat-saat seperti ini, telingaku kini jadi semakin waspada. Apa lagi hutan di Gunung Sepuh pada malam hari seperti ini sangatlah sepi.
Suara-suara hewan malam secara bergantian kini muncul dan terdengar olehku, terutama suara burung hantu yang mengagetkanku pada saat itu.
Aku semakin bergidik ketakutan, aku mendekatkan kakiku dan memegangnya dengan kedua tanganku. Wajahku menunduk, karena aku sangat takut melihat keadaan sekitar yang kini gelap gulita.
Ditengah kebingunganku, aku terus-menerus berpikir tentang segala hal pada situasi seperti ini. Aku tidak bisa berteriak meminta tolong karena tidak mungkin ada warga kampung yang berkeliaran di hutan ini sekarang, kecuali ada manusia yang sedang melakukan perjanjian di suatu tempat di hutan ini.
Aku kembali melihat catatan bapakku, setelah aku berpikir lama dan belum menemukan jawaban.
PULANGLAH KE KAMPUNG SECEPAT MUNGKIN, ATAU BERTAHANLAH HINGGA PAGI TIBA DI HUTAN INI.
KARENA KAMU TIDAK AKAN TAU, APA YANG AKAN TERJADI APABILA KAMU TERLALU LAMA BERDIAM DIRI DI TEMPAT INI.
Aku akhirnya memberanikan diriku, mencoba untuk keluar dari tempat ini dan pulang ke kampung untuk beristirahat. Karena apabila aku bertahan hingga pagi tiba, aku yakin aku tidak akan sanggup, dengan banyaknya cerita-cerita menyeramkan di hutan ini yang selalu terbayang olehku pada saat ini.
Krosak, krosak,
Tiba-tiba kembali terdengar sebuah suara di dalam kegelapan, seperti suara seseorang yang sedang berjalan dan menyeret kakinya di antara daun-daun kering di tengah hutan.
Krosak, krosak,
Suara tersebut kembali terdengar olehku, bahkan suara tersebut semakin jelas terdengar oleh kedua telingaku. Dan suara itu membuatku sangat yakin bahwa itu bukan lah suara hewan malam seperti babi hutan yang datang kepadaku untuk mencari makan.
Tapi itu adalah suara langkah kaki manusia yang sengaja menyeret kakinya di antara daun-daun kering secara perlahan.
Aku yang sedang duduk pun seketika berdiri, hatiku berkata bahwa aku harus menjauhi tempat itu. Tanpa penerangan sama sekali, aku akhirnya berjalan melewati pepohonan yang menjulang tinggi dengan meraba pepohonan yang disekitarnya.
Aku melakukan hal itu agar aku tidak terjatuh akibat jalanan yang aku lewati ini penuh lumut dan berlumpur, apa lagi sinar bulan tidak sepenuhnya mampu menerangi jalanku, karena lebatnya vegetasi hutan Gunung Sepuh dengan pepohonan yang sudah berumur ratusan tahun lamanya.
Pikiranku kacau, hatiku tidak karuan. Aku terus-terusan berpikir yang tidak-tidak selama di hutan ini, namun aku harus tetap bergerak. Karena aku harus bisa keluar dari hutan ini dengan segera.
Tak lama aku berjalan melewati pepohonan, akhirnya aku menemui jalanan setapak. Dan akhirnya aku pun bisa berlari dengan mengikuti arah jalan itu yang aku yakini bahwa jalanan tersebut adalah jalanan setapak yang bisa menembus hutan dan sampai di kampung. Dengan rasa takut yang aku rasakan, aku terus-terusan berlari melewati jalanan setapak yang becek dan berlumpur tersebut tanpa henti.
Keringat dingin kini membasahi tubuhku, tanganku tidak henti-hentinya bergetar karena ketakutan. Bahkan beberapa kali aku menutup telingaku karena suara-suara malam di dalam hutan membuat jantungku berdetak sangat kencang.
Hingga,
Langkahku mendadak terhenti, di tengah-tengah jalanan setapak yang aku lalui saat ini.
Karena, sepasang mata merah tiba-tiba muncul tak jauh di depanku, bersamaan dengan bayangan hitam yang bercampur dengan gelapnya hutan pada malam itu.
‘Naon eta? (Apa itu? )” Mulutku mengeluarkan suara dengan sedikit bergetar.
