KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 5
Kuusap dan kutiup luka memar di tangan Shaka, mengelus kepalanya lembut agar Shaka berhenti menangis.Setan, memang kelakuan mereka. Azan Magrib malah bikin ulah seperti ini bukannya pada salat. Malah merampas makananku dan melukai anakku.Kuoleskan obat salep pada luka Shaka. Kini tangisnya sudah berhenti setelah aku menenangkannya."Jangan nangis lagi ya, Sayang. Bunda mau salat dulu."Kubaringkan tubuh Shaka di kasur, setelah itu aku menunaikan salat Magrib terlebih dulu sebelum aku melabrak mereka.Selesai salat kutengok Shaka yang sudah tertidur pulas sambil memeluk mainannya.Rasa sakit itu kembali lagi ketika melihat luka di tangan Shaka. Buru-buru aku merapihkan mukena dan sajadah.Berjalan ke arah ruang tamu, di sana tidak ada siapa-siapa. Dari arah kamar Ibu terdengar suara tertawa mereka. Mungkin mereka bahagia dan puas membuat anakku kesakitan.Aku mengatur emosiku agar tak meluap sebelum mengetuk kamar mereka."Bu! Bi!" panggilku sambil mengetuk pintu kamar Ibu.Suara tertawa mereka seketika senyap, menghilang karena mendengar ketukan dan suaraku."Ada apa sih?" ketus Bunga membuka pintu."Kalian ambil makanan yang ada di kamarku?" tanyaku menahan emosi. Kubuat mukaku sesantai mungkin.Raut wajah Bunga dan Mbak Desi terlihat kebingungan dengan sikapku yang tidak marah-marah padanya."Iya, emangnya kenapa?" tanya Ibu melotot."Kalian juga mencubit anakku sampai tangannya membiru dan kulitnya mengelupas?" tanyaku lagi."Makanya jangan pelit-pelit kalau punya makanan. Lagian itu juga paling belinya pakai uang Raka, halu banget kamu ngaku-ngaku jadi penulis terkenal!" ketus Ibu."Aku sudah memfoto luka memar di tangan Shaka, ini bisa dijadikan bukti untuk dilaporkan ke polisi kalau kalian menganiaya anakku!" bentakku.Wajah mereka yang semula tersenyum jahat padaku, kini berubah ketakutan."Kujebloskan kalian ke kantor polisi. Aku nggak ikhlas dan rela kalian sakiti anakku! Oiya, makanan yang kalian rampas itu buat umpan tikus. Sebelumnya makanan itu sudah aku kasih racun tikus. Bersiaplah kalian pergi ke neraka!" tukasku.Wajah mereka bertambah panik setelah mendengar aku menyampurkan makanan itu dengan racun tikus. Padahal aku berbohong, aku hanya ingin mereka ketakutan dan tak semena-mena padaku dan anakku."Jangan macam-macam kamu, Dev. Aku ini Ibu suamimu, mertuamu!" teriak Ibu gemetaran."Iya, mertua dan seorang Ibu yang zolim sama anak, menantu dan cucunya sendiri!" tegasku."Kalau dalam sepuluh menit kalian nggak muntahin makanan itu. Kalian akan mati!" tegasku lagi menakut-nakuti mereka."Sial*n kamu. Menantu kurang ajar!" Mbak Desi langsung lari ke kamar mandi. Mungkin ia mau mengeluarkan semua makanan yang sudah dilahapnya.Disusul dengan Bungan juga Ibu yang berlari ke kamar mandi."Hoeeek! Duh, Bu. Pedas