Share

Bab 4

KEJUTAN DI HARI PERNIKAHAN

Bab 4

"Bukan Lila yang terusir dari rumah tapi Aku yang terusir dari rumah, Bu."

"Apa! Kok bisa?"

"Ya bisa, karena ... Karena rumah itu memang milik Lila."

"Apa!"

"Jangan bercanda kamu Za!" teriak Bu Widya sembari melotot.

"Mirza tidak bercanda, Bu, apa Ibu melihat kalau Mirza sedang bercanda?"

"Lalu apa maksudmu kalau rumah itu punya Lila, bukankah rumah dan semuanya milikmu?"

"Awalnya memang milikku, Bu, tapi setelahnya dirampas sama Lila," ucap Mirza dengan segala kebohongannya.

"Maksudnya gimana sih, Ibu masih gak ngerti."

"Duh, Ibuuuuu, pusing aku jelasinnya."

"Ya kamu ngejelasinnya setengah-setengah gitu, gimana Ibu mau ngerti."

"Jadi, dulu itu rumah restaurant dan semuanya milik Mirza, tapi entah kenapa Mirza mengubahnya menjadi atas nama Lila," bohong Mirza untuk yang kesekian kalinya.

"Kamu ini bo*oh atau to*ol sih! Percuma Ibu sekolahin kamu tinggi-tinggi tapi sama perempuan bisa-bisanya dibohongi begitu. Sekarang coba lihat, malah kamu yang terusir dari rumahmu sendiri kan."

"Ya mau bagaimana, Bu, semua sudah terjadi, masih untung mobil itu belum diambil sama Lila."

"Ya jangan sampai sampai diambil dong, jual saja biar Lila gak bisa ngambil mobilmu."

"Jual gimana, Bu, suratnya aja ada sama Lila."

"Alah, sekarang ini kan banyak orang jual kendaraan tanpa surat." Tiba-tiba saja Sinta menimpali obrolan Mirza dan Ibunya.

"Jual kendaraan tanpa surat itu harganya sudah pasti terjun payung."

"Ya daripada nanti keduluan diambil sama Lila malahan kamu gak dapat apa-apa."

"Betul juga tuh Za apa yang dibilang Kakakmu. Biarpun terjun payung tapi masih ada uangnya daripada diambil Lila malah gak dapat apa-apa."

"Hmm, yaudah nanti deh kucoba tawarkan."

"Kakak ada teman yang jual beli kendaraan, bahkan tanpa surat juga dia nerima."

"Tapi aman gak dia, nanti malah kita kena masalah lagi."

"Tenang aja dijamin aman tapi."

"Yaudah terserah Kakak aja."

"Eh tapi biarpun begitu kamu jangan diam aja diusir sama si Lila itu. Kamu juga harus minta bagian dari harta itu, kan itu punyamu, kamu juga berhak dong," ucap Sinta lagi.

"Bener tuh, Za."

"Tapi semua surat sudah atas nama Lila, Bu, Kak, gimana aku mintanya?"

"Ya kalau memang benar dia menggugat cerai kamu, ya kamu minta harta gono-gini dong. Itu kan hasil kerja keras kamu, pasti kamu dapat bagian paling banyak nantinya. Biarpun hanya separuh dari harta itu, tetap saja nilainya pasti milyaran."

"Bener juga tuh Za kata Kakak kamu."

"Yaudah sekarang kamu ke rumah Lila, ancam aja dia kalau dia kekeh minta pisah bilang aja begitu."

"Iya Za, sudah sana cepat," timpal Bu Widya.

"Ah males ah, biar aja nunggu sidang nanti."

"Ih kamu nih, ya udah biar Ibu sama Sinta aja yang kerumah istrimu itu. Enak aja mau menguasai semuanya sendiri, dia pikir dia siapa."

"Iya, ayo Bu, biar aku antar."

"Sudahlah , Bu, Kak, aku lagi capek males ribut."

"Yaudah kamu di rumah aja, biar Ibu sama Kakakmu yang ke sana."

"Tapi, Bu."

"Gak ada tapi-tapian, pokoknya Ibu mau ngasih plajaran sama si Lila itu, gara-gara dia juga keluarga kita jadi kayak gini. Liat tuh Kakakmu Desi, dari semenjak pulang tadi nangis aja gak henti-henti."

"Sudah, kamu temani Kak Desi aja, hibur dia. Gimana caranya biar berhenti nangisnya, pusing Kakak dengarnya daritadi," timpal Sinta pada Mirza.

Mau tidak mau Mirza hanya menuruti keinginan Ibu dan juga Kakaknya.

****

Sinta dan juga Bu Widya datang ke rumah Lila menaiki taksi online, keduanya sudah merasa marah. Menurut mereka karena ulah Lila membuat keributan besar dan Lila juga telah mempermalukan keluarga mereka di depan banyak orang.

"Lila! Lila, keluar kamu!" teriak Sinta dari luar pagar rumah Lila.