Tubuhku tiba-tiba terasa terhenti, ketika ada sesuatu di depanku yang menghalangiku ketika aku berlari melewati jalanan setapak ini.
Aku kini hanya bisa terdiam dan tidak bisa menggerakan tubuhku karena tekanan yang dikeluarkan oleh sesuatu yang tiba-tiba muncul dengan mata merahnya yang menyala di depanku.
Eughhh
Aku berusaha membuat tubuhku bergerak kembali. Dengan rasa takut yang kini mulai memuncak, aku mau tidak mau harus kembali berlari ke arah sebaliknya. Dan mencari jalan lain agar aku bisa melewati sepasang mata yang berdiri di jalanan setapak tersebut.
Namun,
Krosak, krosak,
Dari arah belakang, terdengar kembali suara orang yang berjalan, suara yang tadi terdengar di dalam hutan yang rupanya terus-menerus mengikutiku dengan kaki yang terus-menerus di seret melewati daun-daun kering agar suaranya terdengar olehku.
Rasa panik dan bingung kini terasa olehku. Di ujung sana ada sepasang mata dengan bayangan hitam yang besar yang menutup jalanan setapak tempat aku berlari pada saat ini, dan di belakang sana, terdengar sebuah suara langkah kaki yang mengikutiku dari belakang secara perlahan.
Aku terjebak di antara keduanya, di mana di kiri dan kanan jalanan setapak itu hanyalah semak-semak berduri di antara pepohonan besar yang gelap gulita.
“Bapak, kenapa kamu melakukan hal ini,” Gumamku sambil sedikit kesal.
Tes
Sebuah tetesan kecil air mata tiba-tiba keluar dari mataku pada saat itu, aku tidak mengerti kenapa Bapak melakukan hal yang seperti ini. Perasaanku kini bercampur menjadi satu, bahkan aku sendiri tidak tahu perasaan ku sekarang saking paniknya aku pada saat ini.
Di saat kebingunganku pada saat itu, aku akhirnya melakukan hal yang menurutku sangatlah bodoh untuk dilakukan. Karena aku sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi pada kondisi seperti ini.
Krosak
Aku akhirnya berlari ke arah semak-semak hutan, dan membiarkan tubuhku terkena duri-duri tajam yang melukai ku pada saat itu.
Rasa perih mulai terasa di sekitar tanganku, aku hanya merenyit kesakitan ketika aku sengaja membiarkan tubuhku melewati semak-semak hutan yang berduri itu, karena tidak ada cara lain yang bisa aku lakukan ketika berada di situasi sekarang.
Aku terus-menerus berlari, melewati beberapa semak-semak yang menghalangi jalanku. Kaki, tangan bahkan wajah kini terasa perih akibat luka yang disebabkan duri dari semak-semak tersebut.
Aku mencoba bertahan dari rasa perih yang aku rasakan agar aku bisa terhindar dari sesuatu yang aku lihat tadi.
Namun,
Ketika aku keluar dari semak-semak hutan dengan luka yang memenuhi tubuhku. Aku menemukan sebuah tempat kecil yang dikelilingi oleh pepohonan hutan.
Hosh hosh hosh
Nafasku terengah-engah. Aku sedikit membungkukkan badanku untuk menahan kedua kakiku agar aku tidak terjatuh. Dan ketika aku berjalan kembali melewati tempat tersebut.
Aku kembali dikejutkan oleh sesuatu yang membuatku putus asa. Karena aku melihat sebuah kertas yang aku tinggalkan ketika aku berjalan dan berlari di jalanan setapak di tengah hutan.
Sebuah kertas berisi catatan bapak yang berada di tanah dan bercampur dengan daun-daun kering di bawah sana.
Rupanya apa yang aku lakukan ini ternyata sia-sia, karena aku kini kembali ke tempat di mana aku berada, dan aku kini bingung harus melakukan apa.
“Aku harus bagaimana sekarang?” Kataku sambil kembali terduduk di bawah pohon dengan rasa sedih dan menunduk di tengah hutan Gunung Sepuh yang gelap gulita pada malam itu.