banget lagi tenggorokanku, tadi dipakaian sambelnya banyak sih!" omel Bunga.Hahaha, rasain kalian. Keluarkan sana semua makananku yang ada dalam perut kalian. Bukannya aku yang jahat, tapi kalian yang dzolim sama aku.Aku diam, aku sabar. Tapi harga diriku malah semakin diinjak sama kalian. Sudah sepantasnya memang aku harus berontak dan membela diriku sendiri atas kejahatan dan kedzoliman kalian.Terdengar suara mobil Mas Arman di luar. Ternyata ia sudah pulang, pasti Mbak Desi akan mengadu pada suaminya dan melebih-lebihkan cerita."Buatkan aku minum!" ucap Mas Arman."Suruh aja istrimu yang bikin," jawabku."Kamu udah pulang, Mas. Lihat kelakuan adik iparmu tuh. Dia naruh racun tikus di makanan kita." Mbak Desi menghampiri suaminya dan menangis.Halah, drama queen dimulai. Suami istri sama saja."Apa? Kamu mau bikin istri saya mati, hah?" bentak Mas Arman."Bukan cuma aku yang makan. Tapi Ibu sama Bunga juga. Dia mau mencelakai kita, Mas!" Makin dikeraskan suara tangisannya.Mas Arman mengepalkan tangannya, wajahnya memerah dan matanya menatapku tajam."Mereka mencelakai anakku. Kulaporkan kalian semua ke polisi, biar mendekam di sana dan jadi narapidana!" tegasku."Soal makanan. Aku nggak benar-benar menaruh racun. Aku nggak sejahat dan segila kalian yang berani mencampurkan pencahar pada makananku minggu lalu. Aku hanya tak ikhlas makanan yang kubeli pakai uangku masuk ke dalam perut kalian! Dasar keluarga penjahat, secepatnya aku dan Mas Raka akan keluar dari rumah neraka ini!"Sudah puas mengerjai mereka aku masuk ke dalam kamar dan menutup pintu dengan kencang. Untunglah Shaka tak bangun dan terkejut mendengarnya. Cepat kupeluk dan kuciumi pipinya. Kini air mataku luruh, aku nggak sudih menangis di depan mereka. Itu hanya membuat mereka senang dengan penderitaanku.Bersambung ....KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 5Kuusap dan kutiup luka memar di tangan Shaka, mengelus kepalanya lembut agar Shaka berhenti menangis.Setan, memang kelakuan mereka. Azan Magrib malah bikin ulah seperti ini bukannya pada salat. Malah merampas makananku dan melukai anakku.Kuoleskan obat salep pada luka Shaka. Kini tangisnya sudah berhenti setelah aku menenangkannya."Jangan nangis lagi ya, Sayang. Bunda mau salat dulu."Kubaringkan tubuh Shaka di kasur, setelah itu aku menunaikan salat Magrib terlebih dulu sebelum aku melabrak mereka.Selesai salat kutengok Shaka yang sudah tertidur pulas sambil memeluk mainannya.Rasa sakit itu kembali lagi ketika melihat luka di tangan Shaka. Buru-buru aku merapihkan mukena dan sajadah.Berjalan ke arah ruang tamu, di sana tidak ada siapa-siapa. Dari arah kamar Ibu terdengar suara tertawa mereka. Mungkin mereka bahagia dan puas membuat anakku kesakitan.Aku mengatur emosiku agar tak meluap sebelum mengetuk kamar mereka."Bu! Bi!