Satpam penjaga rumah Lila yang mendengar keributan di luar tentu saja menghampiri Sinta dan Bu Widya dari dalam pagar.

"Heh jong*s! Bukakan pagar ini, saya mau masuk!" titah Bu Widya pada Pak Maman.

Pak Maman bergeming dan hanya memandangi Bu Widya dan Sinta.

"Heh, kamu budek ya! Gak dengar Saya ngomong apa?! Bukakan pagar ini atau kamu saya pecat!"

"Emangnya Ibu siapa mau pecat saya?" tanya Pak Maman dengan tatapan mengejek ke arah Bu Widya.

"Eeee dasar satpam kurang ajar! Kamu lupa saya ini siapa?"

"Saya gak lupa sama Bu Widya. Tapi maaf, Bu Widya bukan majikan saya lagi, jadi Bu Widya tidak bisa memecat saya."

"Mana si Lila itu, panggil dia suruh keluar!" ucap Sinta.

"Maaf, Bu, Bu Lila sedang tidak bisa diganggu."

"Ngelawan kamu ya, sok sibuk pake acara gak bisa diganggu."

"Tapi emang Bu Lila gak bisa diganggu, Bu, beliau tadi pesan sama saya."

"Ada apa ini, kenapa suara kalian berisik sekali, mengganggu waktu santaiku saja," ucap Lila secara tiba-tiba.

"Kebetulan kamu datang, buka pagar ini, saya mau bicara."

"Maaf, Bu, saya sedang tidak ingin menerima tamu."

"Dasar sombong kamu! Kamu fikir kamu siapa! Kembalikan harta Mirza yang kamu rampas!" Sinta menimpali ucapan Ibunya.

"Harta Mirza katamu, Kak? Kalian gak salah mengucapkan?"

"Ya enggak lah, ini semua kan harta Mirza, kamu itu hanya benalu yang menumpang pada Mirza. Seenaknya saja kamu ambil harta anakku," ucap Bu Widya.

"Hahahahahahaha, aduh, sakit perutku. Kalian kalau mau gila jangan di sini," ucap Lila sembari tertawa memegangi perutnya menahan geli. Sementara Bu Widya dan Sinta terheran karena Lila justru menertawakannya.

"Apa yang kamu tertawakan, apakah ada yang lucu?"

"Tentu saja, kalian ini lucu, mana ada harta Mirza di sini. Bahkan secuil pun tidak ada,. Jadi jangan pernah bermimpi, ini semua aku punya."

"Hahahaha, justru kamu yang bermimpi Lila, darimana kamu punya uang untuk memiliki ini semua. Ini semua milik adikku Mirza, kamu hanya wanita miskin tak tau diri yang dipungut oleh Mirza san dinikahinya. Seharusnya ku beruntung dinikahi oleh adikku, tapi justru kamu malah membalasnya seperti ini."

"Itu adalah hal yang pantas adikmu dapatkan. Aku tidak peduli mau kalian percaya atau tidak kalau apa yang kami miliki adalah hasil kerja kerasku jauh sebelum menikah dengan Mirza. Selama ini Mirza lah yang menumpang padaku. Juga kalian! kalian lah sesungguhnya benalu itu, tapi kalian buta mata buta hati. Bualan Mirza akan harta kami menjadikan kalian manusia licik, serakah, dan sombong! Pergilah kalian dari sini, karena sudah tidak ada lagi tempat untuk kalian di sini!"

"Awas kau Lila, kami akan menuntut harta gono gini, karena Mirza juga berhak atas ini semua!"

"Silahkan saja kalau kalian bisa, tapi jangan menangis kalau nanti hakim tidak mengabulkannya. Sekarang pergilah jangan sampai aku berbuat kasar pada kalian!"

"Awas kamu Lila, keluar kamu! Biar aku habisi kamu Lila!" teriak Bu Widya.

Lila yang merasa sangat lelah dan risih dengan teriakan Bu Widya apalagi para tetangga kini sudah banyak menonton mereka lantaran suara Bu Widya dan sinta yang sangat berisik.

Terpaksa Lila berjalan menuju keran air yang ada di sebelah pos satpam di halaman rumahnya. Ia menyalakan keran air itu, dan airnya ia tampung dalam ember, setelah penuh Lila kemudian mengangkat ember itu.

Byur ....

Lila menyiramkan seember air itu pada Bu Widya dan Sinta. Tentu saja Bu Widya dan Sinta seketika mnghentikan caci makinya pada Lila.

"Pergi kalian dari sini! Jika tadi aku hanya menyiramkan seember air pada kalian tak menutup kemungkinan aku akan kembali menyiramkan seember bensin pada kalian, pergi!" hardik Lila.

Melihat Lila yang seperti orang kesetanan membuat nyali Bu Widya dan Sinta menciut. Mau tidak mau mereka terpaksa pergi meninggalkan rumah Lila.

"Awas kau Lila, akan aku balas kau nanti," ancam Sinta sembari berlalu bersama Bu Widya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nadia Nureen
hahahaha lucu siapa suruh gila harta
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status