Gelap dan sunyi, itulah gambaran Kampung Sepuh pada tahun 1980 an. Tidak ada listrik sama sekali di kampung sepuh pada tahun itu. Sehingga, hanya lampu minyak, lilin dan petromax yang menemani malam para warga kampung seumur hidupnya.Tidak ada gemerlap lampu-lampu yang berjejer di depan rumah, tidak ada suara lalu lalang kendaraan dengan lampu-lampunya yang menyilaukan mata, juga tidak ada lampu senter yang setia menemani para warga ketika akan bepergian.Sehingga Kampung Sepuh terlalu sunyi dan sepi. Hanya cahaya bulan dan bintang-bintang saja yang menemani suasana malam mereka, dan itu terus-menerus berlanjut hingga pagi tiba.Meskipun begitu, tampaknya ada satu titik cahaya kecil. yang menerangi tempatnya setiap malam, sebuah titik cahaya yang terang dari lampu minyak yang disimpan di luar. Sehingga cahaya tersebut terlihat dari kejauhan, di mana rumah di sekitar mereka gelap gulita. Dan hanya ada cahaya yang terlihat dari sela-sela bilik bambu dan kayu yang
Hah hah hahJantungku berdegup sangat kencang, keringat dingin membasahi tubuhku hingga membuat pakaianku basah kuyup akibat keringat yang keluar dari tubuhku pada malam itu.Sudah lima kali aku berlari, mencoba menjauhi tempat yang aku tempati sekarang. Namun, aku kembali lagi ke tempat ini dengan perasaan takut terus-menerus menghantuiku saat ini.Hutan Gunung Sepuh semakin malam semakin gaduh, suara-suara hewan malam kini saling bersahutan. Mereka saling berirama satu sama lain, memainkan simponi yang mencekam apabila di dengarkan oleh manusia yang terjebak di dalamnya.Angin malam yang entah dari mana seringkali berhembus ke arahku, menerbangkan daun-daun kering yang berjatuhan di tanah di sekitar pepohonan hutan yang gelap dan menyeramkan itu.Disaat orang-orang sedang terlelap tidur dengan hangat nya selimut mereka, aku harus merasakan kedinginan dan rasa putus asa yang semakin membuat aku bingung dan sedih di tempat ini."Apa mungkin
Apabila kita sedang tersesat di dalam hutan ketika malam hari, kita biasanya melihat beberapa titik-titik cahaya. Sebuah titik-titik cahaya suatu kampung dari kejauhan, yang bisa menjadi petunjuk arah ketika kita sedang tersesat.Namun berbeda dengan hutan Gunung Sepuh, satu-satunya kampung yang paling dekat dengan hutan tersebut adalah Kampung Sepuh. Yang di mana, kampung tersebut sangatlah gelap pada malam hari.Tidak ada satu pun manusia yang sengaja menyalakan lampu minyaknya di depan rumah, juga menyalakan obor-obor di pinggir jalan untuk menerangi jalanan.Mereka hanya menyalakan lampu minyak dan petromak di dalam rumah, dan tidak sekalipun berani untuk menyalakan cahaya-cahaya itu di luar rumahnya.Apalagi cahaya-cahaya yang muncul di Gunung Sepuh selain cahaya bulan yang muncul secara tiba-tiba di tengah gelapnya hutan Gunung Sepuh ketika malam tiba.Hanya ada dua kemungkinan, yang pertama adalah cahaya tersebut muncul dari senter-senter ma
Srak srak srakSuara-suara langkah kaki kini terdengar dengan cahaya obor yang menjadi satu-satunya penerang jalan di dalam hutan tersebut, dengan yang dipenuhi oleh pepohonan dan semak-semak hutan di sisi dan kanan jalan.Semakin aku berjalan, semakin banyak daun-daun kering yang menutupi jalanan setapak itu. Karena mungkin saja, jalanan tersebut jarang sekali dilewati oleh manusia.Aku berjalan bersama seorang nenek tua yang kini berjalan pelan di depan ku, seorang nenek dengan senyumnya setiap kali dia berkata kepadaku, sehingga membuatku tidak lagi merasa ketakutan ketika dia berada di dekatku.Dengan santainya nenek tersebut berjalan di tengah-tengah hutan, tanpa ada rasa takut dengan para makhluk yang sering menampakan dirinya di hutan Gunung Sepuh ini ketika malam tiba.Aku memang sempat ragu dengannya, aku seperti tidak mempercayai nenek yang ada di depanku itu. Karena aku berpikir, bahwa dia adalah makhluk yang sama dengan apa yang a