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 6Mereka terus saja memakiku dari luar kamar dan menyuruhku untuk membereskan rumah, juga memasak makan malam. Jelas tadi mereka sudah memakan makananku, masih saja menyuruhku memasak. Dasar keluarga licik. Mas Raka yang anak kandungnya sendiri saja ia rendahkan, apalagi aku statusnya hanya menantu. Mereka memang harus diberi pelajaran agar tak semena-mena padaku.Mereka hanya tahu aku ini anak seorang mantan buruh biasa di pabrik. Biarkan saja tetap begitu.[Mas, makanan yang kubeli diambil oleh Bunga dan Mbak Desi. Di rumah udah nggak ada makanan.] Aku mengirim pesan pada Mas Raka.Dert! Dert!"Hallo, Sayang. Diambil gimana makanannya?" tanya Mas Raka meneleponku.Aku menceritakan semuanya pada Mas Raka, termasuk Shaka yang dibuat memar dan luka oleh mereka. Dapat kutangkap dari nada bicaranya Mas Rak sangat marah pada mereka, apalagi mengetahui kalau Shaka dibuat celaka.Mas Raka bilang akan segera pulang ke rumah. Hatiku cemas, p
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 7"Maksudnya gimana, Dek?" tanya Mas Raka yang sudah lebih tenang sedikit."Kita balas kesombongan keluargamu, Mas. Pantas aja kamu menyuruhku untuk tidak memberitahu keluargamu kalau keluargaku memiliki beberapa kontrakan, dan memiliki rumah makan Padang," ujarku."Dek, aku sendiri hampir lupa kalau kamu dari keluarga yang cukup berada. Ya Allah ... maafin suamimu ini, Dek. Di keluargaku kamu malah diperlakukan seperti pembantu. Bapak dan ibumu pasti sangat marah kalau mengetahui ini semua," lirih Mas Raka.Ya, sewaktu kami masih pacaran Mas Raka pernah bilang jangan menceritakan tentang keluargaku pada keluarganya. Yang mereka tahu bapakku hanyalah seorang buruh pabrik biasa, dan ibuku hanyalah ibu rumah tangga saja."Emangnya kenapa kalau jujur aja sama keluargamu, Nak?" tanya Bapak kala itu keheranan."Nggak papa, Pak. Keluargaku suka minderan orangnya," jawab Mas Raka."Loh, kok gitu. Tapi ya udah kalau itu maumu," ujar Bapak.Se
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 8"Sini duduk, Dev, Raka. Kita makan malam bersama," ajak Mas Arman dan Mbak Desi.Mas Raka bergeming, ia malah menatap satu persatu wajah kami. Lalu tiba-tiba tersenyum, tapi senyumnya lain. Seperti merencanakan sesuatu."Ini ceritanya makanan sogokan untuk kami, ya?" tanya Mas Raka sambil berjalan ke arah meja makan."Bu-bukan kok. Ini makanan sebagai bentuk permintaan maaf kami sama kalian," jelas Mbak Desi.Mbak Desi meraih jemari Mas Raka dengan lembut lalu menarik tangannya dan menyuruh Mas Raka duduk. Apa-apaan dia seperti itu pada suamiku."Duduk, Raka. Mau aku ambilin makanannya?" Mbak Desi menyodorkan piring kosong pada Mas Raka."Nggak usah, Mbak. Dia suamiku, urus saja suamimu!" ketusku.Mas Raka melirikku dan tersenyum penuh arti. Ia menghampiriku dan malah mengambilkan makanan untukku. "Ini gratis, Sayang. Disediakan khusus untuk kita. Jadi, ayo makan yang banyak." Mas Raka mencium pipiku lembut.Mbak Desi tersenyum sin
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 9"Iya, kakiku, Mbak. Kakimu nggak punya mata, ya, makanya ngelus-ngelus kaya orang gatel!" sindirku padanya."Kenapa, Sayang?" tanya Mas Raka."Itu, Mas. Ada yang salah sasaran," ujarku sambil melirik Mbak Desi.Mbak Desi semakin salah tingkah aku sindir seperti itu. Wajahnya memerah, entah antara malu atau marah padaku.Ponselku berdering ada telepon masuk dari Arbi adikku."Kak, aku udah di depan nih. Jadi mau menginap di rumah nggak?" tanya Arbi."Jadi, kamu bawa mobil 'kan? Masuklah ke dalam, bantuin kami masukin barang ke bagasi.""Oke, Kak, aku masuk ya."Arbi menutup sabungan teleponnya. Selang beberapa menit suara ketukan pintu di luar terdengar.Saat aku beranjak dari kursi dan ingin membuka pintu. Tapi sudah keduluan oleh Bunga yang berjalan untuk membuka pintu."Eh, ngapain kamu ke sini?" tanya Bunga sambil menelisik penampilan Arbi.Wajahnya seketika berubah ramah saat melihat mobil Pajero Sport putih terparkir di halama
KUTAMP*R KESOMBONGAN KEKUARGAMU DENGAN UANGKU part 10"Biar bentuknya seperti rumah kontrakan, tapi keberadaan kami di sana jauh lebih dihormati!" ketus Mas Raka pada Mas Naldi."Halah, belagu banget kamu punya mertua miskin aja!" sengit Mas Naldi."Nggak sadar diri kamu, Mas. Kamu bisa seperti ini juga berkat orang tuanya Mbak Rani. Macam-macam kamu sama Mbak Rani, tinggal ditendang sama orang tuanya. Kamu pikir aku nggak tau busuknya kamu!" Mas Raka tersenyum penuh arti pada Mas Naldi.Mas Naldi langsung terlihat kikuk dan salah tingkah. Lalu membahas topik yang lain."Ini, Bu. Aku bawakan makanan enak buat Ibu. Ini makanan mahal, yang miskin pasti nggak sanggup buat membelinya."Lagi-lagi Mas Naldi menyindirku dan Mas Raka. Mbak Rani menarik napas dan mengembuskannya kasar melihat tingkah suaminya."Ayo, Sayang kita pergi. Nambah nggak waras kalau lama-lama di sini!" ajak Mas Raka."Mbak kami pamit pergi, ya." Mbak Rani mengangguk tersenyum sedih melihatku yang akan pergi dari sin
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 11[Maaf ya, Mbak. Kita nggak saling kenal, jangan memfitnah berita yang tidak benar!] balasku pada komenan Mbak Desi.Sebagian pembaca membelaku dan menghujat Mbak Desi, tapi tak sedikit juga yang terprovokasi padanya.Aku harus sabar dan elegan membalas perlakuan Mbak Desi. Hanya karena aku dan Mas Raka tetap ingin pindah, mereka malah semakin menjadi gila.[Hei, kalian tau nggak? Author ini pelakor, dia merebut calon suamiku. Suaminya ini adalah mantanku, dia tega merebutnya hanya karena calon suamiku itu kaya raya. Punya perkebunan sawit!] tulis Mbak Desi lagi di kolom komentar.Astaghfirullah, semakin tak waras saja si Desi ini kelakuannya. Mengaku-ngaku Mas Raka itu calon suaminya. Jelas-jelas itu adik iparnya. Memang umur Mbak Desi dan Mas Raka lebih dewasa Mas Raka. Mereka hanya berselisih dua tahun.Kuusap dada dan beristighfar melihat kelakuan gila keluarga suamiku.[Nggak usah didengerin omongan orang gila!][Dasar cewek n
KUTAMP*R KESOMBONGAN KELUARGAMU DENGAN UANGKU part 12Pagi ini setelah habis sarapan bersama, Mas Raka mengajak keluargaku untuk berkumpul di gazebo belakang rumah.Katanya ia ingin memberitahu keluargaku jika pamannya mengirimkan uang hasil kebun sawit selama ini. Mas Raka juga berencana ingin membuat kontrakan dan kosan seperti Bapak, juga ingin membuka butik untukku."Pak, Bu. Sebelumnya aku mau ngucapin terima kasih atas kebaikan kalian selama ini. Dan maaf, aku baru akan menceritakan ini sekarang pada kalian."Mas Raka menceritakan satu persatu secara detail pada keluargaku. Mulai dari Ibu Delima bukan Ibu kandungnya, tentang warisan perkebunan sawit yang selama ini dikelola oleh pamannya. Dan hasil uang sawit yang selama ini ditabung oleh pamannya untuk masa depan Mas Raka.Bapak, Ibu dan Arbi terkejut ketika tahu bahwa Ibu Delima bukan Ibu kandungnya. Juga Mas Raka yang mendapatkan warisan kebun sawit dari Ibu kandungnya."Aku mau kelola uangku, Pak, Bu, dengan bikin kontrakan