Sebuah gubuk kecil di dekat tebing yang menjulang tinggi di tengah hutan, gubuk yang sepertinya sudah lama dibangun dan ditinggalkan oleh penghuninya, yang tak lain adalah para manusia yang melakukan perjanjian di hutan ini dan mengharuskan dirinya untuk menginap. Bekas gubuk tua tersebut akhirnya dipakai oleh nenek yang ada di depanku untuk dijadikan tempat tinggal, dia sendirian di hutan belantara, tanpa sedikitpun berinteraksi dengan para warga kampung yang mungkin saja akan membantunya apabila dia muncul dari hutan dan meminta pertolongan. “Geus ulah dipikiran Cu, keun bae, maranehna mah moal wani ngadeketan Nini, (Sudah jangan dipikirkan Cu, biarkan saja, mereka tidak akan berani mendekati Nenek, )” Kata nenek tersebut sambil naik ke depan gubuk itu dengan obor yang masih menyala di tangannya. Aku yang berhenti sejenak di depan gubuk, karena aku merasa seperti ada banyak sekali yang mengawasiku di tengah hutan, membuat nenek itu tiba-tiba berbicara dan m
Sebuah lampu minyak yang menyala terang dengan cahayanya yang kemerah-merahan membuat suasana di dalam gubuk itu terasa seperti rumah-rumah di Kampung Sepuh pada umumnya.Kini, aku terlihat sedang lahap memasukan potongan-potongan daging ke dalam mulutku. Dengan lahap aku terus-menerus memakan makanan yang disajikan oleh nenek tersebut, seorang nenek yang baik yang mengajakku untuk beristirahat dari gelapnya hutan Gunung Sepuh ketika malam tiba.Suara barang-barang yang saling beradu terdengar olehku dari ruangan belakang, sepertinya nenek tersebut sedang menyiapkan sesuatu lagi untukku. Dan di dalam hatiku, aku pasti akan kembali ketempat ini ketika sudah bisa pulang ke rumahku, dan membawa bahan makanan serta selimut hangat untuk nenek itu sebagai tanda terima kasih karena sudah menampungku pada malam ini.Makanan yang nenek itu sajikan terlihat sangatlah lezat, dengan kepulan asap kecil yang terlihat oleh lampu minyak yang ada di tengah-tengah ruangan tersebu
Hoeek Hoeeek HoeeekAku kini terus-menerus memuntahkan semua makanan yang telah aku makan, meskipun tidak semuanya keluar karena sebagian dari makanan itu tampaknya sudah sampai ke dalam perutku.Tikar yang menjadi alas dari ruangan itu kini penuh dengan muntahan-muntahan makanan yang bercampur dengan darah yang berwarna merah tua yang dikeluarkan kembali dari dalam mulutku.Ketika semua makanan yang kini tersinari oleh cahaya lampu minyak dari dekat, seakan-akan makanan dan minuman itu berubah sepenuhnya.Buah-buahan seperti apel, pir, dan pisang kini terlihat busuk, dengan banyaknya titik hitam di sekitar buah-buahan tersebut. Bahkan sebagian dari buah-buahan itu terlihat berjamur, saking lamanya buah-buahan itu tersimpan dan tidak tersentuh satu kalipun oleh manusia.Juga minuman yang aku minum kini seketika berubah, menjadi cairan darah kental yang dituangkan di dalam gelas, dan aku sudah meminum setengahnya dari gelas tersebut.“J
Keh keh keh Nenek tersebut kembali terkekeh-kekeh di depanku. Aku yang sudah mengetahui bahwa sosok di depanku ini bukanlah manusia, melainkan wujud dari salah satu makhluk yang menyerupai nenek yang sudah meninggal di dalam gubuk. Aku hanya berdiri dan terdiam karena nenek itu menghalangi jalanku, dengan tangan yang kini sedang memegang obor dan ranting-ranting pohon yang dia bawa di tangan kanannya. Dia hanya terus-menerus tertawa dan menyuruhku untuk berdiam diri di dalam gubuk. “Naha cicing Cu, ulah kaluar bahaya, mendingan cicing we didieu maturan Nini,(Kenapa diam Cu, jangan keluar bahaya, mendingan di sini aja nemenin Nenek,)” Kata sosok nenek tersebut sambil berjalan secara perlahan mendekatiku. “Gak, ini gak bener, aku harus mencari jalan lain agar bisa keluar dan menjauh dari gubuk ini, ” Pikirku. Nenek tersebut kini semakin mendekatiku, langkah kakinya berjalan sangat pelan karena mungkin ranting-ranting pohon yang dia bawa untuk di